Share

Mengejar Cinta Ibu Tunggal
Mengejar Cinta Ibu Tunggal
Author: Delissaa

Bab 1. Awal Kesialan

Semua wanita pasti akan senang dengan kehadiran seorang buah hati di dalam rahimnya. Begitu juga gadis bernama Valencia Bellina. Ya, dia masih gadis karena belum menikah. Hari ini gadis tersebut berencana untuk mengatakan kehamilan pada sang kekasih yang bernama Sergio Ramos.

"Akhirnya … Mami sama Papi bakal menikah, Nak. Mami mau siap-siap setelah itu kita ketemu Papi ya," ujar Valen seraya mengusap perutnya yang masih rata.

Valen pun pergi ke tempat kerja kekasihnya, Gio. Namun belum Valen turun dari taksi, dia melihat Gio masuk ke dalam mobil bersama Vanes, sahabatnya.

"Loh, mereka mau kemana? Tumben Gio dan Vanes jalan bareng gitu! Bukannya Vanes nggak suka dengan Gio?" gumam Valen menatap kepergian mobil yang dinaiki Gio dan Vanes.

"Pak, ikuti mobil itu ya?" titah Valen pada supir taksi dan sang supir mengangguk paham.

Ternyata mobil yang diikuti Valen berhenti disebuah butik dan itu bukan butik biasa melainkan butik yang menyediakan perlengkapan pernikahan. Valen semakin terheran-heran. Dia pun ikut masuk tanpa diketahui Gio maupun Vanes.

"Sayang, kamu suka yang mana baju pengantinnya?" tanya Gio berhasil membuat Valen membulatkan kedua matanya.

"Em … itu, Mas! Wah kayaknya ini cocok dan pas buat badan aku. Nggak terlalu terbuka juga bagian dadanya," jawab Vanes dengan senang hati.

Valen tidak mau termakan rasa penasarannya kemudian bergegas berdiri di hadapan Gio juga Vanes yang saling tersenyum bahagia. Mereka tentu terkejut dengan kedatangan Valen.

"Bisa jelaskan kenapa kalian memilih gaun pengantin bersama? Vanes … kamu bukannya nggak suka dengan Gio?" tanya Valen menatap dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Valen … maaf! Aku … aku dijodohkan dengan Vanes. Kami akan menikah minggu depan," papar Gio.

"Valen … aku … sebenarnya aku mencintai Gio," sahut Vanes ragu.

Valen mundur seraya menggelengkan kepalanya beberapa kali menatap tidak percaya kedua orang yang dia sayangi itu berkhianat. Memang Vanes selalu bisa mendapatkan apa yang dia mau, termasuk Gio. Pasti orang tua Vanes melakukan semua cara agar Gio mau menikah dengan Vanes, anak dari pimpinan tempat Gio bekerja.

"Kalian …." Valen menggantungkan ucapannya kemudian pergi dari butik tersebut.

Valen pulang dengan isak tangis yang kebetulan diketahui oleh Vanya, sahabatnya yang sengaja berkunjung ke rumah Valen. Namun Valen tidak mempedulikan keberadaan Vanya dan langsung mengunci diri di kamar mandi.

"Valen … buka pintunya! Valen!" teriak Vanya seraya mengetuk pintu beberapa kali

Bukannya membuka pintu dan menjelaskan pada sahabatnya itu, Valen semakin menenggelamkan kepalanya diantara kedua kaki yang sedang dia peluk. Cairan bening tidak hentinya keluar dari matanya.

"Aku wanita yang nggak berguna … aku mau mati dan menemui kedua orang tuaku! Aku mau bertanya pada mereka, kenapa dulu melahirkanku tapi mereka membiarkan aku hidup menderita sendiri di dunia ini? Dan … bagaimana dengan nasib anakku ini? Apa dia akan mendapatkan takdir yang sama denganku?"

Setelah beberapa saat, Valen menguatkan diri untuk berdiri. Langkahnya sangat berat serta sempoyongan. Kram dan kesemutan di kakinya tidak dia rasa sama sekali. Matanya yang merah sedang mencari sesuatu yang berguna untuk mengakhiri hidupnya itu.

Namun, tubuhnya tiba-tiba terpaku saat matanya menatap pantulan diri dicermin. Valen yang begitu cantik dengan rambut pirang sedikit bergelombang dan kulit sawo matang yang jadi incaran banyak laki-laki, kini menjadi Valen yang menyedihkan, itulah yang dia pikirkan. Sudut bibirnya menyungging membentuk sebuah lesung pipi. Dia menertawakan dirinya yang tampak buruk di depan cermin itu.

"Kamu bodoh percaya begitu saja dengan ucapan Gio! Bawa serta mati anak yang ada dalam perutmu ini. Dia hanya akan jadi pembawa sial untukmu. Ditambah kamu bukalah gadis perawan lagi, jadi tidak mungkin ada laki-laki yang mau denganmu, Valen." Napasnya terengah-engah menahan amarah.

"Sebaiknya kamu memang mati sekarang juga, arghh …!" Valen mengayunkan tangannya ke arah cermin, tetapi tenaganya yang lemah tidak membuat cermin itu pecah begitu saja. Dia pun kembali terduduk memeluk lutut.

Rambutnya berantakan, tubuhnya berkeringat dingin dan matanya memerah juga bengkak karena menangis terlalu lama. Gadis itu benar-benar terlihat tidak berdaya sama sekali saat ini.

Valen pun teringat akan kejadian dua bulan lalu saat dimana dirinya dan Gio berencana memadu kasih demi mendapatkan restu. Pandangan matanya menerawang kosong ke arah depan tanpa berkedip.

"Aku takut hamil sebelum kita menikah dan aku takut nggak bisa merawat anak kita dengan baik. Kamu juga tau Mama kamu belum merestui kita."

"Tenanglah! Hal yang bagus kalau kamu hamil. Mama pasti akan langsung merestui hubungan kita. Nikmatilah! Semuanya akan baik-baik saja. Kamu milikku malam ini."

"Valen!" Panggil Vanya setelah pintu berhasil terbuka dengan bantuan pemadam kebakaran. Valen menatap Vanya dengan raut wajah yang lemah. Vanya langsung memeluk Valen. "Its okay! Semuanya akan baik-baik saja!" ucap Vanya, tetapi Valen malah pingsan.

***

Satu Minggu kemudian, kini Valen berada di depan pintu utama sebuah gedung pernikahan yang sangat mewah. Sebelum dia memasuki gedung itu, diliriknya sebuah foto berukuran besar sedang terpampang di depan pintu masuk.

Dua orang dalam foto itu sedang tersenyum menunjukkan betapa bahagianya mereka berdua. Foto itu adalah foto dua orang yang sangat dia kenal dan dia sayangi, tetapi dulu. Valen hanya menyunggingkan sudut bibirnya menatap foto tersebut.

Valen tahu kabar dan tempat pernikahan Gio juga Vanes dari Vanya karena beberapa karyawan di tempat Vanya bekerja mendapatkan undangan. Walaupun Vanya melarang Valen datang, tetapi Valen tetap memaksa karena dia harus menunjukkan bahwa Valen baik-baik saja tanpa Gio.

"Wah … kalian manis sekali," ucap Valen di hadapan foto itu.

"Cium … cium … cium!" Teriakan para tamu undangan itu membuat telinga Valen terasa ditusuk oleh ribuan jarum saking tidak sukanya dengan kata-kata yang terlontar dari para tamu undangan tersebut.

Terlihat tanpa ragu, seorang Sergio meraih tengkuk Vanes dan mencium bibir wanita yang telah menjadi pendamping hidupnya. Suara tepuk tangan yang amat sangat meriah pun kembali terdengar. Ricuhnya suasana di gedung itu semakin menjadi saat mempelai wanita melemparkan bunga pengantin. Melihat itu semua, lagi-lagi Valen hanya menyunggingkan bibirnya.

"Tidak akan ada Valen yang dulu, yang lemah, yang mudah ditipu dan diatur oleh orang-orang bermuka dua seperti kalian. Valen yang sekarang adalah Valen yang kuat, yang mampu menghadapi kesakitan dari manusia yang tidak bertanggung jawab. Gio, kamu pasti akan menyesal, ini sumpahku!" Valen bermonolog sendiri, tanpa didengar oleh orang lain.

Valen berjalan perlahan dan langsung meraih segelas jus jeruk yang waiters bawa kemudian meneguknya dengan sorot mata yang tidak lepas dari arah pelaminan. Gio ternyata menyadari kehadirannya dan menunjukkan wajah terkejut. Valen pun mengangkat gelas yang dia pegang, lalu kembali meneguknya dan mengukir senyum jahat ke arah Gio.

Valen melangkah lagi, kali ini menuju pelaminan. Tempat dimana mantan kekasih sahabatnya sendiri bersanding dengan gaun pengantin yang begitu indah. Gio dan Vanes sangat gugup melihat Valen berjalan semakin mendekati mereka berdua.

"Ck, santai! Aku nggak akan ngapa-ngapain. Aku cuma mau kasih ucapan selamat sama makan gratis aja," ucap Valen dengan senyum nanar.

"Tolong … jangan rusak kebahagiaan kami! Aku akan mengirimkan uang ke rekening kamu sekarang juga, Val. Setelah itu, jangan pernah muncul di hadapan kami berdua," ucap Gio terlihat meraih ponselnya dari saku celana, wajahnya tampak was-was.

"Ck, nggak perlu! Kamu pikir aku kesini untuk minta belas kasihmu? Aku bilang aku mau kasih ucapan selamat, gitu aja!" Tanpa Valen duga, dua orang pria tinggi dan tegap menghampirinya. Langsung mencekal kedua pergelangan tangannya. Tentu saja itu pasti bodyguard Vanes.

"Jangan sentuh aku!" ucap Valen melotot menatap tajam dua orang bodyguard pria tersebut. "Aku bisa pergi sendiri karena kakiku masih sangat kuat untuk melangkah." Valen menepis kasar, hingga tangannya terlepas.

"Pergilah! Kamu bukan tamu di pesta ini!" ujar Vanes sinis.

"Ingat baik-baik! Karma itu ada. Semoga kalian segera mendapatkan karma itu!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status