Share

bab 4

Author: Mariahlia
last update Last Updated: 2025-03-14 16:12:31

Setelah melakukan tindakan bodoh tadi, Anandita langsung berlalu pergi dari tempat itu. Sungguh rasanya dadanya terasa sangat sesak sekali. Berhadapan dengan Nayaka benar-benar membuatnya tak sanggup. Dirinya sangat mencintai pria itu. Bagaimana pun, seluruh hatinya masih terlalu pada pria itu. Namun, memaafkan dan kembali pada Nayaka, bukan juga pilihannya. Anandita tak mentolerir tindakan perselingkuhan yang telah Nayaka buat.

Apalagi saat kebohongan demi kebohongan terkuak, membuat Anandita semakin merasa kecewa dan sakit hati.

Perkataan manis dan janji manis Nayaka hanyalah bualan pria itu semata. Nyatanya Nayaka berbohong. Nayaka benar-benar pandai sekali memanipulasi semua ini.

Dan kini Nayaka benar-benar mampu membuat hidup Anandita hancur lebur.

Bahkan, Anandita sampai hampir tidak percaya lagi dengan yang namanya cinta. Penghianatan yang di lakukan oleh Nayaka memberikan luka yang paling dalam di dalam hidupnya.

Anandita menekan dadanya yang terasa sesak. Bukan hanya dadanya yang sakit, tapi kepalanya juga terasa sangat pening. Dirinya tak tau minuman apa yang saat ini di rasakan olehnya adalah pening yang melanda hebat.

Anandita bahkan sesekali memijit pelipisnya yang terasa berdenyut, bahkan pandangannya hampir mengabur. Namun, Anandita berusaha keras untuk tetap sadar sampai dirinya sampai di rumah.

Jangan sampai dirinya jatuh pingsan di tempat seperti ini.

Bisa jadi suatu hal yang buruk akan terjadi padanya.

"Ayolah Dita, kamu pasti kuat." Anandita terus meyakinkan dirinya, mencoba menahan rasa pusing yang melandanya.

"Huuuuf" berulangkali menarik nafas dan membuangnya, namun sial, pusing itu semakin menderanya. Dan Anandita tidak dapat menahannya.

Tangannya yang akan membuka pintu mobil miliknya itu melemah, dirinya hampir jatuh di sana, namun seseorang langsung menahannya.

Sayup-sayup Anandita menatap wajah seorang pria yang merengkuh tubuhnya, hingga kesadarannya mulai menghilang, dan Anandita jatuh di pelukan pria itu.

"Cckk, anak kecil main ke club', kayak gini lah" Daniel mendengus, menatap adiknya yang sudah teler, mungkin saja adiknya itu tak sengaja minum minuman yang memiliki kadar alkohol. Terlebih Anandita tak pernah meminum minuman seperti itu.

Daniel melihat semuanya tadi. Dan beruntung ada di club' itu. Jika tidak mungkin adiknya dalam bahaya.

Daniel langsung menyusul Anandita, karena takut hal-hal yang tidak di inginkan terjadi. Dan terlebih dirinya melihat Nayaka yang berlari mengejar adiknya. Tak akan Daniel biarkan Nayaka kembali menyakiti adiknya.

Daniel mengangkat tubuh mungil itu, lalu memasukkannya ke dalam mobil milik Anandita setelah supirnya mengambil kunci yang sempat terjatuh tadi di tas Anandita. Supir juga membukakan pintu mobil itu.

“Pak Jupri bawa saja mobil saya.” Ucap Daniel.

"Siap, mas. Tapi, mau di bawa ke apartemen apa ke rumah tuan besar?"

"Ke rumah ayah saja. Saya juga mau menginap di sana. Jika pak Jupri ingin ikut menginap tak masalah." Ucap Daniel dan langsung masuk di dalam mobil. Dirinya memang selalu membawa supir yang tinggal di apartemennya juga. Pak Jupri senantiasa setiap hari menemani Daniel kemanapun pria itu pergi.

Setelah memastikan tuan muda dan nona mudanya pergi, pak Jupri langsung melesat menuju mobil milik Daniel.

Di dalam mobil itu, Daniel menatap dari kaca wajah adiknya yang terkulai di bangku kursi penumpang. Daniel menghela nafasnya berat.

“Andai dulu Abang tidak membawa Nayaka bertemu denganmu, mungkin kamu tidak akan pernah merasakan sakit hati sedalam ini, dek. Maafkan Abangmu ini.” Daniel lalu menggeram, tangannya bahkan mencengkram setir mobil dengan kencang, matanya menyorot tajam ke depan jalanan sana.

“Aku pastikan kau akan mendapatkan balasannya, Nayaka... Aku sendiri yang akan menghancurkanmu”

Sedangkan di depan club', Nayaka di hadanb oleh Ziren. Wanita itu yang tadi sebelumnya sudah tau kalau Anandita di bawa oleh abangnya langsung menghentikan langkah kaki Nayaka, Ziren tak akan membiarkan Nayaka mengusik Anandita lagi. Dirinya tak mau melihat temannya itu sakit hati terus menerus.

"Minggir!" Sentak Nayaka, matanya menyorot tajam pada Ziren.

Ziren tersenyum tipis, tangannya di letakkan di silangkan di depan dada. "Gue nggak mau minggir. Elo yang pergi sana! Jangan ganggu Dita lagi, karena elo pembawa luka bagi Dita."

"Elo nggak tau apa-apa! Jadi jangan ngomong sembarangan! Minggir, gue bilang minggir! Gue mau cari Dita." Pekik Nayaka.

Ziren tak putus asa. Dirinya tetap menahan Nayaka, "gue nggak bakalan biarin Dita ketemu sama pria sialan kayak elo lagi. Cukup sakiti Dita, dan pergi yang jauh dari hidupnya!"

Nayaka menarik satu sudut bibirnya ke atas, menciptakan sebuah senyuman miring. "Siapa elo ngatur-ngatur gue?"

Ziren terkesiap, dirinya tidak bisa berkata-kata.

"Elo bukan nyokap gue! Bukan bokap gue juga. Jangan sibuk urusi urusan orang lain. Urusi hidup elo yang hancur berantakan itu." Ucap Nayaka dingin dan hal itu mampu membuat hati Ziren langsung teremas hebat. Dirinya malah mengingat pernikahannya yang hancur.  Dan memang hidupnya seberantakan itu sekarang.

Nayaka menipiskan bibirnya. "Dan gue peringati sama elo, jangan pernah ajak-ajak Dita kayak gini lagi. Gue tau lo hancur! Tapi nggak perlu ajak Dita yang lurus." Setelah mengatakan itu, Nayaka langsung berlalu pergi, tak peduli dengan Ziren lagi.

Ziren berteriak kesal. "Sialan Nayaka! Gue nggak biarin elo nyakitin sahabat gue lagi?!" Pekik Ziren marah.

Nayaka terus berlari, matanya menyapu menatap sekeliling halaman club' yang luas itu. Tapi dirinya tidak menemukan keberadaan Anandita. Mau menghubungi wanita itu percuma, karena nomor wanita itu sudah tidak aktif lagi, dan Nayaka sudah menduganya, Anandita akan benar-benar tak mau berkomunikasi dengannya lagi.

Nayaka kalut, apalagi ini tempat yang seperti ini, dirinya sangat takut terjadi sesuatu dengan Anandita, membayangkan mantan istrinya yang cantik mengenakan gaun yang sedikit terbuka, dan banyak pria hidung belang yang berseliweran di tempat itu, sungguh Nayaka kelimpungan. Dirinya tak mau hal terburuk itu sampai terjadi.

Anandita wanita cantik itu tak mungkin bisa lolos jika sudah tertangkap oleh salah satu di antara mereka.

"Shit"

Nayaka mengumpat kasar, dirinya bahkan berlari kesana kemari mencari keberadaan Anandita, namun sial sekali, dirinya tidak menemukan keberadaannya.

Sesaat, Nayaka teringat sesuatu. Dirinya langsung merogoh saku celananya dan mengambil ponselnya, lalu mendiel nomor seseorang.

Tidak membutuhkan waktu yang lama, nomor Nayaka langsung di angkat oleh seseorang yang ada di sana.

"Hallo den"

"Hallo Bi Ina, bi Ina apa ada lihat Dita pulang?" Tanya Nayaka harap-harap cemas.

"Non Dita? Kayaknya belum deh, soalnya tadi pergi naik mobil sendiri."

Nayaka mengusap wajahnya kasar mendengar jawaban pembantu yang bekerja di rumah Anandita itu. Sungguh hatinya tidak tenang kalau begini.

"Yaudah bik, saya tutup dulu, saya mau–"

"Eh itu non Dita-nya pulang, den. Eh, di gendong sama tuan muda Daniel." Kata bi Ina, lalu suara panggilan Daniel yang memanggil wanita paruh baya itu terdengar.

"Maaf den, kalau Aden mau tanya-tanya tentang non Dita, nanti saja ya, saya sudah di panggil sama tuan Daniel."

"Eh iya bi. Yaudah, terimakasih ya infonya."

"Sama-sama den"

Panggilan itu terputus, dan Nayaka bisa bernafas lega, walaupun dirinya tidak bisa ngobrol dengan Anandita, tapi setidaknya dirinya bisa mendengar jika mantan istrinya itu dalam keadaan baik-baik saja sampai di rumah dengan selamat.

Nayaka melangkahkan kakinya menuju ke parkiran tempat mobilnya di parkirkan, dirinya tak minat lagi masuk ke dalam sana. Dirinya lebih baik pulang dan tidur. Kepalanya sudah terasa amat pening, dan tubuhnya sudah cukup lelah, apalagi besok dirinya harus pergi bekerja juga.

Di rumah Arthur....

"Ya ampun, non Dita kenapa tuan Daniel?" Tanya bi Ina cemas.

"Dia mabuk. Bibi ambilkan air hangat terus bersihkan badan Dita, dan ganti bajunya ya, bi" ucap Daniel sambil menggendong Dita.

"Eh baik tuan muda."

Setelah mengataka itu Daniel langsung bergegas membawa adiknya ke kamar milik Dita. Sedangkan Bi Ina langsung ke dapur untuk menyiapkan apa yang di perintahkan oleh Daniel.

Di dalam kamar, Daniel meletakkan Dita dengan perlahan di atas ranjang sana,

Cup

"Jangan sedih-sedih lagi, Abang akan berikan pelajaran buat mereka yang menyakiti kamu" ucap Daniel setelah mengecup kening adiknya, lalu bergegas keluar dari dalam kamar itu.

*

*

Mulai malam ini, Nayaka kembali ke apartemennya. Apartemen yang sudah satu tahun lalu tak di tempati olehnya. Semenjak dirinya menikah dan tinggal di rumah yang di belinya untuk dirinya dan Anandita.

Kembali ke rumah itu, rasanya Nayaka tak sanggup, sebab semua memori kenangan dirinya bersama dengan Anandita memenuhi setiap sudut rumah mewah itu.

Dan Nayaka tak kuasa menahan itu. Dirinya bisa gila jika seperti itu terus-menerus. Dirinya memang tidak bisa melupakan Anandita, namun melihat rumah banyak kenangan indah itu juga tak baik untuk kesehatan Nayaka.

Nayaka menidurkan dirinya di atas ranjang empuk itu. Benar-benar empuk dan siapa saja yang tidur di sana akan merasakan kenyamanan yang luar biasa. Namun berbeda dengan Nayaka, dirinya sama sekali tidak merasakan itu.

Baginya tidur berdua bersama Anandita lebih nyaman dan dirinya mendapatkan ketenangan tersendiri.

Nayaka mengambil sebuah bingkai foto yang ada di atas nakas sana, foto Anandita yang sedang tersenyum lebar saat mengenakan seragam sekolah, sungguh sangat cantik, dan mampu memikat hati Nayaka yang tak pernah tertarik dengan wanita manapun sebelumnya.

Cup

Nayaka bajkanmengecup foto itu, lalu memeluknya dengan erat, rasanya sangat rindu sekali, sudah seminggu dirinya tidak tidur dengan pelukan hangat itu.

"Mas kangen banget sama kamu, sayang. Kapan kita bisa bersama lagi? Mas mau kita sama-sama kayak dulu. Setiap malam ad kamu di samping, mas."

Nayaka memejamkan kedua matanya merasakan sesak yang luar biasa hebat di dalam dadanya sana. Lalu, bulir bening menetes di pipinya, sungguh tak ada yang pernah melihat seorang Nayaka menangis. Dan baru pertama kalinya seorang Nayaka menangis dan alasannya seorang wanita.

Nayaka sangat mencintai Anandita, namun siapa sangka mereka harus di paksa berpisah seperti ini.

"Mas janji, mas akan bawa kamu ke dalam dekapan mas lagi"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mengejar Cinta Mantan Istriku   bab 55

    Udara di dalam bangunan tua itu mendadak berubah—lebih pekat, lebih berat, seperti mengandung ancaman. Semua terdiam. Suara Bara di luar menggema, mengguncang dinding berlumut.Anandita menggenggam ujung kursi, jantungnya berdebar tak terkendali.“Dia… dia akan membakar tempat ini?” suaranya parau.Lazarus tidak menjawab segera. Ia menatap pintu seolah sedang menghitung waktu, lalu menoleh pada Nayaka.“Bawa gadis itu ke ruang bawah. Sekarang.”“Tapi, Guru—”“Sekarang!”Nada perintah Lazarus tak bisa ditawar. Nayaka meraih tangan Anandita, menyeretnya ke arah pintu kecil di belakang ruangan. Anandita melangkah tergesa meski tubuhnya gemetar.Sementara itu, Lazarus berjalan menuju jendela retak. Ia membuka sedikit tirai lusuh dan melihat sosok Bara di halaman—bersama belasan orang bersenjata. Bara berdiri di depan, masih mengasah pisaunya sambil tertawa kecil.“Lama tak jumpa, Lazarus,” Bara berteriak. “Kau makin tua… tapi masih suka bersembunyi seperti tikus.”Lazarus menarik napas pa

  • Mengejar Cinta Mantan Istriku   bab 54

    Udara di dalam bangunan itu terasa lebih berat daripada udara hutan di luar. Dindingnya berlumut, namun lantainya bersih—terlalu bersih untuk sebuah tempat yang tampak terbengkalai. Anandita memperhatikan setiap detail dengan gugup: kamera kecil di sudut ruangan, sensor gerak di pintu masuk, bahkan deru samar mesin di bawah lantai. Tempat ini mungkin tua, tapi orang yang mengelolanya… punya uang dan tujuan jelas.Lazarus duduk di kursi tua, menatap mereka. Sorot matanya membuat Anandita merasa telanjang, seolah orang ini bisa membaca semua rahasia yang ia simpan bahkan yang ia sendiri tak tahu.“Kau… Lazarus?” suara Anandita bergetar. “Ayahku… pernah menyebut nama itu. Dulu. Bertahun-tahun lalu. Tapi… kupikir kau sudah mati.”Lazarus tersenyum tipis. “Bagi dunia, iya. Kematian terkadang… pilihan terbaik untuk tetap hidup.”Anandita mengerutkan kening. “Apa maksudmu?”Nayaka berdiri di samping Lazarus, menunduk hormat. “Dia bukan orang biasa, Dita. Lazarus adalah pendiri Meja Tiga Bela

  • Mengejar Cinta Mantan Istriku   bab 53

    Suara sirene pemadam kebakaran meraung di kejauhan, tapi api di rumah keluarga Arthur terus melahap kayu dan dinding seolah tak ingin berhenti. Langit yang tadinya kelabu kini dipenuhi asap pekat. Di kejauhan, beberapa warga hanya berani menonton dari balik pagar. Tidak ada yang mendekat. Mereka tahu—rumah keluarga Arthur bukan sekadar rumah. Itu sarang para pemain besar. Tempat di mana kesalahan kecil bisa berarti hilangnya nyawa. Arthur masih tergeletak di lantai. Bau kayu terbakar, kain yang hangus, dan hawa panas mulai menyesakkan paru-parunya. Tapi mata tua itu tetap menatap pada satu titik: brankas yang kini terbuka setengah, terungkap di balik lukisan tua yang jatuh. Brankas itu bukan sembarang brankas. Di dindingnya terukir simbol aneh—lingkaran dengan tiga garis menyilang. Simbol itu hanya dikenal oleh segelintir orang: mereka yang pernah duduk di meja rahasia, membagi kekuasaan di balik bayang-bayang kota. Arthur merangkak perlahan, jarinya berusaha meraih tuas branka

  • Mengejar Cinta Mantan Istriku   bab 52

    Pagi itu datang tanpa embusan angin, seolah langit pun menahan napas. Hujan tak kunjung turun meski awan kelabu menebal seperti lapisan abu. Rumah keluarga Arthur masih berdiri megah, namun pagi ini terasa berbeda. Dingin. Sepi. Terlalu tenang untuk sebuah tempat yang sedang diawasi.Anandita terbangun lebih awal dari biasanya. Matanya sembab, namun ada api kecil yang berkobar di balik tatapan letihnya. Semalam, ia mendengar kenyataan yang seharusnya tak pernah terucap. Suara ayahnya... rekaman yang membuktikan keterlibatannya dalam sesuatu yang gelap dan mengerikan.Dia duduk diam di tepi ranjang, tangan meremas selimut, hatinya bergetar hebat.“Ayahku… benar-benar menyembunyikan sesuatu sebesar itu dariku?”Sementara itu, di kamar sebelah, Nayaka sudah berpakaian rapi. Kemeja hitam, jam tangan taktis di pergelangan, dan ekspresi yang sama sekali tidak bisa ditebak. Ia memeriksa kembali senjata kecil yang diselipkan di dalam jaket. Tak seperti biasanya, pagi ini ia tidak menggoda ata

  • Mengejar Cinta Mantan Istriku   bab 51

    Langit mendung menggantung di atas kota, seolah menjadi pertanda bahwa badai besar akan segera datang. Di dalam rumah keluarga Arthur, ketegangan belum juga surut. Anandita hanya bisa mengaduk-aduk sup di hadapannya tanpa niat untuk memakannya. Sementara Nayaka, dengan gaya santainya, terus menggoda dan mengganggunya, seolah-olah tak terjadi apa pun.Namun di balik senyum jahil Nayaka, ada ketegasan yang tak bisa dilihat oleh mata biasa. Ia tengah mempertahankan posisinya. Ia tidak main-main. Pria itu tahu betul bahwa permainan ini melibatkan risiko besar. Termasuk ancaman terhadap nyawanya sendiri.Sore itu, di ruang kerja Arthur, pria paruh baya itu masih duduk di balik meja besar kayu jatinya. Napasnya berat. Tangannya menggenggam erat sebuah amplop coklat yang sudah kusut karena terlalu sering diremas. Isinya bukan main—hasil rekam medis, laporan investigasi, dan foto-foto lawas yang seharusnya tak pernah muncul kembali ke permukaan.Rahasia itu… seharusnya telah terkubur.Namun N

  • Mengejar Cinta Mantan Istriku   bab 50

    Arthur menggeram penuh amarah. Dadanya bergemuruh oleh rasa kesal melihat Nayaka dengan berani bermesraan di depan matanya bersama putri kesayangannya. Niat hati ingin menghancurkan hubungan mereka, namun takdir justru berbalik menamparnya. Nayaka ternyata telah mengetahui rahasia kelam yang selama ini ia sembunyikan rapat-rapat. Kini, Arthur tak bisa lagi semena-mena melarang Anandita menjalin hubungan dengan Nayaka. Ia terjebak dalam permainan yang diciptakannya sendiri. "Sayang, suapin dong, aku mau anggurnya." Kata Nayaka manja. Arthur rasanya ingin membanting sendok yang ada di tangannya itu melihat kemesraan keduanya Sedangkan Anandita meringis, ia jadi malu melihat Nayaka seperti itu, "Nay, ada ayah." "Kenapa? Ayah kamu nggak bakalan marah kok. Ayah itu udah baik sama aku," Nayaka lalu menoleh ke arah Arthur. "Benar kan ayah? Ayah udah kasih restu ke aku dan Anandita?" Nayaka menaik turunkan alisnya. Arthur menggeram marah. Ia menghela nafasnya berulangkali untuk mereda

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status