Share

Bab 9

Penulis: Lavinka
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-23 10:38:17

Jakarta menyambutku seperti mantan yang nggak tahu malu—lembab, sesak, dan tetap merasa berhak atas hidupku. Tapi, juga ngangenin.

Begitu kaki menginjak lantai Bandara Soekarno-Hatta, rasanya seperti disentil realita. “Selamat datang kembali, Irene Handoyo,” gumamku dalam hati, pasrah. Liburan kerja yang melelahkan itu baru aja berakhir, dan hidup nyata udah nunggu di tikungan, siap nyekek.

Di pintu kedatangan, sosok yang sudah kutahu pasti akan bikin aku naik darah, muncul dengan pose sok seleb, kacamata hitam, hoodie bolong, dan sikap tengil bawaan lahir.

“Eh, Princess dari kerajaan wedding sudah kembali!” sapa Pras, adikku, dengan suara yang cukup nyaring buat narik perhatian satu terminal. “Gimana, tujuh malam berturut-turut, sempat tidur?”

“Aku tidur sambil jalan, Pras.” Kuhela napas dan menyerahkan koper. “Lo bawa mobil, kan?”

“Bawa, dong. Ya, kali gue ke sini ngesot. Suster ngesot emang gue? Oh, iya. Ngomong-ngomong, Lo ketemu jodoh gak di sono?"

“Lo tau rasanya digebukin satu
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Mengejar Cinta Nona WO    Bab 16

    Jadi, aku hanya mengangguk tipis, “Noted,” jawabku singkat, mencoba menunjukkan ketegasan meski hati masih berdebar-debar.Kututup pintu, berjalan cepat ke lobi apartemen tanpa menoleh lagi. Langkahku terburu-buru, tetapi degup jantungku belum tenang. Rasanya ada sesuatu yang belum terselesaikan.Yang paling menyebalkan? Aku tidak tahu apakah itu karena kesal. Atau, karena kangen juga. Sebuah kemungkinan yang membuatku bingung.***Paginya, aku bangun dengan kepala pening dan punggung pegal. Tidurku tidak nyenyak, efek dari drama mobil mogok malam kemarin, Gasan yang muncul seperti iklan asuransi mendadak, dan ucapan “Gue kangen” yang masih berputar-putar di kepala.Begitu aku keluar kamar dengan niat mencari kopi, yang kutemui adalah adikku.“Pras! Itu telur siapa yang lo goreng sampai gosong begini?” Suaraku terdengar tajam, menunjukkan rasa kesalku.Adikku yang brengsek itu lagi duduk santai di kursi bar dengan hoodie setengah jatuh, main game di HP sambil nendang-nendang kursi. Di

  • Mengejar Cinta Nona WO    Bab 15

    “Irene?” Suaranya samar seperti desiran angin malam, tetapi cukup membuat jantungku berdebar-debar tak karuan. Rasanya seperti baru saja disambar petir—cepat, tak terduga, dan sedikit menyakitkan. Aku merasa terpaku di tempat, kaku seperti patung yang tercengang.Dia mendekat, dengan gaya cool-nya yang khas, payungnya melindungi kita berdua dari gerimis yang mulai turun. “Lo ngapain di sini? Mobil lo mogok?” Suaranya tenang, tetapi ada seutas kekhawatiran yang tersembunyi di balik kata-katanya.Aku menelan ludah, enggan mengakui kelemahanku. Tapi, kenyataan memaksa aku untuk meletakkan egoku sementara.“Yes! Dan sialnya lagi, handphone gue mati. Dan gue kedinginan. Dan lo, jangan berdiri di situ kayak pangeran Disney, bikin semuanya makin absurd.” Aku berusaha terdengar tegas, tapi nada suaraku bergetar karena campuran kedinginan dan rasa frustasi.Dia terkekeh pelan, suaranya seperti selimut hangat di malam yang dingin. "Pangeran Disney? Yang mana? Yang ninggalin cewek abis jam dua b

  • Mengejar Cinta Nona WO    Bab 14

    Nia menyeringai, sudut bibirnya terangkat sebelah, seraya menyambar satu keripik lagi. Matanya menyipit, penuh arti. “Atau jangan-jangan bukan semesta, tapi hati kalian emang harus disatukan, Mbak.” Nada bicaranya terdengar mengejek, tapi di balik itu tersirat sedikit kekhawatiran.Aku melotot, jari telunjuk menunjuk ke arahnya. “Please deh, jangan sok jadi motivator TikTok!” Aku menekankan kata, tubuh sedikit condong ke depan, menunjukkan kekesalanku yang tak tertahankan.Nia tertawa lepas, suaranya nyaring, menggelegar di ruangan. “Mbak Irene Handoyo si perfeksionis, baru aja suaranya gemetar kayak wifi lagi buffering,” katanya sambil menahan tawa, bahunya bergetar.Aku mendesah, kepala menggeleng pelan. Oke, mungkin dia benar. Aku mengusap wajahku, merasa frustrasi.“Apaan, sih? Gue cuma lagi kesel aja. Baru juga hidup gue mulai stabil, kerjaan lancar, klien kalem, eh tiba-tiba lo malah bilang tentang dia lagi." Aku mengepalkan tangan, menunjukkan betapa besar kekesalanku.Nia memi

  • Mengejar Cinta Nona WO    Bab 13

    "Deg-degan ya, Mbak," bisik Nia sambil merapikan map di pangkuannya."Gue lebih deg-degan, kalau Ibu tiba-tiba nelpon gue lagi," balasku, sambil menekan bel dan menarik napas.Siang ini, aku dan Nia baru aja sampai di sebuah rumah besar bercat putih krem di kawasan Menteng. Taman depannya luas, ada patung-patung kecil bergaya klasik, dan pagar otomatis yang bikin kami ngerasa kayak mau meeting sama klien dari kerajaan Inggris. Tapi, nggak. Ini rumah Bu Nirmala, klien kaya raya yang akan menikahkan anaknya bulan depan.Yang buka pintu adalah seorang perempuan paruh baya bersanggul rapi dengan senyum tipis. "Silakan masuk, Mbak Irene, Mbak Nia. Ibu Nirmala sudah menunggu."Kami lalu dibawa masuk ke dalam rumah, duduk di ruang tamu yang dinginnya bisa nyimpen es krim. Tak lama, Bu Nirmala muncul bersama sepasang muda-mudi, anak perempuannya, Kania, dan calon suaminya. Kania tampil sederhana dengan blouse putih dan celana kulot, sementara Andra memakai batik dan ekspresinya agak kaku—miri

  • Mengejar Cinta Nona WO    Bab 12

    Aku hampir pura-pura jadi orang lain. Tapi, ya sudahlah. Aku maju, pelan-pelan, sambil berharap bumi terbuka dan menelanku sebelum aku sampai di hadapannya.“Hai, aku Dio,” katanya dengan senyum super percaya diri. “Tadi, Ibu kamu bilang kamu suka bunga, jadi aku beliin yang paling gede. Katanya cewek suka yang heboh-heboh.”Aku nyengir kaku. “Heboh, sih. Tapi, ini udah kayak mau grand opening supermarket.”Aku melirik sekitar, dan saat itu juga aku melihat beberapa staf di dalam kantor udah mulai ngintip dari balik tirai, beberapa bahkan ngerekam. Satu orang, sumpah demi kopi tubruk, kedengaran bicara, “MBAK iRENE DILAMAR KAYAKNYA!”Sialnya, pria di depanku mendengar hingga bibirnya mengulas senyum begitu lebar. “Aku antar kamu pulang, ya? Biar sekalian kita ngobrol-ngobrol. Aku udah siapin topik!”Aku menatap buket di tangannya, lalu menatap wajahnya yang mirip Reza versi fanmade. Dan untuk sesaat, aku serius mempertimbangkan pindah domisili ke luar negeri.Dengan sangat terpaksa ak

  • Mengejar Cinta Nona WO    Bab 11

    Begitu pintu apartemen tertutup, aku langsung melempar tas ke sofa dan berdiri di tengah ruang tamu sambil menghela napas panjang. Pras yang lagi duduk di lantai sambil main game cuma melirik sekilas.“Dapet pencerahan dari calon suami masa depan?” tanyanya tanpa niat membantu.“Dia manggil gue Ma Irene,” jawabku datar.Pras tertawa sampai miring. “Wah, mantap, tuh. Udah kayak ratu kerajaan Majapahit.”Aku mengabaikan dia dan langsung ambil ponsel. Ku-dial nomor Ibu dengan tak sabar. Begitu tersambung, suara Ibu terdengar ceria banget. “Gimanaaa? Seru, kan? Alvino itu anaknya baik banget loh, rajin ngurus tanaman, suka olahraga--"“Bu!” potongku cepat. “Dia bawa foto bonsai ke kafe dan ngajak aku ke rumah buat kenalan sama bonsai dari Jepang yang namanya Katsuro!”“Bukannya kamu suka tanaman, Ren? bagus, dong. Kalian cocok," kata beliau dengan gampangnya.Aku ingin menangis sekarang. “Tapi, aku sukanya tanaman mati dalam pot kecil, bukan bonsai harga ratusan juta! Dan satu lagi, Bu. D

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status