Share

Sebuah Rencana

last update Last Updated: 2025-05-22 10:20:56

"POKOKNYA MULAI HARI INI KITA PUTUS!" Qiana dengan suara yang menggema, begitu keras dan penuh emosi. Matanya yang memerah menatap tajam ke arah Vero, seolah ingin menghabisi pemuda itu. "Dan jangan pernah muncul di hadapanku lagi, SELAMANYA!"

Vero, dengan wajah penuh angkuh menangkap lengan Qiana sebelum dia bisa pergi. Tangannya yang memegang erat pergelangan tangan Qiana, mencoba menahannya dengan sedikit paksaan. "Kamu akan menyesalinya!" suaranya parau, namun ada nada penuh intimidasi di sana. "Aku tahu kamu gak bisa hidup tanpaku! Kamu butuh aku, Qiana!"

"CUIH!" Qiana meludah dengan jijik, menepis tangan Vero dengan keras, seolah seluruh tubuhnya bergetar karena amarah dan sakit hati yang mendalam. "Jangan mimpi, brengsek!" Dengan satu dorongan penuh kemarahan, dia melepaskan diri dari Vero dan segera berbalik, berlari keluar dari kosan itu, meninggalkan pria yang dulu dia percayai sepenuh hati.

Langkah kaki Qiana tergesa-gesa, seperti ingin menghindar dari kenyataan yang sangat menyakitkan. Namun seiring berjalannya waktu, jantungnya yang berdetak keras tak mampu meredam perasaan hancur yang menguasainya.

Semua yang dia harapkan, impiannya, dan bahkan cinta yang dia percayakan pada Vero, kini hancur lebur dalam sekejap. Tak ada lagi kata yang bisa menenangkan dirinya. Cinta yang dia rawat selama ini ternyata hanyalah sebuah kebohongan besar.

"Dasar Vero brengsek!" Qiana hampir berteriak sekuat tenaga, suara tangisnya tertahan di tenggorokan. "BRENGSEEEK!"

Dia terus berjalan, atau lebih tepatnya berlari, tanpa arah, seakan-akan ingin meninggalkan seluruh dunia yang telah dia kenal. Wajahnya basah, bukan hanya karena hujan yang tiba-tiba turun deras, tapi juga karena air mata yang tak bisa dia tahan lagi.

Dia menatap kosong ke depan, namun pikirannya kembali melayang pada Vero, dan segala kenangan manis yang kini terasa seperti racun untuknya. Hatinya berantakan, dan dia merasa seperti orang yang terperangkap dalam kebohongan yang tak pernah dia duga sebelumnya.

Dia terjatuh di trotoar, merasakan seluruh tubuhnya lemas, dan akhirnya menangis dengan suara tertahan. "Kenapa... kenapa kamu ngelakuin ini ke aku, Vero?" suara Qiana begitu lirih.

"Kenapa kamu tega selingkuh dariku hanya karena alasan konyol itu?" Perempuan itu masih menangis. "Bagaimana aku bilang ke Mama dan Papa? Bagaimana aku harus kasih tau mereka soal pernikahan kita yang batal?"

"Gimana caranya, Vero? Gimana?" Tangis Qiana semakin pecah. Lebur bersama air hujan yang semakin deras menerpa tubuhnya. Dalam 23 tahun hidupnya, baru kali ini Qiana merasa hancur sehancur-hancurnya.

***

"Pa, Qia kok belum pulang ya? Ini udah lewat jam 10 loh. Gak biasanya dia seperti ini?" Dengan perasaan gelisah, Bu Wijaya berjalan mondar-mandir di area ruang tamu. Sesekali matanya melirik ke arah layar ponselnya, memperhatikan pukul berapa sekarang ini. "Mama khawatir ama Qiana, Pa. Gak tau kenapa perasaan Mama gak enak."

"Ma, kan tadi Qia bilang mau ketemu sama Vero buat urus undangan. Jadi mungkin dia masih di sana. Dan mungkin masih ada banyak hal yang harus dia urus?"

Bu Wijaya langsung berdecak usai mendengar ucapan suaminya. Belum lagi nada santai yang keluar dari bibir sang suami yang makin membuat wanita paruh baya itu sedikit emosi. "Qia itu mesti selalu kasih kabar biarpun sama Vero, Pa. Lah ini— ngasih kabar enggak, ponselnya mati, dan Vero... dia juga gak bisa dihubungi, Pa. Mana bisa Mama gak khawatir."

"Udah tenang aja, Mama. Qia kan juga sudah besar. Dia pasti bisa jaga diri."

Bu Wijaya mengerucutkan bibirnya. Jengkel dengan kelakuan suaminya yang terlalu santai. "Papa ini! Kan Mama—"

Kleeek!

Belum selesai bicara, terdengar suara pintu yang terbuka. Selang beberapa detik, muncul Qiana dengan kondisi yang cukup memprihatinkan. Badannya basah juga mata sembab dan merah.

"Astaga, Qia..." Kedua orang tuanya langsung menghampiri sang putri dengan raut khawatir.

"Kamu kenapa Nak? Kok hujan-hujanan gini?" tanya Bu Wijaya sambil menyentuh pipi putrinya.

"Ada apa Qia? Mana Vero? Dia gak nganterin kamu?" sambung Pak Wijaya yang sesekali menengok ke depan halaman untuk memastikan sesuatu.

Tapi Qiana tak menjawab. Dia hanya menatap mamanya sejenak—dan kemudian pecah. Tangisnya tumpah seketika, lalu dia merosot ke pelukan Bu Wijaya.

“Mama… Vero selingkuh, Ma…” isaknya dalam-dalam, tubuhnya bergetar.

Beberapa menit kemudian, Qiana muncul dari kamar dengan pakaian bersih dan rambut yang masih basah menggantung di bahunya. Ia tampak lelah namun jauh lebih baik daripada sebelumnya.

Di meja makan, secangkir teh hangat sudah menunggunya. Bu Wijaya duduk di sampingnya sambil terus menatap wajah putrinya, sementara Pak Wijaya berdiri dengan tangan bertaut di dada, ekspresinya gelap.

“Sekarang ceritain semuanya ya, Nak!” kata Bu Wijaya lembut, menyentuh tangan Qiana.

Qiana menarik napas panjang. Matanya masih sembab, tapi suaranya mulai stabil.

“Tadi… aku ke kosannya Vero, Ma, Pa,” katanya lirih. “Tapi pas aku buka pintu… aku nemuin dia lagi berhubungan badan sama cewek lain. Dan— dan parahnya cewek itu temen Qia sendiri, Ma.”

Suasana seketika sunyi. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar.

"Parahnya, mereka deket udah lama. Dan alasan yang buat Vero selingkuh makin bikin aku patah hati, Ma..."

Bu Wijaya ikut berkacs-kaca mendengar cerita anaknya. Ia langsung memberikan pelukan penenang agar putrinya kuat dan sabar.

Pak Wijaya menggebrak meja. “Kurang ajar!” bentaknya. “Anak setan! Berani-beraninya dia permainkan anak Papa kayak begini!”

“Pa—” Bu Wijaya buru-buru menenangkan.

“Udah cukup! Besok Papa datengin dia! Biar dia tahu rasanya dipermalukan di depan orang tuanya sendiri!” Pak Wijaya tampak murka. Emosinya sudah di atas kepala hingga wajahnya memerah. "Kurang ajar sekali sudah membuat anak Papa satu-satunya sedih seperti ini."

“PA!! Jangan gegabah!" Istrinya memberi peringatan.

“Ma, dia harus dikasih pelajaran! Anak laki-laki macam apa yang tega nyakitin hati anak kita kayak gini?! Papa gak terima!” seru Pak Wijaya, matanya nyala penuh amarah.

Qiana menatap ayahnya, suaranya bergetar. “Papa gak perlu buang-buang energi buat ngelabrak dia. Aku udah tampar sama pukul dia kok tadi."

Pak Wijaya terdiam. Nafasnya masih tersengal karena emosi, tapi mata tuanya mulai berkaca-kaca saat menatap putrinya.

“Aku janji aku kuat kok, Pa. Aku bisa lewatin ini semua. Tapi..." Ia menatap kedua orang tuanya bergantian. Ada perasaan sedih dan bersalah yang terpancar di matanya.

"Tapi apa Nak?" tanya Bu Wijaya sambil merapikan rambut putrinya.

"Tapi aku sedih karena Mama dan Papa harus menanggung malu gara-gara pernikahan Qia yang batal," ucap Qiana disela isaknya. "Aku sudah buat malu kalian."

Suasana di meja makan, mendadak jadi hening. Semua larut dalam pikiran masing-masing hingga beberapa waktu. Namun...

"Kamu tidak perlu khawatir, Qia. Papa tau apa yang harus kita lakukan."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   [S2] Ending

    “Hari ini jadwal USG kan, Qiana?” tanya Zayn dan Qiana hanya mengangguk. “Zayn, sepertinya kita harus mulai membiasakan diri menjadi orangtua. Dengan kamu memanggilku Mami, dan aku memanggilku Papi,” terang Qiana membuat Zayn tertawa terpingkal. Jujur saja ada rasa geli. Terlebih malu. Karena tak biasa saling memanggil dengan sebutan itu. “Entah kenapa lidahku seketika kaku ketika memanggil kamu Mami,” ejek Zayn dan Qiana hanya tertawa. Mengingat mereka yang tidak terlalu mementingkan panggilan romantis dalam hubungan. “Bayangkan! Diluar sana nanti kita saling panggil Mami dan Papi!” timpal lagi Qiana membuat keduanya tertawa terbahak-bahak. Qiana dan Zayn memang bukan tipe pasangan yang selalu memamerkan kemesraan di depan umum. Dan panggilan itu dikatakan sangat intim dan terlalu romantis-menurutnya. Tapi, mau bagaimana lagi, karena posisi mereka sudah menjadi orang tua. Tak etis jika anak mereka memanggil nama keduanya bukan? “Sudah! Sudah! Lebih baik kamu siap-siap kare

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   [S2] Persiapan Kejutan

    “Ma, besok kan ulang tahun kak Zayn. Gimana kalau kita bikin kejutan? Aku dengar Zayn bakalan pulang sore, Ma.” Tentu saja mertuanya ini mengangguk setuju. Sehingga mereka menyusun semuanya sedemikian rupa. “Untuk masalah makanan biar Qiana yang masak semuanya, Ma. Enggak apa-apa kok.” Khawatir karena takut menantunya ini kecapean, akhirnya mama Zayn menyetujui hal ini dengan syarat dibantu oleh pembantu lain. Setuju! Semua persiapan dilakukan sedemikian rupa. Bahkan tanpa Qiana sadari Zayn juga sudah menyiapkan sesuatu untuknya. Dia sebetulnya sudah mulai membuka hati pada Qiana karena melihat Qiana yang tengah hamil. Pun tak tega melihat orang yang disayanginya sedih berlarut-larut. Hanya saja dia juga ingin kembali membalas kebaikan Qiana dengan sebuah hadiah kecil. Sehingga kesempatan untuk Zayn dengan muka dinginnya itu untuk menyembunyikan niat dibalik otaknya. Tak terasa semua persiapan sudah selesai. Makanan sudah tertata rapi di meja. Rumah mama Zayn juga sudah dihia

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   [S2] Mencari Bukti

    “Izinkan aku ikut dengan kakak. Aku akan membawa temanku sebagai saksi!” tawar Rheana dan berhasil disetujui.Rheana pun masuk ke dalam mobil, mengambil alih kemudi. Mereka pergi begitu saja. Sesampainya di mall, Qiana keluar lebih dulu. Dan tak lama diikuti Rheana dari belakang. “Aku langsung ke sana ya, Kak. Kakak langsung ke tempat security aja. Dan minta sama mereka untuk diantar ke tempat CCTV,” terang Rheana tiba-tiba.Tepat di pintu masuk utama, mereka berpisah. Rheana pergi ke salon teman dekatnya. Pun Qiana mencari security dan meminta dimana tempat rekaman CCTV berada. Qiana bisa melihat jelas bagaimana kejadian yang sebenarnya terjadi. Seketika rasa ambisius mulai menyelimuti Qiana kala matanya terus memperhatikan monitor yang memutar reka ulang kejadian.“Kak?”Qiana hanya melirik Rheana dengan senyuman. Rheana juga bisa ikut bernafas lega seiring dengan temannya yang ikut mengekor.Bukti sudah Qiana dapatkan. Saksi juga sudah ada di pihak mereka. Berlari berhamburan,

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   [S2] Itu Fitnah, Kak

    “Apa maksud kamu berbuat seperti ini, Qiana?” Qiana kebingungan dengan pertanyaan Zayn. Ia mengambil ponselnya dan melihat ada video Qiana dan Vero tengah berpelukan. Sontak Qiana terkejut, ini semua salah paham. Pasti ada yang mengambing hitamkan hal ini. “Jadi kalian ke mall itu buat ketemuan, hm?” Sesak bukan main. Jasmine dan Clara yang ada di sana mencoba menjelaskan apa yang terjadi. “Tidak! Ini semua salah paham. Kami ada disana dan tahu betul bagaimana kejadian yang sesungguhnya. Qiana tidak melakukan hal itu, dia-” Belum sempat Clara menjelaskan semuanya Zayn memotong penjelasan sahabat Qiana ini. “Kalian semua itu sama aja!” Mama Zayn benar-benar terkejut. Tak menyangka jika menantunya berbuat seperti itu. “Ma! Qiana mohon jangan percaya! Ini semua fitnah. Gak mungkin Qiana lakuin hal ini sama Zayn. Mama percayakan?” Mama Zayn tak bergeming, semua ini tidak seperti settingan. Melihat mimik Qiana yang sama-sama seperti merindukan Vero. “Pergi kamu, Qiana! Aku benar-

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   [S2] Sudah, Kak! Cukup!

    “Kak Zayn sudah cukup. Aku mohon hentikan!” Tak mengindahkannya, Zayn masih bergelut dengan keegoisannya. Ia bahkan sampai melepaskan dasinya begitu saja. Dengan keringat yang mulai bercucuran, Zayn kembali melangkah dengan amarahnya untuk menghampiri Vero kembali. “Sudah, Kak Zayn! Sudah cukup. Aku mohon! Biarkan yang berwenang mengurusi hal ini!” ucap Qiana menarik tangan suaminya. Zayn hanya menatap Qiana penuh tanya. Terlebih murka. Didalam benaknya yang terlintas adalah Qiana membela Vero-lagi. Zayn mulai salah paham, asumsi buruk menghakimi Qiana dalam pikirannya. Tak berselang lama security pun datang beserta pihak mall. Ia meminta maaf atas ketidaknyamanan ini. Mengingat akan Zayn yang ternyata memang anak dari CEO yang tengah berinvestasi dengannya. Ia tidak mau ada pemutusan secara sepihak. “Kalian ini bagaimana, sih? Sudah berulang kali saya katakan jaga istri saya jika ada disini! Hanya itu yang s

  • Mengejar Cinta Suami Dinginku   [S2] Cari Perkara Terus

    Dari siang hingga petang benar-benar Qiana habiskan waktunya bersama sahabatnya. Menjajal satu persatu toko pakaian dan tas. Mereka bertiga membeli apa yang mereka ingin. Termasuk tas couple sebagai kenang-kenangan. Bahkan tak jarang Qiana juga selalu mengajak sahabatnya ini we-fie karena agaknya ini adalah momen langka. “Gimana? Sudah puas?” Tanya Jasmine kali ini karena khawatir Qiana kecapean. Qiana hanya mengangguk. Tenaganya sudah terkuras. Akhirnya merekapun pergi ke tempat parkiran mobil. Qiana yang semula sudah membaik, kembali marah kala Vero dan teman-temannya sudah stand by di tempat parkir-tak jauh mobil Qiana berada. “Si Vero beneran nyari perkara!” Gerutu Qiana kali ini mencoba mengirimi pesan pada suaminya. ‘Udah mana kunci mobilnya! Kalian tunggu disini, biar aku aja yang bawa mobilnya!” Tawar Clara. Qiana setuju, tapi Vero malah lebih dulu melihatnya. Ia melambaikan tangan pada Qiana dan ber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status