Share

Terjebak Hujan Bersama

“Jadi saya harus merapikan Gudang ini?” Tania merasa sangat kecewa dengan tugas yang Baskara berikan. Namun begitulah Tania, walaupun kecewa dan dengan berat hati dia tetap mengikuti titahnya Baskara karena dia sudah dibutakan cinta.

“Betul! Tugas ini sangat cocok untuk kamu, kerjakan dengan cepat!” tanpa menunggu jawaban dari Tania, Baskara berlalu begitu saja. Sangat kejam bukan?

Tania mulai membersihkan Gudang kantor dan merapikan document yang berantakan.

“Dasar! Baskara benar-benar gila! Bukan kah ini seharusnya dilakukan oleh petugas kebersihan kantor?” umpat Tania. Sejenak Tania mendengus kesal

“Sebenarnya aku saja yang bodoh, aku yang gila matian-matian mengejarnya yang tidak pernah menghiraukanku.” Lirihnya yang sadar akan kebodohan dirinya.

Ruangan sudah rapi, Tania tampak Lelah karena merapikan Gudang itu dengan sendirinya.

Cklek..

Pintu Gudang itu terkunci, mungkin saja pak satpam yang menjaga keamanan kantor yang menguncinya.

Hari sudah gelap, Tania memandang jam pada pergelangan tangannya.

“Apa! Sudah jam 7 malam! Bagaimana bisa aku tertidur digudang ini?” dengan segera Tania beranjak dari tempatnya menuju pintu.

“pintunya terkunci? Apa Baskara setega ini?”

“Tolong! Tolong!” Tania terus memanggil siapa saja yang diluar ruangan untuk membantunya keluar. Perasaan takut dan cemas Tania kian memburunya, dengan ruangan yang gelap, ponsel yang mati, dengan rasa lapar yang juga ikut menyertai Tania.

“tolong! Hiks hiks.” Tania sudah tidak mampu menahan tangisannya lagi, rasa takut sudah menjalar ke seluruh tubuhnya, hingga badannya ambruk pingsan.

***

“Kamu tidak apa-apa?” Suara samar-samar itu memenuhi pendengaran Tania sekarang.

“Kenapa? Kenapa anda tega mengunci saya disana!” lirih Tania dengan rasa kesal yang begitu besar. “Saya sangat takut hiks hiks..’’ Tania menangis karena masih merasa ketakutan dengan kegelapan Gudang.

“Bu-bukan saya mengunci kamu, mana mungkin saya setega itu!” Jelas Baskara tampak gugup karena sekarang dia sangat dekat dengan wajah Tania.

Tania sejak tadi dibaringkannya disofa ruangannya, ini untuk pertama kalinya Baskara menyentuh perempuan selain istrinya, bahkan menggendong Tania ke ruangannya. Inilah mengapa Baskara tampak gugup. Ditambah lagi dia menatap wajah Tania lekat yang terlihat cantik saat merasa ketakutan.

“Lalu siapa Bara! Tidak ada orang lain dikantor ini.”  Dengan lantang Tania menyebut nama Baskara tidak seperti biasanya. Tania seharusnya memang dipersilahkan oleh kedua orang tua Baskara untuk memanggilnya dengan sebutan nama, namun Tania merasa segan. Tapi tidak kali ini, dia benar-benar marah kepada Baskara.

“Berapa kali saya bilang, bukan saya!” Baskara menaikkan suaranya dan mendengkus kesal. “Lupakan itu! Mari saya akan antar pulang kamu kerumah.” Tawarnya sembari menjulurkan tangannya pada Tania untuk membantunya bangun. Entah apa yang terjadi dengan Baskara yang menjadi pemurah hari ini.

“saya bisa pulang sendiri! Jangan menutupi kesalahan anda dengan berpura-pura berbuat baik.” Tania masih merasa kesal dengan perlakuan Baskara yang menurutnya hanya berpura-pura baik padanya karena sudah melakukan kesalahan.

“Terserah!” Baskara meninggalkan Tania yang masih diam tak bergeming.

Sebenarnya Tania hanya berpura-pura agar Baskara merayunya. Tapi Tania menyia-nyiakan kesempatan untuk diantar Baskara pulang pertama kalinya.

Tania beranjak dari sofa dan pergi meninggalkan ruangan Baskara. Handphone Tania mati dan dia tidak bisa memesan taxi online. Tania terpaksa menunggu di halte bus menunggu bus lewat.

Sudah dua jam berlalu, Tania menunggu namun nihil. Tidak ada satupun bus yang lewat. Tania sudah sangat Lelah berdiri. Tidak terasa dia sudah mengeluarkan air matanya, menunduk dan jongkok. Menutupi kepalanya dengan lutut.

“Aku benar-benar menyesal hari ini!” umpat Tania pada dirinya sendiri.

Kick…kick…

Suara klakson menyapa Tania yang sedang menunduk lemah.

“Cepat naik! Teriak suara dari dalam mobil yang membuat Tania terperanjat kaget.

Tanpa rasa malu dan sok jual mahal lagi, Tania segera masuk kedalam mobil Baskara.

Hujan deras pun tiba bagai dikehendaki, suasana dingin mencengkram ditambah lagi desiran angin yang begitu kuat. Baskara terpaksa menghentikan mobilnya, jika terus mengemudi bisa membuat keduanya celaka.

“Ke-kenapa berhenti pak?” Tanya Tania gugup karena melihat ekspresi datar Baskara yang menakutkan.

Baskara tidak menjawab sama sekali apa yang Tania tanya. Dia malah diam dan melamun menatap bulir hujan yang menimpa bumi.

“Andai sarah masih disini, aku dan Denada tidak akan merasa kesepian.” Ucapan nanar yang terlepas begitu saja dari mulut Baskara. Tatapannya kosong memandangi ribuan rintikan hujan yang menghantam tanah.

‘haruskah aku, aku menawarkan diriku untuknya dan Denada?’ batin Tania mulai bermonolog. Namun dia tidak menanggapi pernyataan dari Baskara karena hatinya sakit mendengar lirihan pria disampingnya yang masih mengharapkan dan mencintai mendiang istrinya.

“Berhentilah mencintai dan mengejar saya Tania! Karena, karena saya tidak akan mencintai wanita lain selain mendiang istri saya.” Lagi-lagi Baskara melirih mengatakan hal yang lebih sakit dari apapun yang pernah Tania dengar.

DEGH..

Tania merasa ingin menyerah begitu saja setelah mendengar ucapan Baskara. Namun cintanya, yang sudah begitu besar dan begitu lama dia pendam tidak membuatnya mundur hanya dengan beberapa penggalan kata Baskara itu.

“Maafkan saya, jika selama ini mengganggu bapak, tapi saya benar-benar tidak bisa membendung perasaan saya, terlebih lagi kita sudah dekat sejak kecil.. bapak sudah berada didekat saya menjadi penjaga dan pelindung saya dulu.”

“Lupakan saja Tania, saya hanya menganggap kamu tidak lebih seperti adik saya. Karena papa saya sudah mengangkat papa kamu sebagai saudaranya.. Jadi tolong jangan mengganggu saya lagi!” Permintaan Baskara sangat sulit dicerna Tania, bagaimana bisa dia berhenti mencintai Baskara, sosok yang dia incar sejak dulu. Meskipun umur mereka terpaut 6 tapi tak memudarkan cinta Tania sejak dulu. Meski melihat baskara menikah dengan orang lain juga tidak menghilangkan rasa cintanya. Hanya saja dia berhenti mengejar seperti sekarang.

Hujan hanya menyisakkan rintikan-rintikan kecil. Baskara pun melajukan mobilnya dan mengantarku pulang ke apartementku.

Mobilnya sudah terparkir didepan rumahku, tanpa berbicara dan menatapku dia berhenti seolah memintaku keluar dengan cepat.

“Baik! Aku akan menuruti mau mu!” Tania seolah menyerah dengan perjuangan yang selama ini dia lakukan. Harapannya pupus ditelan kenyatakan.

‘Apa? Apa yang aku katakan? Apa aku benar-benar akan berhenti? Batin Tania seolah menyesal keputusan yang telah dia ucap.

Baskara menatapnya tajam seolah tidak percaya dengan pernyataan Tania, bagaimana pun selama ini, usaha Tania benar-benar dia apresiasi. Namun, dia tidak pernah tergoda sedikitpun hanya sering kali ini dia mengancam Tania dengan berpura-pura mendekati dirinya pada Tania.

Tanpa respon dari Baskara, Tania masuk kedalam dan menyesali perkataannya. Mobil Baskara pun terdengar sudah melejit dengan laju.

Kini Tania duduk didepan pintunya menangis meraung-raung. Bagaimana dengan harinya besok? Apakah dia akan menjauhi Baskara? Apakah dia mampu untuk menahan dirinya agar tidak merayu Baskara?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status