"Dampingi Bang Al terus?" gumam Amanda dengan sangat lirih. Amanda sudah duduk di dalam taksi online yang akan mengantarkan dia ke rumah sakit. Untuk ke sekian kalinya Amanda periksa kehamilan sendiri. Memang apa yang dia harapkan? Mengingat anda ini sebagai istri saja tidak, apalagi mengantarkan Amanda periksa kandungan? Bahkan beberapa hari yang lalu Aldo meragukan janin dalam kandungannya, kan? "Sendirian aja, Mbak?"Amanda tersentak, ia menatap driver yang duduk di bangku kemudi. Amanda melempar senyum, perlukah dia menceritakan apa yang sudah terjadi? "Iya, Pak. Kebetulan suami sedang dinas luar." jawab Amanda berbohong. Sangat tidak etis jika masalah dalam rumah tangga di bawa keluar apalagi apa perlunya supir taksi online ini tahu apa yang sedang terjadi pada rumah tangganya?"Suaminya kerja apa memangnya, Mbak?""Angkatan Darat, Pak. Makanya nggak pernah di rumah." kembali Amanda berbohong, padahal Aldo ada di rumah. Ah ... Tidak juga, dia sedang pergi entah kemana bersama
"Aku dengar Aldo udah balik, kok masih sendirian periksa kandungannya?"Amanda yang tengah duduk di kantin rumah sakit dan menikmati segelas es jeruk serta seporsi gado-gado kontan terkejut bukan main ketika suara itu dia tangkap dengan telinga. Ia tidak perlu menoleh atau mendongakkan suara itu mengenali wajah si pemilik suara, karena Amanda sudah mengenal sosok itu bahkan hanya dari suaranya! "Matamu kenapa sembab begitu? Kandungan kamu baik-baik aja, kan? Mana suami kamu?"Rentetan pertanyaan itu Amanda dapatkan, membuat ia akhirnya terpaksa mengangkat wajah dan mendapati lelaki dengan setelan scrub warna navy nampak duduk di kursi yang tepat berada di depan Amanda. "Semua baik-baik saja, Dok! Jangan terlalu khawatir." jawab Amanda merasa tidak enak jika hanya berdiam saja. "Cih! Kenapa jadi seformal itu padaku, Nda! Kau tahu, kan kalau aku nggak suka kamu bersikap seperti itu kepadaku?" protes lelaki itu nampak tidak suka. Amanda terbungkam. Ia sampai tidak tahu harus berbuat
"Apa-apaan sih ini maksudnya?"Gunawan Wijaya nampak gusar, ia melirik tajam ke arah sang istri yang duduk di sebelahnya. Harusnya di jok belakang ada Josselyn yang duduk di sana, tapi anak gadis yang mereka sempat-sempatkan jemput di bandara itu malah ikut mobil mantan kekasihnya. "Maksud apa? Kenapa sih Papa jadi uring-uringan begini?" tanya Kamila nampak ikut gusar. "Gimana nggak uring-uringan kalau anak perempuannya hendak dijadikan pelakor sama ibunya sendiri?" tentu Gunawan marah, dari sekian banyak pria, kenapa harus yang sudah beristri? "Siapa yang pelakor sih? Aldo itu mantan pacar Josselyn dan--""Cuma mantan! Dan perlu ditegaskan lagi kalau mantan Josselyn itu udah beristri! Gimana sih kamu ini?" potong Gunawan tak sabar lagi. Kamila mendengus, "Memang, tapi tanya Aldo aja lah, nanti mau pilih istrinya atau Josselyn.""Astaga!" Gunawan mendesis, "Sampai kapanpun Papa nggak bakalan kasih restu, sampai kapanpun!"Kamila menyandarkan tubuhnya di jok. Ia melirik suaminya de
'Ini hanya sementara!'Dicky mendesah, ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Dengan mata terpejam sekalipun, ia masih bisa merasakan cincin perak itu melingkar di jari manisnya. Sebuah tanda bahwa ia sudah terikat secara resmi. "Kenapa kamu masih percaya sekali bahwa dia akan kembali seperti semula, Nda? Kenapa justru aku yang sejak dulu mati-matian berusaha menunjukkan padamu perasaanku malah sama sekali tidak kau beri kepercayaan itu?"Tepat setelah Amanda 'menolak' Dicky beberapa tahun yang lalu, Dicky lantas pasrah dan menurut saja dijodohkan oleh sang bapak. Sudah dua tahun menikah, namun sama sekali perasaan Dicky untuk istrinya tumbuh. Rasanya bukan hanya perasaan Dicky yang belum tumbuh, perasaan Sarah pun sama! Pernikahan mereka hanya topeng, kedok dan sandiwara yang begitu rapi sekali mereka perankan. "Belum ada setahun dia nikahin kamu, dia udah bikin kamu se menderita itu, dan kamu masih memutuskan untuk bertahan? Luar biasa sekaki!" Dicky tidak habis pikir, sebesar
"Katanya mau ke bandara, Mbak. Jemput siapa ya namanya ... bentar, Mbak Tik lupa namanya."Bukan hanya Mbak Tik yang tengah berpikir keras, Amanda pun sama. Siapa yang dijemput suaminya di bandara? Kalau saudara, tentu tidak mungkin. Papa mertuanya nampak anteng dan tidak mengabarkan kalau akan ada saudara yang datang. Atau saudara dari pihak mama mertua? Entah Amanda juga tidak tahu, ia tidak kenal dekat dengan keluarga mama kandung dari suaminya itu."Ah iya ... jemput Josselyn, Mbak! Kemarin Mbak nggak sengaja denger katanya Ibu mau ngajak Mas Aldo jemput Josselyn."DEG!Jantung Amanda seperti berhenti berdetak saat itu juga. Meskipun belum pernah bertemu atau kenal langsung dengan wanita yang bernama Josselyn itu, tentu Amanda tahu, siapa itu Josselyn dan apa hubungan wanita itu dengan suaminya."Katanya udah kelar sekolah dari luar negeri, terus pulang ke Indonesia. Nah sama Ibu, Mas Aldo-nya diajak jemput ke bandara, Mbak."Amanda hanya mengangguk pelan mendengar penjelasan itu.
"Josselyn?"Kembali nama itu terbayang dalam ingatan Amanda, bahkan sampai Amanda bergumam menyembut nama itu. Amanda tidak salah orang! Josselyn itu benar mantan kekasih suaminya yang dulu melanjutkan pendidikan ke luar negeri, sebuah alasan yang membuat hubungan mereka berakhir. "Jadi ... Diam-diam Mama ...."Amanda tertegun, dia termenung dengan pikiran penuh. Kini Amanda benar melakukan apa yang dulu Aldo katakan, membandingkan dirinya dengan Josselyn. Tapi Amanda tidak membicarakan kecantikan fisik, dia membicarakan apa yang tidak dia punya dan apa yang membuat mertuanya tega melakukan semua itu terhadapnya. "Dia anak penulis terkenal. Lulusan luar negeri beda sama aku yang cuma ...."Bibir Amanda terbungkam. Rasanya tidak ada satu pun hal yang bisa Amanda banggakan dari dirinya, apalagi untuk menandingi wanita bernama Josselyn itu, Amanda sama sekali tidak punya apa-apa. Amanda hanya punya cinta dan benih Aldo yang sedang bertumbuh dalam rahimnya. Apakah itu tidak cukup untuk
"Dari mana, Al?"Adnan sudah berdiri di depan pintu, mungkin itulah yang membuat Yuri hanya menurunkan Aldo dan segera pergi tanpa berniat turun. Sementara Aldo, ia segera mendekati sangat papa yang sudah berdiri dengan wajah datar. "Tadi pergi sama Mama, Pa." jawab Aldo singkat. Adnan menghela napas panjang, ia menatap nanar lelaki yang berdiri di hadapannya ini. Ia tahu kemana Aldo pergi, Mbak Tik dan Amanda sudah cerita, namun rasanya Adnan tidak bisa marah pada Aldo, bagaimana pun, Aldo sedang dalam masa sulit setelah kepulangannya kemarin. Jadi semua ini terjadi tidak sepenuhnya keinginan Aldo. "Iya, Papa tahu kamu pergi sama mama kamu, tapi kalian kemana?" desak Adnan yang sejak tadi belum mendapatkan jawaban, kemana Yuri mengajak pergi Aldo seharian ini langsung dari mulut Aldo sendiri. "A-anu ... tadi Aldo ....""Kamu nggak macem-macem kan, Al?" potong Adnan yang sengaja menekan Aldo dengan pura-pura tidak tahunya. "Nggak, Pa. Aldo mau macem-macem yang bagaimana?" wajah
"Haruskah aku masuk?"Aldo tertegun, berdiri di depan pintu kamar dengan perasaan ragu. Perasaan ragu yang sama dengan perasaan yang dia rasakan ketika tahu di dalam kamar ini, ada seseorang yang Aldo sama sekali tidak kenal dan membuatnya sangat tidak nyaman. Ah! Sudah berapa kali Aldo mengatakan bahwa dia tidak mengenal Amanda? Tidak nyaman berada di dekat wanita itu? Aldo sendiri sampai tidak bisa menghitungnya! Aldo menghela napas panjang, dengan mantab ia meraih gagang pintu, menekannya hingga pintu itu terbuka.Wanita itu nampak tengah berdiri di depan pintu almari yang terbuka. Dia sedang menyusun pakaian milik Aldo di dalam sana, hingga akhirnya dia menoleh dan melemparkan seulas senyum ke arah Aldo. "Bajumu aku rapiin, Bang. Mau mandi? Perlu disiapin ganti?"Mendengar pertanyaan itu, Aldo terkejut bukan main. Kenapa wanita itu sama sekali tidak marah? Dia malah begitu ramah pada Aldo, padahal Aldo ...."Bang, kenapa cuma diam di situ? Masuk dan tutup pintunya." kembali suar