Share

Lebih Berani

"Kamu yakin? Aku pakai ini?"

Selena memandang risi dress bewarna merah terang menyala yang diberikan Jane. Dress ini benar-benar menarik perhatian jika ia benar-benar memakainya. Terlebih panjangnya di atas lutut.

Dress ini tidak sependek yang dipakai Jane, tapi cukup menampakkan paha Selena jika benar ia pakai.

"Iya, Len. Kamu butuh uang, kan?"

Selena mengangguk.

"Nah, udah saatnya kamu keluar zona nyaman, kayak aku dulu."

"Zona nyaman?"

"Iya, hari pertama kemarin, kan kamu udah jaga meja bar. Hari kedua kamu udah keliling. Tapi nggak banyak yang pesen, kan?"

Selena mengangguk lagi.

"Nah, sekarang kamu coba pakai ini. Biar banyak yang manggil kamu. Aku jamin deh, pasti hari ini kamu dapat banyak fee."

Jane tersenyum. 

"Gimana, ya?"

"Aku tahu, kamu pasti masih merasa canggung. Aku juga gitu. Lama-lama malah ketagihan."

Jane terkekeh membayangkan dirinya yang masih polos lima tahun lalu, seperti Selena saat ini.

"Aku tinggal, ya. Terserah kamu. Aku nggak maksa. Good luck, Len."

Jane keluar ruangan, meninggalkan Selena yang tengah bimbang.

Selena menghela napas panjang. Benar kata Jane. Ia harus keluar dari zona nyaman. Sudah saatnya ia lebih berani menawarkan botol.

Jika terus canggung dan tak memberanikan diri, bagaimana ia bisa mendapat banyak uang untuk tagihan kuliahnya?

***

Selena keluar dari ruang ganti. Ia merasa tak nyaman dengan pakaiannya. Sesekali ia menarik dressnya ke bawah, agar tak naik ke atas. Selena juga sesekali menutup dadanya yang terbuka. Untungnya Jane memberikan dress yang lengannya panjang.

Selena mengambil beberapa botol di rak. Lalu meletakkannya di nampan. Dan berjalan ke area pelanggan. Tangan kanannya membawa nampan, sedangkan tangan kirinya masih sibuk menarik dress. Dressnya ini terlalu ketat, dibuat jalan sedikit saja bisa naik. Apalagi dibuat duduk.

"Mona!"

Baru saja ia melangkah ke area pelanggan. Seseorang sudah memanggilnya. Ya, Mona adalah nama samaran Selena.

Bar menjaga privasi pegawainya dengan memberi mereka nama samaran. Mereka tidak diberi izin memakai nama asli untuk melindungi identitas pegawainya.

Selena yang merasa dipanggil pun segera menghampiri pria tersebut. Jane benar, sepertinya hari ini akan lebih mudah untuk mendapatkan uang dari pada hari kemarin.

***

Selena masuk ruang ganti setelah melakukan pekerjaannya sebagai pelayan bar. Ia mengganti bajunya secepat mungkin, karena masih tak nyaman. Lalu memakai jaketnya seperti biasa. Kemudian duduk di salah satu kursi. 

Selena melepas heelnya, meletakkan di paper bag. Ia memakai sandal jepit sebagai alas dan memijat betisnya yang terasa panas. Sudah tiga hari ia memakai high heel masih saja belum terbiasa.

Selena mengeluarkan uang yang didapat dan menghitungnya.

"Tujuh juta?!" tanya Selena tak percaya. 

Hari ini ia mendapat uang tiga kali lipat dari sebelumnya. Tak perlu menunggu gaji bulanan, ia bisa segera membayar KRS-nya. Selena berdiri. Ia mengambil tasnya di loker, dan memasukkan uang ke dalam tas.

Setelah semua beres. Selena keluar ruangan.

***

Baru saja keluar dari pintu bar, Selena dihadang dua mobil hitam. Tiga pria berjas hitam keluar bersamaan dan berdiri di hadapannya. Selena mengeratkan pegangannya pada tas, was-was jika ia diculik, tapi untuk apa menculik Selena?

"Benar dengan Nona Selena?" tanya pria yang ada di tengah.

Selena mengangguk.

"Kami tidak bermaksud menculik Nona dengan kekerasan. Silakan Nona masuk mobil secara suka rela."

Pria tengah tersebut mengarahkan tangan kanannya pada mobil.

"Em ... Bentar. Kalian mungkin salah orang. Nama Selena ada banyak. Mungkin yang Anda cari ...."

"Selena Ayudia."

Pria tersebut menyebut nama asli Selena. Selena terdiam bingung karena pria tersebut mengetahui nama aslinya. Padahal selama bekerja di bar, ia menggunakan nama samaran.

"Silakan masuk."

Pria itu mengulangi kalimatnya. Ia kembali mengarahkan tangannya ke mobil sebagai bentuk sopan santun.

Pria lainnya membukakan pintu untuk Selena. Selena pun masuk ke mobil hitam tersebut. Pria yang dari tadi mengajaknya bicara, duduk di sebelah sopir. Dua pria lainnya, masuk ke mobil belakang.

Mobil mulai melaju, meninggalkan bar yang masih hidup dengan gemerlap lampunya.

"Maaf, saya mau dibawa ke mana?"

Pria berjas tadi melihat Selena lewat kaca spion.

"Anda akan segera tahu, Nona."

Selena mengembuskan napasnya pelan.

"Nggak mungkin, kan? Aku diculik? Lagian buat apa juga nyulik aku. Punya uang juga nggak. Butuh uang yang ada," keluh batin Selena.

***

Mobil yang ditumpangi Selena tiba di tempat tujuan. Gerbang yang menjulang tinggi dibuka oleh dua penjaga. Mobil pun masuk ke halaman, hingga tiba di depan rumah mewah.

Mata Selena membulat melihat mewahnya rumah tersebut, padahal ia baru melihat depannya.

Pintu mobil tempat Selena duduk terbuka. Pria berjas tadi sudah turun dan sekarang membukakan pintu mobil untuk gadis yang tak berkedip melihat rumah di depannya.

"Silakan turun, Nona."

Selena menoleh, suara pria tersebut menyadarkannya. Ia mengangguk dan turun. Masih menenteng paper bagnya.

Dua pria di mobil belakang mendekati Selena untuk berjaga.

"Mari, Nona. Ikuti saya."

Pria itu lagi, berjalan lebih dulu. Diikuti Selena. Dan pria dibelakangnya mengikuti Selena.

"Mereka siapa? Mau apa? Kenapa juga aku ngrasa kayak diawasi. Dua pria dibelakang juga ngapain? Udah kayak bodyguard aku aja." Selena bergulat dengan batinnya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status