Share

Pelayan Bar

"Lena."

Selena menoleh. 

"Ya?"

"Gimana? Mau nambah fee nggak?" tanya Jane mendekati Selena yang sudah berganti seragam hitam putih.

"Ya mau, tapi ...."

"Sekarang aja, Len. Udah hari kedua kamu kerja di sini. Kamu juga udah lihat kan aku nawarin botol. Kenapa nggak kamu coba sekarang?"

Selena terdiam. Ia memang membutuhkan uang. Ia bisa saja mendapatkan uang lebih dari semalam, jika ia mau berkeliling, tapi apa bisa? Ia sendiri masih asing dan canggung.

"Dulu aku juga kayak kamu, Len. Awalnya malu gitu. Canggung. Pokoknya nggak nyaman deh. Eh, malah kesenangan."

Jane terkekeh mengingat dirinya yang dulu, mirip dengan Selena.

"Gimana, ya?" Selena bingung. "Kamu yakin aku bisa?"

Jane mengangguk mantap dan memberikan senyun tulusnya.

"Aku yakin kamu bisa. Kamu cuma perlu nawarin sambil keliling. Nanti kalau ada macam-macam, bilang aja sama aku. Biar aku sikat."

Selena mengangguk dan berkata, "Oke."

"Good. Aku keluar dulu, ya."

Jane pergi meninggalkan Selena sendiri. Kini gadis berkulit putih itu mengatur pernapasannya agar lebih tenang. Malam ini ia bukan lagi penjaga meja bar, melainkan pelayan yang menawarkan botol.

Selena keluar ruangan. Dilihatnya bar sudah ramai. Kapan bar sepi? Rasanya tidak mungkin, apalagi malam hari.

Selena mengambil beberapa botol di rak dan meletakkannya di nampan. Ia mencoba berkeliling menawarkan botol, meski ia sendiri merasa malu dan tak banyak berkata.

Kemarin Jane gampang banget nawarin botol. Kok ini susah, ya, batin Selena karena tak kunjung ada pelanggan yang mengiyakan tawarannya, padahal ia sudah cukup lelah berjalan, karena high heel yang tinggi.

"Hei, kamu!"

Merasa terpanggil, Selena menoleh ke sumber suara. Sekelompok pria berjumlah empat orang duduk di sofa. Salah satu melambaikan tangan ke Selena.

"Aku?" gumam Selena tidak yakin jika ia yang dipanggil.

"Iya, kamu! Sini!" teriak pria tersebut.

Selena mendatangi meja mereka. Dari empat pria tersebut, sudah ada tiga wanita di samping mereka masing-masing. Satu pria yang duduk paling kiri, justru sibuk berkutat dengan ipadnya.

"Botolnya empat, ya."

Selena mengangguk. Ia pun membuka tutup dan meletakkan botol di meja.

"Kita bakal nambah, kamu di sini aja gimana? Temenin Bos Raka," ucap pria tersebut mengedipkan satu mata.

Mendengar kata temani, otak Selena jadi travelling. Mungkinkah maksudnya menggoda seperti wanita-wanita di samping mereka? Selena saja geli nelihatnya.

"Kita bakal tambahin tips buat kamu. Gimana? Hm?"

Pria di samping orang yang memanggil Selena menggoda. Setelah terdiam cukup lama, Selena pun mengangguk. 

Botol keempat yang sudah ia buka, ia letakkan di depan orang paling kiri. Setelah itu, Selena duduk di samping pria yang disebut namanya tadi.

"Anak baru, ya?" tanya orang yang memanggilnya tadi.

Selena mengangguk.

"Pantes sih,"

Raka berdeham, ia mengambil botol di depannya tanpa kehilangan fokus dengan ipadanya. Selena melirik Raka. Jika diamati, pria di sampingnya ini berbeda dengan tiga pria yang duduk bersama. Raka terlihat lebih muda. Apa memang dia masih muda?

"Tips pertama."

Pria yang sama. Ia meletakkan uang ratusan ribu yang Selena tahu itu lebih dari harga botol, diletakkan di atas nampannya.

"Bukain satu botol lagi." 

Selena mengangguk. Ia membuka tutup botol lagi untuk pria tersebut.

***

Seperti biasa, Selena pulang larut malam, hingga pukul tiga. Ia keluar dari bar dengan sandal jepit. High heelnya ia letakkan di paper bag yang ia tenteng.

Ia berjalan sembari memijat pelan lehernya yang terasa pegal. Lalu menekuk ke kiri dan ke kanan agar lebih relaks. Sudah dua hari Selena bekerja di bar, tetap saja ia merasa tidak mudah. Ia masih kaku. Untungnya tadi ada kelompok pria tersebut, jadi ia mendapatkan banyak tips. Padahal botol yang mereka habiskan hanya tujuh.

Selena mengembuskan napasnya. Menatap langit malam yang gelap gulita. Ada perasaan bersalah yang muncul dari dalam dirinya.

"Aku bener, kan?" tanyanya entah pada siapa. "Aku nggak minum, nggak ngrokok, nggak godain orang juga di sana."

Selena mencoba meyakinkan diri di tengah keraguannya. Ia yakin, ia melakukan hal yang benar, selama niatnya bekerja, bukan hal yang lain.

***

Selena meregangkan otot-ototnya. Dilihatnya jam dinding kos tersebut menunjukkan pukul 09.00 WIB. Sudah dua hari Selena bangun siang. Semenjak dirinya banting setir kerja di mini market juga bar.

Selena bangun dari kasur dan turun. Ia mengambil ponselnya yang ada di atas lemari kecil dan melihat jadwal hari ini. Jadwal kuliahnya masih seputar KRS.

"Hahhh ...."

Dia baru mengumpulkan tiga setengah juta dari bar. Entah berapa lama lagi ia menunda pengumpulan KRS-nya. Untuk mencapai dua puluh juta dalam minggu ini rasanya tidak mungkin, jika ia masih bersikap malu di bar.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status