Share

Perjodohan Ini Aku Terima

"Tolong lakukan apa saja demi menyelamatkan Mama!" Noya memohon kepada Ricky dengan pasrah, air mata Noya sudah mengalir deras ke pipinya, tangannya tremor hebat. Bahkan saat ini, Noya sudah tidak sanggup berdiri. Dia terlalu shock dengan kejadian bertubi-tubi yang menghampirinya dalam dua hari terakhir.

Noya menggigit ibu jarinya dengan gugup. Apa yang akan dia lakukan sekarang? Rasanya dunia Noya runtuh seketika. Noya kembali menangis, bahkan lebih sesak daripada sebelumnya, ia meredam sekuat tenaga suara tangisnya agar tidak menggangu pasien lain di Rumah Sakit, tapi rasanya sungguh menyakitkan.

"Pakai ini!" Ricky meletakkan sepasang sandal dibawah kaki Noya. Noya meringis, ternyata Noya yang selama ini kuat dan selalu menjaga penampilan bisa datang ke Rumah Sakit tanpa menggunakan sandal. 

"Teman-temanku sedang mengurusi Mama kamu diruang operasi. Sebaiknya kamu banyak berdoa semoga Mama baik-baik saja." Ricky mencoba menghibur Noya.

"Bagaimana aku akan baik-baik saja tanpa Papa dan Mama." 

"Mama akan baik-baik saja, aku yakin. Dan Papamu, semoga ada jalan keluar untuk ini. Aku akan melakukan yang terbaik agar orangtua kamu bisa kembali." 

"Kamu bisa apa?" Noya mencibir dengan pelan. Suara itu bahkan hampir tidak bisa didengar oleh dirinya sendiri.

"Bisa ikut aku ke ruanganku?" Ricky berdiri, ia menunggu Noya untuk mengikutinya melakukan hal yang sama. Dan ternyata Noya patuh, ia berdiri sesuai instruksi Ricky, lalu mengikutinya kearah langkah Ricky berjalan.

"Silahkan!" Ricky mempersilahkan Noya untuk masuk. 

"Duduk!" Ricky menyuruh Noya untuk duduk di sofa yang berada di sana. Noya pun hanya pasrah menuruti semua perintah Ricky, ia terlalu malas untuk memperdebatkan apapun saat ini.

Tidak lama Ricky kembali, ia ikut duduk di sofa disamping Noya.

"Angkat kakimu!" Ricky mengetuk-ngetuk pahanya agar Noya meletakkan kakinya diatas sana. Noya menoleh pada Ricky, ia merasa ragu melakukannya. 

"Aku tidak akan menjahilimu, aku janji. Letakkan saja kakimu disini." 

Noya menghela napas. Mengelus air matanya dengan punggung tangannya. Lalu mengangkat kakinya untuk diletakan diatas paha Ricky.

Ricky tersenyum. Kemudian perlahan membuka kotak P3K yang sudah dia bawa. Ricky mulai mengompres telapak kaki Noya yang bengkak, lalu mengoleskan salep di tiap goresan ditelapak kaki Noya. Kemudian terakhir membungkusnya. 

"Pakai kaus kaki ini untuk menutupi perban di kakimu, aku tahu kamu pasti berlari kesana kemari sebelum beranjak kesini kan?" Tebak Ricky. Ricky mengangkat kaki Noya perlahan, dan meluruskannya diatas Sofa. 

"Dan ini?" Sehelai jaket tersodor ke arahnya. Noya meraih jaket itu.

"Pakaian yang kamu kenakan cukup pendek. Pakai ini untuk menghangatkannya. Tangan kamu sangat dingin." Ucap Ricky lagi. Sebelum dia beranjak dari sana meninggalkan Noya sendirian. 

Tentu saja hanya ini yang Noya kenakan. Memangnya barang apa yang bisa dia bawa saat rumahnya saja disita?

***** 

"Bagaimana keadaannya?" Ricky mendatangi Duan yang baru saja keluar dari ruang operasi. 

"Kondisinya membaik. Hampir saja gagal jantung, tapi berhasil diselamatkan. Begitu sadar, bisa segera dipindahkan ke bangsal." Jawab Duan dengan senyuman di wajahnya.

"Syukurlah." Ricky terlihat menghela napas begitu berat. 

"Memangnya dia siapa?" Tanya Duan lagi. 

"Kamu ingat Noya?" 

"Noya siapa?" 

"Noya yang pernah menangis karena surat cinta konyol yang kamu buat untuk menjahilinya saat MOS dulu. Perempuan yang baru saja kamu operasi adalah Mamanya.

"Astaga. Noya Reyana? Gadis cantik yang berwajah jutek itu?" Duan mengibaskan tangan didepan wajah mencoba menggambarkan Noya. Ia cukup terkejut mendengar penjelasan Ricky padanya.

"Iya benar, itu dia." Jawab Ricky terkekeh.

"Lalu, dimana dia sekarang?" Tanya Duan lagi. Dia cukup penasaran dengan gambaran gadis yang dulu juga pernah dijahilinya.

"Di ruanganku. Aku menyuruhnya beristirahat!"  

"Seorang Ricky berbaik hati membagikan ruangannya dengan perempuan? Aku tidak salah dengar? Boleh aku melihatnya?" Duan hendak beranjak menuju ruangan Ricky namun tentu saja Ricky segera menahannya. 

"Biarkan saja dia, tidak ada yang spesial darinya. Aku akan mengurus biaya administrasinya. Ayo!" Ricky menarik pundak Duan agar menjauh dari ruangan miliknya. 

*****

"Kasusnya cukup rumit, Rick. Tapi Papa akan berusaha menyelesaikannya. Bagaimanapun, Yusal adalah orang yang berjasa untuk Papa. Bagaimana dengan Amanda?" Papar Albert pada sambungan telepon.

"Operasinya berhasil. Namun masih belum sadar, kita sedang menunggu. Setelah sadar akan langsung dipindahkan ke bangsal." Jawab Ricky.

"Noya bagaimana?" Tanya Albert lagi.

"Noya, dia sedang beristirahat di ruanganku." Ricky terlihat melirik kearah pintu. Albert terlihat mengangguk disebrang telepon. 

"Jaga dia baik-baik, Rick. Bahkan jika Noya bersikap tidak ramah kepadamu, terima saja. Semua juga atas kesalahan kamu." 

"Aku tahu Pa. Aku sadar dengan apa yang aku lakukan. Kalau begitu aku matikan teleponnya." 

Ricky kembali meletakkan benda pipih itu di saku jas nya.

Waktu sudah menunjukan pukul delapan pagi. Noya membuka matanya perlahan, kepalanya cukup berat dan matanya hampir sulit di buka akibat terlalu banyak menangis. Dia hendak mengangkat tangannya, namun rasanya terasa sangat berat.

Noya menoleh, ternyata Ricky tertidur dibawah sana dengan kepala yang menindih tangan Noya. 

"Rick. Ricky!" Panggilnya. Ricky bergerak. Ia menutup matanya lalu menguap sekali. 

"Pukul berapa sekarang?" Tanya Noya. 

"Astaga. Aku tertidur disini." Ricky terkejut mendapati dirinya yang tidur dengan tangan menggenggam tangan Noya. 

"Maaf, aku tidak sengaja." Ucapnya. Namun, Noya tidak menanggapi ucapan Ricky.

"Mama bagaimana?" 

Ricky berdehem. "Mama kamu baik-baik saja, aku sudah memindahkannya ke bangsal perawatan. Dan, aku tidak bermaksud untuk merendahkan harga diri kamu, tapi kamu tidak perlu khawatir dengan biaya rumah sakit, semuanya sudah diurus." Noya memperhatikan Ricky dengan seksama namun, masih dengan tanpa ekspresi. 

"Dan satu lagi. Masalah Papa kamu, juga sudah sedang diurus oleh pengacara perusahan. Kamu tidak perlu merasa sungkan, karena perusahaan itu juga tempat kamu bekerja." Ricky tersenyum mengakhiri kalimatnya.

Noya masih memperhatikan wajah Ricky, sebetulnya apa yang diucapkan sahabatnya Kellston, tentang Ricky adalah benar. Pria itu memang tampan, tapi Noya sama sekali tidak menyukainya. Rasa bencinya kepada Ricky terlalu menguasai hati Noya, dan itu mutlak.

Tapi, imbalan apa yang bisa Noya lakukan atas semua yang sudah Ricky lakukan, apalagi saat ini dirinya tidak memiliki apapun. Tabungannya habis, rumahnya disita, Papanya dipenjara, dan Mama nya terbaring di bangsal Rumah Sakit.

"Aku keliling dulu!" 

"Tunggu!" Tahan Noya. Ricky kembali menatap Noya. 

"Apakah pernyataan cinta kamu kemarin masih berlaku?"

"Hah?" Kening Ricky berkerut.

"Perjodohan ini aku terima." Lanjut Noya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Nurasiah Jamil
bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Rana Maulida
waw semakin menarik nih ceritanya,ditunggu bab selanjutnya yah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status