Menikah
Bunga mematut dirinya di depan meja rias matanya menatap lesu pada bayangan seorang gadis yang telah mengenakan baju pengantinGaun panjang berwarna putih dengan make up Flawless menambah kecantikan gadis itu ia terlihat begitu Anggun dan mempesonaGadis dalam bayangan itu nampak terlihat lebih dewasa dari biasanya rambutnya disanggul rapi menggunakan penjepit rambut yang begitu sederhana namun tetap terlihat eleganGaun putih panjang yang sedikit mengekspos pundaknya membalut tubuhnya yang ramping namun berisi dengan begitu sempurnaTak ada yang spesial dengan gaun pengantinnya itu hanya saja saat Bunga yang mengenakan gaun pengantin itu gaun itu begitu pas dan cantik membalut badannya lagi-lagi helaan nafas terdengar dari mulut gadis itu atau lebih tepatnya seorang wanita yang sebentar lagi akan menyandang status istri dari seseorang sedikitpun Tidak terpikir di benak Bunga bahwa dia akan menikah semuda ini, jika saja di izinkan, saat ini ia sangat ingin kabur dan melarikan diri dari acara pernikahannya.Tapi ia tak boleh egois dan memikirkan diri sendiri, sedang di luar sana ada seseorang yang begitu berharap menginginkannya menjadi seorang pengantin dari keluarga Alvaro, ia tak boleh meninggalkan acara itu Karena rasa sayangnya terhadap kedua orang tuanya, ia harus menjaga martabat dan kehormatan keluarganya.Cklek ....“Oh Bunga ... lihatlah, hari ini kau begitu cantik sekali sayang. Mama tidak menyangka kamu akan menikah secepat ini,” ujar Mama Bunga atau biasa yang dipanggil Joana Kencana. Memeluk Bunga dengan erat hingga membuat Bunga ikut terhanyut pelukan hangat ibunya yang sangat ia sayangiMama berdoa semoga kamu bahagia sama suamimu nanti sayang‘Ya semoga saja’ Bunga hanya bisa tersenyum paksa di hadapan mamanyaSeperti yang mamanya tahu bahwa Bunga menerima Perjodohan itu karena terpaksa Bunga menikah bukan atas dasar cinta melainkan karena keharusan yang tak bisa disangkal nya ia harus menikahi pria yang baru ia temui bahkan belum ia kenal sama sekaliFlashbackSaat Bunga kembali dari kantor, ia masuk kedalam rumah langsung naik menuju kamarnya, sesampainya dikamar dia merebahkan tubuhnya karena rasa penat seharian bekerja di kantor, Bunga bekerja di bagian keuangan sebuah kantor cabang, dari perusahaan IT terbesar di kota itu,Tok ... Tok ... Tok ...Suara pintu kamar Bunga di ketuk dari luar, Bunga menghampiri kearah pintu lalu membukanya, ternyata Ibunya yang mengetuk pintu kamar“Sayang, boleh mama masuk Nak?”Bunga lantas menggandeng tangan Ibunya dan mereka duduk di tepi ranjang.“Cepatlah mandi kami akan menunggumu di ruang tamu, ada hal penting yang harus kami sampaikan kepadamu,” ucap Ibunya begitu lembut, tatapannya mengarah pada Gadis yang ada di depannya, ada rasa sedih tersirat dalam tatapan matanya.Bunga mengernyitkan kening, namun ia tak menolak permintaan ibunya, ia hanya bisa menganggukan kepala sebagai jawaban, ada banyak pertanyaan dalam hatinya, karena tak seperti biasa Ibunya berkata serius seperti sekarang.Joana lantas berdiri dari duduknya, mencium kening Bunga lalu pergi dari kamar itu, Bunga hanya menatap punggung Ibunya saat berlalu dari kamar.Bunga segera menutup pintu dan bergegas masuk kekamar mandi untuk membersihkan diri, setelah selesai mandi. Ia lantas berpakaian lalu turun kebawah untuk menemui kedua orang tuanya.Bunga duduk tepat di hadapan Ayah dan Ibunya, mereka menatap Bunga, sepertinya mereka bingung harus memulai dari mana untuk memberitahukan pada Bunga.“Nak, Papa ingin bicara serius sama kamu,” ucap Pria paruh baya itu pada anaknya, ia menjeda ucapannya, tak tau harus memulai darimana.“Bunga, kamu akan kami jodohkan dengan keluarga Alvaro, sesuai dengan amanah almarhum Kakekmu, yang ingin berbesan dengan mereka.”Bunga masih diam saja tak bergeming sama sekali, ia mencoba mencerna kata-kata sang Papa.‘Dijodohkan? Keluarga Alvaro, siapa mereka’ batin Bunga.Ibunya yang mengerti jika anak itu butuh penjelasan, lalu angkat bicara menjelaskan secara detail kepadanya.Dulu mendiang sang kakek membuat sebuah janji pada keluarga Alvaro bahwa jika nanti dia memiliki seorang anak, maka ia akan menjodohkan anaknya kepada keluarga Alvaro, namun sayangnya dari kedua belah pihak melahirkan anak laki-laki.Akhirnya sang kakek pun berjanji kembali, jika nanti cucunya terlahir perempuan maka ia akan menjadi menantu di keluarga Alvaro. Semua itu kakeknya lakukan agar hubungan baik mereka tetap terjalin meskipun ia telah tiada.Semua demi balas budi karena keluarga Alvaro telah membantu kakek Bunga, perjanjian itu langsung disetujui oleh sahabat sang kakek dari keluarga Alvaro.Bunga terlihat syok mendengarkannya, namun ia tak berbicara apapun, ia menyesali kenapa sang Kakek membuat perjanjian konyol seperti itu.Surya, Papa dari Bunga melihat kearah anaknya dan tak mendapat respon ataupun jawaban dari sang anak, membuat Papanya merasa bersalah.“Kau boleh menolaknya Nak, jika kau tak menginginkan perjodohan ini, tak apa kita kehilangan semuanya. Asalkan Papa masih bisa melihat anak Papa ini bahagia.”“Maksud Papa?” Bunga mulai membuka suara bertanya pada Papanya.“Jika kau menolak perjodohan ini maka kita harus mengembalikan semua aset kita pada keluarga itu, karena kakek mengelola dan membangun semua ini berkat bantuan dari keluarga Alvaro,” ucap Papanya, terlihat ia begitu sedih saat berbicara seperti itu, karena ia akan kehilangan kenangannya bersama sang Kakek.Bunga tak tega melihat wajah sedih Papanya, ia tahu betul bahwa apa yang dimiliki oleh mereka saat ini adalah peninggalan dari sang kakek. Karena Papanya itu tak ingin orang lain memiliki ini. Semua ini adalah bagian dari kenangan mereka.“Bunga akan menerimanya Pah.” Sambil tersenyum gadis itu berbicara melihat kearah kedua orang tuanya.“Semua ini bentuk rasa sayang Bunga pada kalian dan demi menghormati, amanah mendiang sang Kakek.”Bunga langsung menghambur memeluk kedua orang tuanya itu, mereka menangis bersama-sama.“Terima kasih sayang, anak Gadis Papa ini sudah dewasa rupanya, dengar Nak, kau boleh menolak ini jika kau keberatan akan perjodohan itu, kami tak akan memaksamu,” ucap Papanya menangis haru mendengar penuturan sang anak.Ia tak tega menjodohkan anaknya, jika Bunga tak ingin menikah dengan Pria itu, maka mereka pun takkan memaksa.Diluar dugaan Anaknya mau menikah dan menerima perjodohan tersebut, mereka bangga karena anaknya mampu berfikir dewasa dan bijaksana dalam menyikapi keadaan ini.Sebagai orang tua mereka tetap mendukung Bunga, dan tetap menginginkan yang terbaik untuknya, karena bagi mereka kebahagiaan Bunga lebih berharga dari semua yang mereka miliki saat ini.Bunga melangkah keluar dari ruangan itu dengan didampingi oleh Papanya Tuan Surya Kencana, Karena rasa gugupnya, ia meremas erat tangan Papanya itu, Tuan Surya mengusap lembut tangan Bunga yang menggandeng lengannya, memberi semangat kepada Bunga, sesaat rasa gugup menyergap dirinya, lututnya terasa lemas, namun ia tetap paksakan untuk berjalan.Setibanya di tempat ijab kobul, Bunga dapat melihat Alvaro yang telah mengucap ijab kobul dengan tegas dan lantang, seolah tidak ada keraguan dimatanya.Kata sah membuyarkan lamunan Bunga, entah gadis itu sedang melamunkan apa, Joana lalu meminta anaknya untuk mencium punggung tangan suaminya.Bunga pun menuruti perintah ibunya, ia mencium punggung tangan lelaki yang kini telah menyandang status Suami, Alvaro pun melakukan hal yang sama dengan mencium kening Bunga, mereka lalu menandatangani surat nikah secara resmi.Pernikahan itu tidak di lakukan secara mewah hanya pernikahan dengan pesta yang sederhana, yang hanya di hadiri oleh sanak saudara saja.Ini semua karena permintaan Bunga, keluarga Alvaro sebenarnya keberatan dengan syarat tersebut, namun itu sudah menjadi syarat mutlak dari Bunga, jika memang mereka tetap menginginkan pernikahan ini tetap berlangsung.Mau tak mau mereka menuruti persyaratan yang di ajukan oleh Bunga, karena mereka ingin perjodohan ini tetap berlangsung.Bunga melihat wajah bahagia semua orang, ia melihat ke arah kedua orang tuanya yang sedang tersenyum bahagia sambil berbincang dengan keluarga dari Alvaro‘Oh Tuhan ... Apakah yang kulakukan ini benar?’ batin Bunga.Tanpa ia sadari Alvaro memperhatikannya sedaritadi, ia melihat wajah istrinya yang tak bahagia akan pernikahannya ini.‘apakah dia benar-benar menerima perjodohan ini, kenapa ia terlihat begitu sedih?’Gio tersenyum tipis ketika Alexa masuk ke dalam ruangannya. Dia kemudian berdiri dan berjalan menuju lemari yang ada di belakang meja kerjanya. Dia membuka salah satu pintu kecil yang ada di lemari tersebut.Di dalam lemari itu bersusun aneka jenis minuman beralkohol, lengkap dengan gelas berbagai ukuran, dari sloki sampai gelas anggur. “Kau mau minum apa?” tanya Gio kepada Alexa.“Ch, ch, ch, CEO macam apa sih kau ini, Babe. CEO mana yang minum pada jam kerja seperti ini?” ejek Alexa.“Heh, Perempuan. Diamlah saja, ini kantorku, kalau kau tak suka, silahkan angkat kaki dari sini.”Begitulah Gio, dia tak pernah punya keinginan untuk menghormati siapapun. Lelaki ataupun perempuan, baginya sama saja. Apalagi perempuan seperti Alexa.Kalau saja kata-kata itu keluar dari mulut orang lain, mungkin saja Alexa sudah balas memakinya. Tapi dengan Gio, jelas semua ceritanya akan berbeda. Setidaknya, Gio adalah satu-satunya tempat bagi Alexa ya
Dengan perasaan kesal, Alexa berjalan keluar dari ruang kerja Alvaro. ‘Awas! Rasakan saja nanti, sombong sekali,’ batin Alexa . Kekesalannya memuncak, dia langsung saja berjalan menuju parkiran.Alexa masuk ke dalam mobilnya. Dia membanting pintu mobil itu sampai menciptakan bunyi yang keras. Beberapa orang yang sedang melintas langsung menatap ke arah mobil Alexa . “Apa lihat-lihat?!” seru Alexa dari dalam mobil. Suaranya tentu saja tak terdengar sampai keluar, teredam di dalam kabin mobil itu.Kekesalan Alexa kembali memuncak ketika telepon genggamnya yang tersambung dengan audio mobil berbunyi. Dia melirik ke arah layar yang ada di dashboard mobil. Nama Sarah tertera di layar tersebut. “Duh, Nenek Lampir ini lagi. Gara-gara dia sendiri nih, coba dia lebih pintar,” maki Alexa .Alexa menerima panggilannya. “Halo, Bu. Aku di jalan. Alvaro marah padaku juga. Dia mengancam akan menyudahi kontrak kalau aku menimbulkan kecurigaan. Jadi Ibu sekarang
Alexa terkejut melihat Sarah dengan kopernya sudah berdiri di depan pintu unit apartemen yang ditinggali Alexa. ‘Untung saja tadi malam Gio tidak menginap disini,’ batin Alexa ketika membuka pintunya.“Kenapa, Bu? Kenapa mereka mengusir Ibu?” tanya Alexa. Dengan malas dia duduk di sofa yang ada pada ruang tamu di apartemen itu.“Kau bodoh, Gio juga bodoh! Kalian mark up terlalu banyak tagihan rumah sakit kemarin. Kalau saja kalian tidak menaikkan biayanya sebesar itu, pasti sekarang aku masih berada di rumah Al,” kecam Sarah.“Eh, itu bukan salah kami. Ibu mengatakan segitu jumlah hutang Ibu yang harus segera dibayarkan, kenapa sekarang menyalahkan kami?” tanya Alexa sengit. Dia tak menerima disalahkan oleh Sarah.“Memang, memang sebanyak itu. Tapi tidak juga dalam sekali jarah saja, Alexa.” Sarah lebih sengit lagi kepada Alexa. Dia merasa gadis itulah yang mengacaukan segalanya.“Bilang saja Ibu tak becus membujuk mereka berdua, Bu. Seka
“Wifey, bangun.” Bisikan lembut Alvaro membuyarkan alam mimpi Bunga. Matanya langsung bergerak-gerak gelisah. Sesaat kemudian langsung membuka matanya pelan.Wajah tampak Alvaro tampak bersinar tertimpa cahaya matahari pagi yang menyelusup melalui sela-sela ventilasi jendela kamar mereka. “Tampan sekali,” gumam Bunga tak sadar. Dia mengira masih di dalam alam mimpi, dimana dirinya bebas bersuara memuji ketampanan sang suami tanpa merasa malu.“Oh, terimakasih, Wifey!” Kecupan Alvaro mendarat tepat di bibir Bunga. Kecupan itu membuatnya tersadar kalau itu adalah nyata, bukan mimpi sama sekali. Bunga langsung duduk, dia menggosok-gosok matanya pelan.“Sayang, astaga, aku kira sedang mimpi,” lirih Bunga, malu karena tadi terang-terangan memuji ketampanan sang suami.“Tidak, Sayang. Kau tidak hanya bermimpi jadi istriku. Kau benar-benar sudah menjadi istriku sekarang,” ujar Alvaro. Kecupan berikutnya bertubi-tubi menghujani pipi, kening, dan bibir Bun
Kemarahan Alvaro“Maafkan kami berdua karena selama ini menutupinya,” ujar Alvaro. Alvaro adalah bos yang dingin dan kaku di kantor dalam urusan pekerjaan. Namun, ketika ada acara di luar kerja seperti yang digelar malam ini, maka dia lebih santai dan lebih mampu membawakan suasana.Para karyawan tampak senang, mereka yang ada di kantor pusat selama ini juga sudah banyak yang menduga kalau Alvaro memang memilik hubungan dengan Bunga. Kecuali Vanessa yang hanya bisa meringis. Teman-teman yang duduk dalam satu meja dengannya pun mengatakan kalau Vanessa membawa gosip yang tidak akurat.Yang paling senang dengan semua itu adalah Kakek Bram. Begitu Bunga dan Alvaro kembali turun dari panggung, Kakek Bram langsung memeluk Alvaro dan juga Bunga. “Kakek senang, sekarang langkah kalian akan lebih mudah lagi. Tidan usah bersembunyi-sembunyi,” ujar Kakek Bram. Bunga sendiri merasa konyol. Sebenarnya masih saja ada keinginannya untuk memberontak pada Alvaro. Setidakn
“Sayang! Cepatlah bersiap. Biarkan Ibu istirahat!” ujar Alvaro berdiri di pintu ruang makan. Dia menatap tajam pada Bunga. Alvaro tal sengaja mendengar perkataan Bunga tadi. Dia sangat menyesalkan itu. Alvaro tadi kembali ke ruang makan juga untuk menjauhkan Bunga dari Sarah yang penuh intrik.‘Kurang ajar, ternyata selama ini dia belum melimpahkannya pada Alvaro. Jadi bagaimana mungkin aku mengambil alih dari Alvaro?’ pikir Sarah yang duduk terdiam di ruang makan itu sendirian. Tak ada jalan lain agar Alvaro bisa secepatnya menerima warisan dari Kakek Bram kecuali mereka memiliki anak.Di kamar, Alvaro cepat menutup pintu setelah Bunga masuk ke kamar bersamanya. “Sayang, kau tidak bisa mengatakan apapun pada Ibu dengan semudah itu. Aku tahu kalau dia adalah ibu kandungku, tapi bukan berarti aku buta. Aku hanya tak mau dia terlantar walaupun dulu dia menelantarkan aku,” ujar Alvaro. Dia berjalan gelisah di dalam kamar.“Aku rasa tidak ada salahnya, daripada Ibu terus bertanya,” ujar B