Bunga sedang berusaha mengatur detak jantungnya agar lebih tenang. Hari ini perusahaan tempatnya bekerja mengelar acara penghargaan untuk karyawan-karyawan berprestasi.
Gadis dua puluh empat tahun sudah mengerahkan seluruh penampilan dalam bersolek. Ia tidak ingin melakukan kesalahan sedikitpun dalam acara penting semacam ini.“Bunga Lestari.”Suara pembawa acara menggema di setiap sudut ruangan. Menyerukan namanya yang menjadi karyawan terbaik di tahun ini.Dengan perasaan senang ia berjalan menuju panggung. Menerima plakat penghargaan.Tepuk tangan riuh menghiasi ruangan, Bunga mengucapkan terima kasihnya dan sedikit memberi pidato, ia turun dengan membawa penghargaan di tangannya, ucapan selamat tak henti-hentinya Bunga dapati.Namun benar kata pepatah semakin tinggi pohon maka akan kencang angin menerpanya, Vanesa dengan sengaja menghujatnya, dan mengatakan jika selama ini Bunga hanya mengandalkan fisiknya untuk memikat hati manager.Padahal semua orang tau, Bunga bekerja dengan sepenuh hati mengabdikan diri dan selalu bekerja keras, namun di balik hujatan itu sekalipun perih Bunga tak pernah mendengarkan perkataan Vanesa.Sudah jadi rahasia umum jika wanita itu begitu iri pada Bunga, karena di setiap kesempatan Vanesa selalu menjatuhkan Bunga.Vanesa adalah teman sekantor Bunga lebih tepatnya mereka satu devisi di kantor itu, ia merasa tersaingi oleh Bunga bukan hanya karena parasnya yang rupawan, kinerjanya pun sangat bagus, belum lagi sikapnya yang ramah dan banyak orang mengagumi serta menyukai Bunga.Itu membuatnya iri hati dan membenci Bunga, sebisa mungkin ia selalu menjatuhkan Bunga di berbagai kesempatan, ia pun tak menyia-nyiakan kesempatan untuk menjatuhkannya di acara penting hari ini.Kali ini Bunga terfokus pada kebahagiaannya, wanita itu begitu senang karena impiannya telah terwujud dia akan di pindah tugaskan ke kantor pusat.Dia selalu ingin bekerja di Angkasa Group perusaan induk yang berpusat di ibu kota, karena dia ingin menjadi wanita karir yang sukses kedepannya dengan kemampuannya.Bunga pulang dengan hati yang sangat senang, tak lupa ia membawa buah tangan satu buah martabak spesial untuk dibawa pulang, ia akan memberitahukan pada ayah Ibunya.“Mama, papa!” teriak Bunga saat sudah berada di depan pintu rumahnya hati Gadis itu begitu gembira, dia langsung saja masuk kedalam rumah.Saat dia berada di ruang tamu, ia melihat kedua orang tuanya begitu bahagia, raut wajah mereka begitu berseri-seri, Bunga bisa melihat itu dari ekspresi mereka.Bunga mengerutkan keningnya, entah kenapa wajah bahagia orang tuanya begitu terpancar, ia pun melihat ada seorang kakek tua, ia memperkirakan umur kakek itu sama seperti mendiang kakeknya.“Nak, duduk sini sayang, Papa ingin bicara padamu,” ucap Ayah Bunga sambil menepuk tempat duduk di sampingnya.Bunga mengikuti perintah Ayahnya, ia melangkahkan kakinya lalu mendekati orang tuanya dan duduk tepat di sebelah Ibunya“Nak, kenalkan ini kakek Bram, beliau teman dekat dari Almarhum Kakekmu, beliau kesini ingin menagih janji mendiang Kakekmu Nak,” ucap Ayah Bunga menatap lekat pada manik Bunga sebelum ia meneruskan ucapannya.‘menagih janji, janji apa yang Papa maksud itu,’ batin Bunga.“Kakekmu bersahabat dengan kakek Bram, dan kakek Bram ini banyak membantu Kakekmu dulu, mereka pernah membuat kesepakatan bahwa, kelak jika mereka punya anak maka mereka akan menjodohkan anak mereka, agar berbesan dan hubungan baik ini tidak akan putus, namun sayang anak kakek dan kakek Bram sama-sama Laki-laki.”Surya menjeda ucapannya, dia ingin tahu reaksi anaknya itu, namun Bunga tetap diam saja tak memberi komentar, Surya pun melanjutkan kembali ucapannya.“Kakekmu lantas berjanji jika cucu perempuannya yang akan menjadi menantu keluarga kami, karena Kakekmu merasa memiliki hutang budi pada keluarga itu Nak,” ucap Ayah Bunga menjelaskan padanya.Bunga terdiam membisu mencoba mencerna ucapan Papanya, kabar yang baru saja dia dengar begitu mengejutkannya.“Kakek, bolehkah aku memikirkan ini terlebih dahulu, ini sangat mendadak bagiku Kek,” ucap Bunga meminta waktu pada Bram.“Tiga hari, aku memberimu waktu tiga hari untuk memikirkan ini baik-baik, aku harap kau mau mengabulkan permintaa kakek tua renta ini, dan berbelas kasih padanya,” ucap Kakek Bram pada Bunga.Tiba-tiba saja tuan Bram memegangi dadanya, ia meringis kesakitan dan kemudian jatuh pingsan.Ibu Bunga panik ia segera meminta suaminya untuk membawa kakek Bram ke rumah sakit. Bunga melihat itu lantas ikut merasa cemas, ia tak ingin terjadi apa-apa pada Kakek Bram.Bunga masih ingat betul saat-saat ia kehilangan sang Kakek, tanpa terasa air matanya menetes ia memegangi tangan Kakek Bram.Mereka tiba di rumah sakit, dan langsung di tangani oleh dokter, mereka semua menunggu dengan cemas dan berdoa agar tidak terjadi apa-apa pada Kakek Bram.Papa Bunga berjalan kesana kemari, memikirkan kemungkinan yang ada, tak lama pintu ruangan terbuka mereka langsung menghampiri dokter.“Bagaimana Dok keadaannya,” tanya Surya pada dokter tersebut.“Beliau terkena serangan jantung, saya sarankan agar kalian tidak mengejutkannya dengan kabar yamg tak baik, karena bisa berakibat fatal nantinya, kalian boleh menjenguknya saat nanti pasien sudah di pindahkan ke ruang rawat,” ucap Dokter itu menjelaskan, dokter itu pun berlalu pergi di ikuti oleh suster dibelakangnya.Kakek Bram sudah di pindahkan ke ruang rawat mereka pun berada di sana untuk melihat keadaannya, sebuah alat terpasang di badannya dan satu layar monitor memantau perkembangannya.Kakek Bram membuka mata, lalu mulai berbicara, ia melepas alat bantu pernafasan yang ada di mulutnya, untuk memudahkan ia berbicara.“Saya mohon, terimalah perjodohan ini, saya takut usia saya tak lama lagi, jadi sebelum saya meninggal saya ingin melaksanakan janji persahabatanku dengan Kakekmu,” ucap Bram pada mereka, ia menelisik satu persatu wajah yang ada dihadapannya.Ayah dan Bunga bungkam, mereka hanya bisa melihat kearah anaknya itu, Bunga merasa kasihan pada Kakek Bram, ia teringat akan mendiang sang Kakek.“Baiklah Kek, aku akan menerima perjodohan ini,” ucap Bunga menerima perjodohan itu, ia tersenyum ke arah kakek dengan tulus.Semua orang pun senang mendengarnya, Bram lantas mengucapkan terima kasih kepada Bunga karena sudah mau mengabulkan permintaannya.Melihat Papa, Mama, dan Kakek Bram tersenyum bahagia Bunga pun ikut merasa senang walau hatinya berkata lain.Bunga lantas keluar dari ruangan sang Kakek, ia limbung tak tahu harus berbuat apa, ia masih ingin meneruskan impian dan cita-citanya, namun Bunga tak ingin mengecewakan Almarhum Kakeknya jika ia mengabaikan wasiat itu.Bunga lantas pergi dari rumah sakit, di satu sisi Alvaro datang setelah di beritahu jika Kakeknya masuk rumah sakit, ia buru-buru datang dan meninggalkan pekerjaannya itu.Sesampainya di rumah sakit ia lantas menanyakan dimana ruangan sang Kakek ia bergegas masuk keruangan Bram di rawat.“Kakek, kenapa bisa sampai seperti ini, pagi tadi kakek baik-baik saja?” tanya Alvaro pada Kakeknya.Raut wajah khawatir begitu kelihatan sekali di wajahnya, ia mencemaskan keadaan sang kakek.“Tidak apa-apa, kakek baik-baik saja, kau jangan terlalu mengkhawatirkan Kakek,” ucap Bram pada cucunya.“Kenalkan, ini pak Surya dan istrinya Nyonya Kencana, mereka calon mertuamu,” ucap Kakek lagi, memperkenal Surya dan Istrinya.Alvaro langsung menoleh kearah mereka, lalu berjalan mendekat dan menjabat tangan Pak Surya serta istrinya sambil tersenyum.Surya dan Joana pun membalas senyum calon menantunya, suami dari anaknya kelak.Alvaro lantas duduk di kursi sambil terus menatap sang Kakek, kakeknya hanya tersenyum saja ditatap oleh cucunya.Sebenarnya Alvaro ingin menanyakan apa maksud dari kakek memperkenalkan kedua orang itu padanya dengan sebutan mertua.Alvaro enggan berbicara karena mereka masih di ruangan itu, pak Surya pun lantas berpamitan pada Bram dan Alvaro karena hari sudah mulai gelap.Setelah mengantar mereka sampai depan Alvaro segera menghampiri sang Kakek dan bertanya kepadanya.“Kakek, apa maksud dari semua ini, kenapa mengenalkan mereka sebagai mertua Alvaro Kek?”“Bukankah Kakek sudah pernah bilang bahwa Kakek akan menjodohkanmu dengan cucu dari sahabat kakek?” Bram mengingatkan Alvaro akan pembicaraannya dua hari yang lalu.Saat Alvaro baru pulang dari kantor Bram memanggil cucunya dan menyampaikan niatnya itu, namun dia tak mendapat jawaban dari Alvaro karena cucunya itu diam saja, maka kakek mengambil kesimpulan jika Alvaro tak keberatan akan perjodohan itu.“Menikahlah dengannya, dia akan jadi istri yang baik untukmu, Kakek bisa jamin itu, dia gadis yang baik, Kakek sudah melamarnya, jadi tak ada penolakan,” ucap Bram menatap tajam kearah cucunya.Dia tak akan terima jika permintaannya ditolak, dan Alvaro wajib untuk menuruti serta mematuhi semua perintahnya.Sarah dan Alexa hanya melirik ketika Bunga mengantar Alvaro menuju ke pintu. “Jangan pulang lama-lama,” rengek Bunga. Alvaro hanya menaikkan alisnya. Dia tidak berencana pulang cepat. Alvaro ingin pulang kembali ke rumah kalau semua orang sudah tertidur.Setelah mengantarkan Alvaro , Bunga kembali ke kamarnya. Sarah sebenarnya memanggil Bunga agar bergabung dengannya dan Alexa, namun Bunga ingin menghubungi Nabila untuk menanyakan hasil investigasi mereka.Sampai di kamar, Bunga langsung mengunci pintunya. Dia mengambil telepon genggamnya dari dalam tas kemudian langsung menghubungi Nabila. “Halo, Bila. Bagaimana?” tanya Bunga penuh harap.“Kami baru saja pulang. Ini masih di jalan. Om Angga mengatakan kalau nota itu memang mencurigakan, tapi semuanya juga ditandatangani oleh seorang dokter senior yang menjadi direksi di rumah sakit. Om Angga mengatakan akan mencoba memeriksa rekam medis dari pasien yang bersangkutan. Tenang saja, Lia. Nan
“Bos, dari pihak rumah sakit itu sendiri mengatakan kalau itu memang nota resmi pembayaran yang ditandatangani oleh salah satu direktur mereka. Jadi itu sah,” ujar Leo. Alvaro mengerutkan keningnya. Dia mendengarkan semua keterangan Leo mengenai pembayaran rumah sakit Sarah. Leo mengatakan kalau mereka tidak berhasil mendapatkan rekam medis Sarah karena itu adalah dokumen pribadi yang hanya bisa diakses oleh pihak internal rumah sakit dan juga pasien yang bersangkutan.“Kau tahu, Leo. Aku tetap merasa ini sangat aneh. Kau ingat ketika Kakek mengalami serangan jantung? Aku yang mengurus Kakek bersamamu saat itu kan? Dan pembayarannya tidak membengkak seperti ini, Leo,” ujar Alvaro . Leo mengangguk membenarkan.“Kita butuh mencari komparasi, Al,” ujar Leo. Alvaro setuju. Dia meminta Leo untuk menghubungi beberapa rumah sakit lainnya, untuk menyelidik dan melakukan perbandingan.Keluar dari ruangan Alvaro , Vanessa menatap ingin tahu. “Tugasmu akan bert
Tok! Tok! Tok!Pintu kantor Bunga diketuk dari luar. Bunga menanti siapa yang akan muncul di balik pintu itu. “Masuk,” ujarnya dari dalam.“Halo, Kakek boleh masuk?” Kakek Bram muncul di pintu. Bunga langsung tersenyum lebar, dia senang melihat lelaki itu datang dengan wajah ceria.“Masuklah, Kek. Aku senang Kakek datang,” jawab Bunga. Volume suara Bunga memang agak dikecilkannya karena menyadari kalau pintu ruangannya terbuka. Mungkin saja ada yang akan mendengarnya.“Oh, kalian masih main sandiwara?” tanya Kakek Bram. Kakek duduk di sofa yang ada di dalam ruangan Bunga.Setelah bersalaman dan mencium tangan orangtua itu, Bunga langsung duduk bersama Kakek Bram. “Kakek sehat?” tanya Bunga. Da merasa malu mengenai sandiwara yang ditanyakan Kakek Bram tadi.“Sehat, Nak. Kakek bisa sampai disini. Rasanya sudah lama sekali tidak bertemu kalian. Tadinya Kakek mau ke rumah kalian saja nanti malam. Tapi, Kakek sudah tidak sabar. L
Bunga kemudian tersenyum. Sarah langsung menutup pintu kamar. Bunga sekarang berpikir bagaimana caranya membujuk Alvaro kembali agar tidak marah kepadanya. Namun, Bunga kehabisan akal. Rasanya dia tak tahu lagi bagaimana membujuk Alvaro agar bisa berdamai. Tak mungkin Bunga memakai cara yang sama dengan tadi. Alvaro pasti kali ini tidak akan membiarkan Bunga berhasil.Bunga ingin kembali ke kamar, namun dia merasa sedikit haus. Karena itu Bunga berjalan ke dapur. Dia ingin mengambil segelas sari jeruk dingin yang ada di dalam kulkas.“Mau apa, Nya?” tanya Bibi yang masih merapikan dapur dan mempersiapkan bahan masakan untuk keesokan hari.“Bi, kenapa belum tidur? Sudah malam, Bi. Istirahat saja, Bibi kan sudah lelah seharian,” ujar Bunga disertai senyuman. Itulah yang membuat pekerja di rumahnya menyayangi Bunga. Bunga selalu ramah dan bersikap baik kepada orang yang bekerja padanya.“Iya, Nya. Sebentar lagi. Bibi hanya mempersiapkan ini saja. Set
Sarah terus mengetuk pintu kamar Alvaro dan Bunga. Kedua insan yang sedang memadu kasih itu terperanjat. Merasa tak nyaman bisa tak menjawab, merasa tak nikmat pula bila menjawab. Bunga masih terdiam sambil menatap Alvaro yang juga ikut terdiam raut wajahnya kini berubah.“Bagaimana ini?” tanya Bunga. Konsentrasinya terganggu. Aksinya tak lagi bisa selaras dengan seluruh gaya yang telah dilakukannya tadi.“Sudahlah, jawab saja. Ibu tak akan diam kalau kau tak menjawab,” bisik Alvaro akhirnya, seolah dia tau.“Kenapa aku?”“Karena kau yang membawa Ibu kemari.”Hening menerpa, Bunga paham kalau Alvaro masih kesal. Ternyata kekesalan itu tersimpan di dalam lubuk hatinya. Sedikit saja ada kesempatan untuk dikeluarkan, Alvaro langsung memuntahkan semua kemarahannya pada Bunga melalui kata-kata sinisnya.Situasi membuat Bunga juga ikut merasakan terpaan emosi. Bunga terdiam, dia berdiri kemudian masuk ke kamar mandi setelah m
Bunga sudah selesai memakai lingerienya, dia berjalan pelan ke sisi Alvaro. ‘Duh, jangan kesini. Please, Diamlah di tempat. Duduk di tempat tidur,’ ujar Alvaro. Tapi, lagi-lagi hanya di dalam hati saja. Sebab di luar, Alvaro masih saja tampak berusaha keras berkonsentrasi pada pekerjaannya. Dia harus bertahan kali ini sekuat tenaga Alvaro mencoba untuk tetap mengerjakan pekerjaannya.“Sayang, kenapa bekerja terus,” sapa Bunga yang duduk di tangan kursi Alvaro. Mau tak mau Alvaro terpaksa melirik ke arahnya. Sungguh cantik dan seksi lingerie itu melekat di tubuh Bunga. Bahannya yang transparan memperlihatkan kalau Bunga tidak memakai apapun di bawah pakaian itu. Alvaro menarik nafas lagi dan menahannya. Bahkan hingga sesak nafas pun Alvaro bertekad menahannya. "Kenapa dia harus duduk di sini, aku jadi bisa melihat semuanya. Tahan ya tahan," gumam Alvaro pada dirinya dalam hati. Dia tak mungkin tidak tergoda tapi dia harus tetap bertahan dan tidak menyerang istrinya