Share

Bab 2. Sial 2 kali.

Mendengar  penjelasan Harry, Luna semakin memucat karena  malu, ia menggenggam ujung kemejanya dengan erat, karena itulah yang biasa ia lakukan saat gugup.

Ya ampun bagaimana ini?? Pakai acara salah orang lagi!

“ He he he, ehm, maaf..” Luna menggigit bibirnya dan tersenyum garing, serta sedikit demi sedikit ia beringsut keluar dari tempat duduknya dan berdiri dengan cepat. Wajahnya pucat karena ia tahu kalau ini sangat memalukan, dan ingin rasanya ia ngumpet di dalam karpet di bawah ini supaya laki laki itu tak melihatnya. Apalagi dia tadi sudah dengan PDnya mengajaknya nikah. O M G mau ditaruh dimana wajahnya ini.

“Maaf  ehm aku masih ada urusan yang lain, aku pergi dulu ya.”

Selesai Luna berkata seperti itu, ia langsung menyambar tasnya dan berjalan keluar dengan cepat tanpa menghiraukan ekspresi dari laki laki itu dan segera menghentikan taxi yang memang berjajar di depan hotel Astin yang merupakan hotel berbintang 5, dan pergi.

Di belakangnya,  Harry yang melihat ekspresi canggung, malu dan salah tingkah dari Luna tidak bisa lagi menhaan tawa, ia bahkan tertawa terbahak bahak sampai mengeluarkan air mata saking menurutnya Luna melakukan hal yang sangat lucu baginya.

Tawa itu membuatnya terkejut karena ia sudah tak pernah lagi tertawa seperti itu, mungkin sejak persitiwa yang menyesakan hatinya dan pengkhianatan orang orang terdekatnya membuatnya tak bisa melepas tawa dan paling banter ia hanya bisa tersenyum kaku saja, tapi ini benar benar tertawa lebar sampai mengeluarkan air mata.

Setelah melihat ke sekeliling resto sudah sepi, ia mengelus dadanya dan merasa beruntung karena tak ada yang melihatnya tertawa begitu bar bar kayak tadi.

Harry mengambil ponsel dan tasnya yang berisi berkas berkas dan melihat kalau identitas pribadi dan juga persyaratan pernikahan dari gadis tadi masih tertinggal di meja, mungkin karena saking malunya, gadis tadi meninggalkan surat surat penting yang sangat berharga. Harry hanya tersenyum sambil memasukan berkas berkas itu ke dalam tas kerjanya dan nantinya  akan menyuruh asistennya, Romi  untuk melakukan sesuatu dengan berkas itu.

***

Sementara itu, taxi yang mengantar Luna tak berhenti di rumahnya melainkan di rumah Sandra. Luna tak berani pulang ke rumah karena ia takut dengan mamanya yang sudah mengultimatum dirinya tak boleh pulang dan dicoret dari kartu keluarga karena tak mengikuti apa yang menjadi keinginan mamanya.

Sandra ada lah sahabatnya sedari SMA sehingga mamanya pasti tahu kalau setiap ada masalah ia selalu lari ke rumah Sandra, bersembunyi di rumah Sandra bukan pilihan yang terbaik karena mamanya akan dengan mudah menemukannya, tapi ia tak peduli, ia ingin menenangkan hatinya.

Siang ini ia salah menemui orang dan ia langsung pergi tanpa mengambil surat surat penting yang tadi ia taruh di meja setelah Harry membacanya tadi.

“Sial dua kali dah aku ini… sudah malu karena salah orang, sekarang aku juga harus cari waktu untuk menemui Harry dobel R yang membawa surat surat berhargaku. Sial!!!” pekik Luna yang kesal dengan kesialannya hari ini.

“Heh! Jangan bilang sial di depan rumah orang kayak gini,” sergah Sandra yang membukakan pintu.

“Tahu aja kalau aku bakal kemari, padahal aku belum ketuk pintu, “ katanya sambil menerobos masuk ke dalam rumah Sandra.

“Mama kamu sudah mengabari aku, nanti kalau kamu datang harus cepat pulang,” katanya dengan nada datar.

“Haiz katanya aku diusir dari rumah dan bakal dicoret dari kartu keluarga gara gara tidak menemui blind date yang ditentukan mama. Padahal ini sebenarnya karena aku salah orang saja, Hari yang kucari eh malah Harry dengan dobel R yang aku temui, dasar nasibku sial saja.”

“Makanya jangan suka melawan orang tua.”

“Astaga masa tamu ga disuruh masuk?” tanya Luna kesal dengan tanggapan dingin sahabatnya itu.

“ Luna, kamu kan tahu mamamu galaknya kayak apa? Aku takut kalau malah mama kamu labrak diirku kayak ketemu pelakor aja. Jadi please kamu pulang ya.”

“Ya ampun, nyesek gini ya Allah! Diusir sana sini…”

“Lebay!!” sergahnya tapi tetap mengijinkan sohibnya masuk ke dalam rumah, karena kasihan melihat wajah putus asa sahabatnya itu. Biarlah ia beristirahat dulu sebelum pulang dan menghadapi kemarahan mamanya.

***

Sementara itu dirumah Luna, papa Ronald hanya bisa mondar mandir karena menunggu anak semata wayangnya yang belum juga pulang, karena tadi ia sudha menelepon Sandra dan berkata kalau si Luna belum datang ke rumahnya, tentu saja ini membuat Ronald cemas.

Ia tahu apa yang dikatakan istrinya sama anaknya kemarin, dalam hatinya sebenarnya ia tak setuju dengan apa yang dikatakan oleh istrinya namun ia memilih diam karena ia tak mau kalau istrinya marah dan tambah menindas anak semata wayangnya.

Apalagi kalau nantinya kemarahan istrinya  berujung pada hilangnya haknya untuk tidur berdua dengan istrinya yang masih cantik di usianya yang senja.

“Pa, kamu jangan mondar mandir kayak setrikaan gitu bisa ga?”

Mama Nesti sebenarnya juga merasa bersalah sama apa yang ia katakan kemarin, ia hanya kesal karena anaknya belum mau berkeluarga padahal ia ingin menimang cucu.

“Ma, papa lagi cemas dan mama tahu kan kalau papa cemas itu bawaannya harus beraktifitas nah mama diajak olah raga di ranjang juga gak mau,” katanya dengan nada menggoda sehingga membuat wanita paruh baya yang masih menarik itu hanya bisa memutar bola matanya dengan jengah karena kesal dengan godaan suaminya yang tidak pada tempatnya.

Sejujurnya ia sangat khawatir dengan Luna, karena walau bagaimanapun seorang wanita dan di jam seperti ini, biasanya ia sudah di rumah dan bergelung dengan selimut dan drakor yang membuatnya sangat susah untuk bangun esok hari.

“Ya sudah kita cari saja keluar, sekalian papa bisa beraktifitas,” putusnya sambil beranjak masuk untuk mengganti pakaiannya dengan yang lebih sopan dan cocok untuk keluar rumah. Ia masih pakai daster saja, tak mungkin ia keluar rumah pakai begitu saja.

Namun sebelum ia mencapai ke teras depan dimana suaminya menunggu, teriakan suaminya membuat dirinya lega dan lalu menaruh pantatnya kembali ke sofa yang ada di ruang tamu.

 “ Astaga, Luna! Kamu darimana saja.”

Sapaan sang suami membuat mama Nesti sedikit lega, karena itu berarti Luna sudah kembali dan mama Nesti ber usaha menarik ekspresi marah di wajahnya untuk membuat anak perempuan satu satunya yang selalu memberontak pada setiap kencan buta yang ia atur.

Ia tak tahu kalau di teras suaminya langsung menasehati anaknya itu dengan berbisik.

“Gadis baik, bicara baik baik sama mama kamu, jangan jawab balik, ia sudah cukup cemas karena tahu sampai maghrib kamu belum balik ke rumah.”

Ketika Luna mendengar nasihat papanya, Luna tertegun lalu menganggukkan kepalanya dan mengikuti papanya berjalan di belakangnya ke ruang tamu menemui mamanya.

Ketika Aluna sampai ke sofa dimana mama Nesti duduk, ia langsung menghampiri mamanya dan duduk di sampinya, tapi ia mendengar kalau mamanya menghela nafas nya dengan kasar serta berkata dengan lembut.

“Sudahlah, kamu harus pergi kerja besok pagi, istirahat dulu sana! Kalau belum makan masih ada makanan di meja makan, kamu melewatkan makan malam bersama ini,” kata mama Nesti dengan nada yang biasa, jadi Luna sedikit terharu.

“Ma, maafkan Luna karena kebodohan Luna maka Luna salah ketemu orang tadi.”

Penjelasan Luna mengalir dari bibirnya yang seksi dan membuat mamanya itu hanya bisa menghembuskan nafasnya sekali lagi karena kesalah pahaman itu membuat dia hampir saja mengusir anaknya.

Berbicara masalah memalukan tadi membuat wajahnya memerah karena ia berpikir kalau dirinya sangatlah bodoh tadi, mengajak nikah orang yang salah! Huft!

“Aku tadi sudah memberi tahu sang dosen kalau kamu belerja lembur, jadi hari ini kamu tak bisa bertemu dengannya, tapi  ia tak keberatan. Bahkan ia meminta no ponsel kamu dan berkata akan menghubungi kamu sendiri di lain hari,”jelas mamanya dengan nada tenang.

“ Ma… tapi mama gak marah sama Luna kan?” tanyanya sambil mengedip ngedipkan matanya menggoda sang mama.

“ Kamu… Astaga usia kamu itu berapa, apa kamu tak malu tadi bisa salah orang, mana kamu pasti ngeloyor tanpa membayar bill makanan kamu sendiri kan?” selidik mamanya itu dengan nada gelisah. Astaga anaknya itu!

“OMG, iya aku juga lupa itu, bahkan aku juga lupa dengan kartu identitasku yang juga ketinggalan di sana.” katanya sambil menepuk jidatnya.

“Ya ampun Lunaaaaaaaa!!! Kapan mama bisa tenang kalau segala sesuatu bahkan yang sepele sekalipun kamu bisa melupakannya.” Gantian mama Nesti yang menepuk jidatnya saat tahu kartu identitasnya Luna ketinggalan, ia belum tahu kalau KK dan juga surat lahirnya turut raib bersama kartu identitasnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status