Mumpung Rayden masih libur dan tidak masuk kerja karena kecelakaan dua hari yang lalu, Sheina memutuskan untuk belanja ke supermarket.Awalnya Rayden tidak mengizinkan ia pergi bersama dengan Bi Sari dan Pak Karyo, tetapi setelah itu pria itu mengizinkan karena ia juga ngidam untuk berbelanja di supermarket.“Non Sheina mau beli apa?” tanya Bi Sari melihat Sheina sangat excited sekali.“Buah, es krim, dan banyak lagi, Bi,” sahut Sheina dengan mata yang berbinar.Bi Sari tampak tersenyum, ia hanya ikut saja ke mana kaki Sheina melangkah. Wanita hamil itu tidak hanya membeli makanan tetapi juga sayuran yang ia mau, walaupun terkadang Sheina masih merasakan morning sickness tetapi nafsu makannya sudah tinggi berat badannya naik.“Bi aku mau ambil susu sebentar ya. Bibi pilih apa yang mau dibeli,” pamit Sheina ke rak tempat susu ibu hamil yang tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.“Iya, Non.”Sheina mendorong troli menuju rak dengan berbagai jenis susu di sana, matanya mengedar menc
Mumpung Rayden masih libur dan tidak masuk kerja karena kecelakaan dua hari yang lalu, Sheina memutuskan untuk belanja ke supermarket.Awalnya Rayden tidak mengizinkan ia pergi bersama dengan Bi Sari dan Pak Karyo, tetapi setelah itu pria itu mengizinkan karena ia juga ngidam untuk berbelanja di supermarket.“Non Sheina mau beli apa?” tanya Bi Sari melihat Sheina sangat excited sekali.“Buah, es krim, dan banyak lagi, Bi,” sahut Sheina dengan mata yang berbinar.Bi Sari tampak tersenyum, ia hanya ikut saja ke mana kaki Sheina melangkah. Wanita hamil itu tidak hanya membeli makanan tetapi juga sayuran yang ia mau, walaupun terkadang Sheina masih merasakan morning sickness tetapi nafsu makannya sudah tinggi berat badannya naik.“Bi aku mau ambil susu sebentar ya. Bibi pilih apa yang mau dibeli,” pamit Sheina ke rak tempat susu ibu hamil yang tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.“Iya, Non.”Sheina mendorong troli menuju rak dengan berbagai jenis susu di sana, matanya mengedar menc
Mumpung Rayden masih libur dan tidak masuk kerja karena kecelakaan dua hari yang lalu, Sheina memutuskan untuk belanja ke supermarket.Awalnya Rayden tidak mengizinkan ia pergi bersama dengan Bi Sari dan Pak Karyo, tetapi setelah itu pria itu mengizinkan karena ia juga ngidam untuk berbelanja di supermarket.“Non Sheina mau beli apa?” tanya Bi Sari melihat Sheina sangat excited sekali.“Buah, es krim, dan banyak lagi, Bi,” sahut Sheina dengan mata yang berbinar.Bi Sari tampak tersenyum, ia hanya ikut saja ke mana kaki Sheina melangkah. Wanita hamil itu tidak hanya membeli makanan tetapi juga sayuran yang ia mau, walaupun terkadang Sheina masih merasakan morning sickness tetapi nafsu makannya sudah tinggi berat badannya naik.“Bi aku mau ambil susu sebentar ya. Bibi pilih apa yang mau dibeli,” pamit Sheina ke rak tempat susu ibu hamil yang tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.“Iya, Non.”Sheina mendorong troli menuju rak dengan berbagai jenis susu di sana, matanya mengedar menc
“Maaf untuk apa?” sekali lagi Rayden bertanya karena tak ada jawaban dari istrinya itu.Sheina terdiam dengan pemikirannya, ia mendesah pelan, lalu menatap Rayden dengan sendu. Sungguh ucapan Mona benar-benar mengganggu pikirannya, hatinya juga ikut terusik bahkan kata itu terus terngiang di otaknya.“Maaf kalau aku perempuan pembawa sial di hidup kamu, Mas,” gumam Sheina dengan lirih.Rayden langsung terkejut, ia melepaskan pelukannya dari Sheina untuk memastikan jika apa yang dia dengar salah.“Perempuan pembawa sial di hidup saya?” ulang Rayden mengernyitkan dahinya dengan bingung.“Maksudnya gimana? Kamu kenapa bisa berpikir seperti itu? Ada orang yang ngomong begitu?” tanya Rayden dengan tajam.Napas Sheina terdengar berat, tatapannya begitu sendu. Ia mengelus rahang tegas Rayden dengan lembut.“Kamu sadar gak sih, Mas? Sejak kehadiran aku di hidup kamu keluarga kamu berantakan. Reno di penjara, om Rendra tidak menganggap mama dan papa sebagai orang tuanya lagi, dan kamu kecelaka
Sheina termangu menatap kepergian Mona, sesak sekali hatinya mendengar kata-kata mertuanya yang sangat menusuk sekali. Berulang kali Sheina mendesah pelan, untuk menghilangkan sesak di dadanya tersebut. Apa benar jika ia adalah perempuan pembawa sial untuk suami dan keluarganya?Sheina terhuyung ke belakang, walaupun tak sampai jatuh, rasanya kakinya sudah tidak bertulang. Ia mencoba duduk di gazebo sebentar, tangannya gemetar begitu pun dengan kakinya. “Apa benar aku adalah perempuan pembawa sial?” gumam Sheina dengan lirih.Sejak ia lahir banyak kejadian yang begitu menyakitkan. Ayahnya meninggal, ibunya sakit hingga meninggal juga dan sekarang ia juga penyebab retaknya sebuah keluarga. Sheina terkekeh miris, ia membenarkan ucapan mertuanya tersebut, mungkin karena itu juga ia tidak pernah bahagia karena ia pembawa sial untuk orang terdekatnya.“Ya Tuhan…ini sakit sekali. Kenapa kebahagiaan itu sangat sulit aku raih,” gumamnya dengan lirih.Sheina berusaha untuk menenangkan dirinya
“Ini bubur masakan aku, Mas harus makan banyak,” ujar Sheina membawa nampan berisi bubur buatannya.Padahal Rayden sudah melarang istrinya itu untuk memasak karena semakin hari perut Sheina semakin besar rasanya, dan Rayden engap sendiri jika wanita itu banyak bergerak. Takut juga membahayakan Sheina dan kedua anaknya jika wanita itu banyak melakukan aktivitas berat.“Kamu ini ngeyel sekali saya bilangin, padahal kamu tinggal duduk enak di sini dan Bibi yang masak,” omelnya pada Sheina.Sheina terkekeh, kali ini ia tidak marah atau pun tersinggung dengan omelan Rayden kepadanya. Karena menurutnya, selagi ia bisa maka Sheina akan mengerjakannya sendiri. Lagi pula, ia juga dibantu dengan pelayan di dapur tadi, walaupun banyak dirinya yang bekerja, karena ia ingin masakan itu hasil buatannya sendiri. Para pelayan hanya membantunya sedikit saja. “Hanya masak bubur, Mas. Dibantu juga kok sama pelayan,” sahut Sheina dengan tersenyum.Rayden hanya bisa mendesah pelan, ia membuka mulutnya sa