Home / Romansa / Menikahi Penguasa / Bab 1: Pengantin Pengganti

Share

Menikahi Penguasa
Menikahi Penguasa
Author: Jerry

Bab 1: Pengantin Pengganti

Author: Jerry
last update Last Updated: 2025-07-09 02:32:24

"Alena kabur. Dia... dia pergi!" Suara Mama terdengar tercekik, seperti ada batu yang mengganjal di tenggorokannya. Wajahnya pucat pasi, tangan gemetar menggenggam ponsel yang baru saja memutar pesan suara terakhir dari Alena.

Keysha terpaku. Kedua tangannya mengepal di atas gaun putih gading yang tergantung anggun di dinding. Gaun itu seharusnya dipakai Alena. Kakaknya. Kembaran satu-satunya.

"Apa maksud Mama? Kak Alena... pergi?" Suaranya keluar nyaris tak terdengar, seperti bisikan di dalam mimpi buruk. Jantungnya berdetak lebih cepat. Keringat dingin mulai mengalir di pelipis.

Papa tiba-tiba membanting pintu ruangan rias. Nafasnya tersengal, wajahnya merah karena marah dan panik.

"Dia lari! Dengan pria itu! Dengan Bryan! Tepat pagi ini, saat proses menjelang akad nikah akan segera dimulai!"

Keysha melangkah mundur. Dunia seolah berguncang. Bryan? Pria yang dulu sering dibicarakan Alena sebagai sahabat masa kuliahnya?

"Tidak... ini semua pasti hanya kesalahpahaman saja," gumam Keysha pelan, tapi bahkan ia sendiri tahu bahwa itu hanya penyangkalan kosong.

"Tidak ada waktu untuk menyangkal!" kata Papa dengan suara keras. "Wartawan sudah datang. Tamu undangan sudah berdatangan. Calon suami Alena... Arka Alvaro... sudah siap di pelaminan. Kita tak bisa membatalkan ini!"

Mama meraih tangan Keysha, mencengkeramnya erat. "Nak, hanya kamu yang bisa menyelamatkan nama baik keluarga kita. Kamu dan Alena—kalian kembar identik. Tak seorang pun akan menyadari. Tolong, Nak... demi keluarga."

Keysha menggeleng. "Mama... Papa... ini bukan pesta ulang tahun yang bisa digantikan begitu saja. Ini pernikahan! Aku bukan dia! Aku bahkan tidak mengenal Arka!"

"Tapi kamu bisa berpura-pura! Untuk satu hari ini saja. Sampai semuanya selesai. Setelah itu..." Papa terdiam, menunduk. "Kita akan bicarakan sisanya."

"Setelah itu apa? Setelah itu hidupku tidak akan sama lagi, Papa! Apa kalian benar-benar berpikir aku bisa menjalani hidup yang seharusnya jadi milik Alena?!"

Mama menangis. Suara isaknya mencabik udara. "Keysha... tolong..." suaranya nyaris tak terdengar.

Detik itu, Keysha tahu. Tidak ada pilihan lain. Tidak ada waktu untuk berpikir panjang. Pandangan Papa dan Mama menekannya seperti dinding batu.

Ia menatap gaun putih di depannya. Mengelus halus kainnya dengan ujung jari. Di sanalah takdirnya mulai berubah.

"Baik," bisiknya pelan. "Aku akan menikah... menggantikan Kak Alena."

Terdengar suara tangis lega dari Mama. Papa menghela nafas panjang. Tapi di hati Keysha, badai mulai berkecamuk.

--------

Langkah-langkah kecil Keysha terdengar gemetar menyusuri koridor yang menuju aula utama, aula di mana pernikahan akan dilangsungkan. Deru napasnya terputus-putus. Di balik kerudung tipis pengantin yang menutupi wajahnya, ia bisa merasakan pandangan semua orang tertuju padanya. Tapi tak satu pun dari mereka tahu… dia bukanlah Alena.

Arka Alvaro berdiri di ujung pelaminan, mengenakan jas hitam mewah yang dirancang sempurna. Postur tubuhnya tegak, wajahnya tegas, tapi matanya kosong.

Keysha bisa melihat rahang pria itu mengeras saat ia mendekat. Sejenak, mata mereka bertemu. Dingin. Tanpa penuh emosi. Seperti melihat dua orang asing saling menilai dalam diam.

"Alena," sapa Arka pelan, nyaris tanpa ekspresi.

Keysha nyaris goyah. Nama itu bukan miliknya. Tapi ia harus menjawab. Ia harus meyakinkan semua orang.

Ia hanya mengangguk pelan. Tak mampu berkata apa-apa.

Pernikahan pun dimulai.

Penghulu membuka acara dengan suara lembut. "Saudara Arka Alvaro bin Mahendra, apakah Anda bersedia menerima Alena binti Amara sebagai istri Anda?"

Keysha menahan nafas.

"Saya terima nikah dan kawinnya Alena binti Amara dengan mas kawin tersebut, tunai."

Suara Arka tegas. Jelas. Tanpa ragu sedikitpun.

Di mata para tamu, semuanya sempurna. Tapi dalam dada Keysha, ada sesak yang tak bisa dijelaskan.

Tangannya disodorkan untuk bersalaman dengan Arka. Saat kulit mereka bersentuhan, getaran aneh menjalar ke seluruh tubuh. Arka menggenggam tangannya dengan tekanan yang mantap—namun bukan kelembutan. Lebih seperti… menahan sesuatu.

Seketika, suasana aula hening. Semua bersiap menyambut pasangan baru. Namun Keysha hanya bisa menunduk, menyembunyikan air mata yang mulai menggenang.

Beberapa jam berikutnya terasa seperti mimpi buruk. Foto pernikahan, salam dari para tamu, senyuman yang dipaksakan.

Arka tetap diam hampir sepanjang waktu. Tak menatapnya langsung. Tak bertanya. Tak berbicara banyak. Seolah hanya menjalani kewajiban.

Saat malam datang, mereka berdua berdiri di dalam kamar pengantin hotel mewah tempat resepsi digelar. Semua dekorasi sempurna. Tapi suasana begitu sunyi.

Arka membuka jasnya perlahan. Lalu menatap Keysha—dalam, tapi bukan dengan tatapan lembut.

"Aku tahu kamu bukan Alena."

Keysha membeku. Jantungnya hampir berhenti berdetak.

"Jangan panik," lanjut Arka, menatapnya lurus. "Aku tahu sejak kamu berjalan ke arahku. Langkahmu berbeda. Sorot matamu. Bahkan getaran tanganmu saat kita berjabat."

Keysha bergetar. "Kenapa... kenapa kamu tetap menikahiku?"

Arka mendekat. "Karena aku ingin tahu kenapa Alena kabur. Dan kamu... sekarang satu-satunya jalan untuk tahu semuanya."

Tangisan meledak dari dada Keysha. Ia menunduk, tubuhnya seketika lemas.

"Aku dipaksa... Aku tak pernah berniat menipumu. Aku hanya... ingin menyelamatkan keluargaku."

Arka tak berkata apa-apa. Ia hanya memalingkan wajah, lalu melangkah ke arah balkon.

"Mulai malam ini, kita akan hidup bersama. Tapi jangan pikir ini akan mudah. Aku tidak percaya padamu. Sama seperti aku tak lagi percaya pada Alena."

Keysha hanya bisa berdiri di sudut kamar, sambil memeluk dirinya sendiri.

Malam pertama mereka... bukan malam yang penuh dengan cinta.

Tapi malam yang penuh dengan keheningan, kebohongan, dan awal dari kehidupan yang tak pernah dia pilih.

Tapi dia tahu, sejak menyatakan "ya" untuk menggantikan Alena… tak ada jalan lagi untuk kembali.

----------------

[ Bersambung.......]

"See you in the next chapter."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Penguasa   Bab 14: Luka yang Tak Pernah Pergi

    Pagi ini, langit tampak redup, seolah bersiap menjadi saksi dari pertemuan yang tidak pernah ingin dijalani. Arka menyetir dalam diam, wajahnya fokus tapi tegang. Di sampingnya, Keysha menatap ke luar jendela, memikirkan banyak hal—terutama tentang seseorang yang tak disangka kembali mengusik hidup mereka: Bryan.“Arka… kamu yakin mau ketemu sama dia?” tanya Keysha hati-hati.Arka mengangguk pelan. “Kita tidak bisa biarkan dia terus bermain di belakang. Aku harus tahu apa maunya. Kamu nggak harus ikut kalau nggak mau.”Keysha menggeleng. “Aku mau ikut. Dia pernah bersikap baik padaku… aku ingin tahu siapa dia sebenarnya, dan apa maunya Sampai harus mengirim pesan seperti itu.”Mereka berhenti di kafe kecil, tempat yang dipilih Bryan. Tempat itu tenang, hampir tak ada pengunjung lain. Begitu melangkah masuk, mereka langsung melihat Bryan yang sudah duduk di pojok ruangan, menyesap espresso sambil menatap ke arah luar jendela.Keysha menarik napas. Ia ingat pertemuan pertama mereka—Brya

  • Menikahi Penguasa   Bab 13: Pesan Tak Dikenal

    Keysha seketika mematung di depan meja, menatap layar ponselnya tanpa berkedip.Pesan itu masih tertera dengan jelas: “Jangan terlalu percaya pada cinta yang datang setelah luka. Karena tak semua luka mudah untuk sembuh sepenuhnya.”Jari-jarinya menggenggam ponsel lebih erat. Sekilas ia menoleh ke jendela—seolah berharap itu hanya angin iseng yang melemparkan ketakutan. Tapi tidak. Ini nyata. Dan seseorang mengirim pesan itu untuknya, dengan maksud tertentu.Ia mencoba menenangkan dirinya sendiri. Mungkin itu hanya pesan anonim, atau pesan salah kirim. Mungkin hanya orang iseng. Tapi mengapa terasa begitu pribadi? Seolah si pengirim tahu apa yang sedang ia dan Arka jalani. Bahkan tahu luka apa yang sedang mereka coba sembuhkan.Keysha menelan ludah, lalu mengetik balasan.“Siapa kamu?”Belum sampai satu menit, muncul lagi pesan balasan.“Seseorang yang tahu siapa cinta pertama Arka. Dan tahu luka apa yang masih dia sembunyikan.”Keysha terdiam.Degup jantungnya mulai kacau. Tangannya

  • Menikahi Penguasa   Bab 12: Malam, Sebelum Segalanya Berubah

    Suasana kamar terasa begitu hening, hanya suara pendingin ruangan dan detak jarum jam di dinding yang terdengar. Keysha duduk di sisi tempat tidur, mengenakan piyama berbahan katun lembut berwarna biru pucat. Ia menatap cermin kecil di hadapannya sambil menyisir rambut perlahan. Di balik pantulan kaca, ia bisa melihat Arka berdiri di ambang pintu kamar, memandangi dirinya tanpa kata.“Aku belum bisa tidur,” kata Keysha pelan.Arka melangkah masuk, menyandarkan tubuhnya ke dinding di dekat meja rias. “Aku juga.”Hening sejenak. Hanya tatapan mereka yang saling bertaut. Tak ada lagi pembicaraan tentang Alena malam ini, tak ada luka lama yang dibongkar kembali. Tapi ada sesuatu yang berubah di antara mereka—entah lebih dekat atau lebih rapuh, mereka berdua belum tahu pasti.“Kamu masih memikirkan apa yang dikatakan Alena?” tanya Keysha hati-hati, menatap bayangannya sendiri di cermin.Arka berjalan pelan, duduk di ujung ranjang. “Sedikit. Tapi bukan tentang dia. Aku lebih memikirkan soal

  • Menikahi Penguasa   Bab 11: Kebenaran yang Melegakan

    Langit sore tampak kelabu, ketika Arka tiba di kafe tempat yang sudah dijanjikan dengan Alena. Tempat itu terlalu penuh kenangan—dulu mereka sering duduk di meja paling ujung, dekat jendela besar yang menghadap ke jalan. Tapi hari ini, kenangan itu bukan lagi alasan untuk tinggal—melainkan untuk ditutup selama nya.Arka duduk lebih dulu. Tak lama, Alena datang. Rambutnya diikat sederhana, wajahnya pucat namun tenang."Terima kasih sudah mau datang, Arka," ucap Alena, dengan suara pelan.Arka mengangguk singkat. "Langsung ke intinya saja, kamu bilang ada yang ingin dijelaskan."Alena duduk, tangannya gemetar saat menyentuh cangkir di depannya. Hening beberapa detik sebelum ia berbicara."Kamu marah padaku, dan kamu punya hak penuh untuk melakukan itu," katanya pelan. "Tapi aku ingin kamu tahu... aku tidak meninggalkanmu karena aku tidak mencintaimu."Arka menahan napas. Matanya tajam menatap Alena. "Lalu kenapa kamu tinggalkan aku di hari pernikahan kita? Tanpa penjelasan, tanpa pesan.

  • Menikahi Penguasa   Bab 10: Janji di Ujung Keraguan

    Keysha seketika terdiam. Kata-kata Arka menggantung di udara seperti kabut pekat yang sulit ditembus. Malam yang semula terasa begitu hangat seketika berubah menjadi dingin. Hujan di luar masih turun, tapi kini, yang lebih deras justru suara degup jantungnya sendiri."Alena... mengirim pesan padamu? tapi kenapa?" suaranya nyaris tak terdengar.Arka meletakkan ponsel nya di atas meja. "Baru saja. Aku juga sangat terkejut.""Apa... kamu sudah membaca semua pesannya?" Keysha menelan ludah.Arka mengangguk dengan pelan. "Hanya sebagian."Keysha menatap Arka, mencoba membaca ekspresi wajahnya, mencari sisa-sisa rindu atau luka yang mungkin masih tertinggal."Apa kamu masih terganggu dengan kehadirannya?"Arka menghela napas. "Aku tidak tahu, Keysha. Ini bukan karena aku masih menyimpan rasa pada Alena. Tapi karena aku tidak menyangka dia akan muncul... saat aku baru saja mulai merapikan hidupku lagi, bersamamu."Keysha menunduk, jari-jarinya memainkan ujung bantal di sampingnya. "Apa dia

  • Menikahi Penguasa   Bab 9: Bukan Sekedar Pelarian

    Aroma kopi menyebar perlahan dari dapur yang biasanya sunyi. Keysha berdiri di depan mesin pembuat kopi, memakai apron putih dengan rambut yang diikat asal-asalan. Wajahnya masih menampakkan bekas kantuk, tapi juga ketenangan baru setelah melalui malam yang menguras emosi. Matanya memandangi tetesan kopi yang jatuh perlahan, sembari memikirkan ulang semua percakapan semalam.Arka masuk ke dapur tanpa suara, mengenakan kaus abu-abu polos dan celana panjang. Tak seperti sosok CEO dingin dengan setelan hitam seperti biasa. Kali ini, ia tampak seperti pria biasa—yang mungkin sedang belajar menjadi suami.“Pagi,” ucapnya lirih.Keysha menoleh sambil menyodorkan secangkir kopi. “Pagi. Kamu suka kopi hitam kan?”Arka mengangguk dan duduk di kursi bar dapur. “Iya. Tapi biasanya pahit.”Keysha menyeringai kecil. “Kadang, rasa pahit justru bikin kita sadar kalau yang manis itu bukan segalanya.”Mereka tertawa kecil. Hening setelahnya terasa berbeda. Tidak canggung, tapi nyaman. Seperti dua oran

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status