Home / Romansa / Menikahi Pewaris Dingin / Bab 9: Pengkhianatan di Dalam

Share

Bab 9: Pengkhianatan di Dalam

Author: SolaceReina
last update Last Updated: 2025-10-20 21:27:35

Clara tidak tidur semalaman. Video di USB drive itu berputar terus di kepalanya—wajah Alex yang dingin, anggukan tanpa keraguan, rencana metodis untuk menghancurkan Arta. Tapi ada juga pesan terakhirnya: Aku akan menyelesaikan ini.

Pukul enam pagi, Clara turun ke dapur. Alex sudah ada di sana, berdiri di depan jendela besar dengan secangkir kopi di tangan. Punggungnya tegap, tapi ada ketegangan di bahunya—sesuatu yang jarang Clara lihat.

"Kau tidak tidur," kata Alex tanpa berbalik.

"Kau juga," balas Clara.

Keheningan melingkupi mereka. Alex akhirnya berbalik, menatap Clara dengan tatapan yang sulit dibaca. Ada lingkaran hitam di bawah matanya, tanda bahwa ia juga bergumul dengan sesuatu.

"Aku sudah menonton videonya," kata Clara, suaranya datar. "Aku tahu kau terlibat penuh sejak awal."

Alex mengangguk perlahan. "Ya."

"Lalu kenapa sekarang kau berpura-pura membantu?" tanya Clara, amarahnya mulai meluap. "Kenapa kau memberi USB itu kalau kau tahu itu bisa menghancurkanmu?"

Alex meletakkan cangkir kopinya, melangkah lebih dekat. "Karena aku lelah, Clara. Lelah menjadi boneka kakek. Lelah hidup dalam kebohongan." Suaranya turun menjadi bisikan. "Lelah melihat orang-orang hancur demi ambisi keluargaku."

Clara menatapnya, mencari tanda kebohongan. Tapi yang ia lihat hanya kelelahan dan penyesalan.

"Dua tahun lalu, aku tidak kenal ayahmu. Aku tidak kenal kau. Bagiku, Arta Group hanya angka di spreadsheet, target akuisisi. Tapi sekarang..." Alex terdiam, rahangnya mengeras. "Sekarang aku tahu apa yang kami lakukan. Dan aku tidak bisa lagi berpura-pura itu hanya bisnis."

Sebelum Clara sempat merespons, ponsel Alex berdering. Wajahnya langsung berubah.

"Ya, Kakek." Suaranya kembali dingin, profesional. Ia mendengarkan sejenak, lalu melirik Clara. "Baik. Aku akan ke sana sekarang."

Ia menutup telepon, menatap Clara. "Rapat keluarga darurat. Kakek sudah tahu tentang penyelidikan. Seseorang membocorkan informasi."

Clara merasa darahnya membeku. "Dania? Tapi dia—"

"Bukan jurnalis itu," potong Alex. "Bocoran datang dari dalam Arta Group."

---

Clara langsung menelepon Dania. "Ada bocoran dari dalam. Siapa yang kau hubungi selain aku dan Pak Budi?"

Dania terdengar panik. "Hanya satu orang—Ibu Sari, sekretaris senior Arta yang dulu kerja langsung dengan ayahmu."

Clara mengingat Ibu Sari—wanita paruh baya yang selalu ramah, selalu tersenyum. Tapi sejak Paman Robert mengambil alih, Ibu Sari dipromosikan menjadi asisten langsung Paman. Promosi yang mencurigakan.

"Dia berkhianat," bisik Clara. "Ibu Sari bekerja untuk Paman Robert."

Sambungan terputus. Clara menatap ponselnya—sinyal hilang. Seseorang memblokir jaringannya.

Pintu apartemen terbuka. Tapi bukan Alex yang masuk—melainkan tiga pria berbadan besar mengenakan jas hitam.

"Nona Clara," salah satu dari mereka berbicara dengan suara datar, "Tuan Besar Adam meminta Anda untuk hadir di pertemuan keluarga. Sekarang."

Clara tidak punya pilihan. Di dalam mobil mewah yang menunggu, ia duduk di antara dua pengawal. Tidak ada jalan keluar.

---

Mereka membawa Clara ke mansion keluarga Anggara—rumah megah di pinggiran kota, dikelilingi pagar tinggi dan kebun luas. Di ruang rapat keluarga, kakek Adam sudah menunggu. Ia duduk di kursi besar di ujung meja panjang, Alex di sampingnya dengan wajah tanpa ekspresi.

Dan di sudut ruangan, berdiri dengan senyum licik: Paman Robert.

Clara merasa dunia berputar. Paman Robert di sini? Bersama keluarga Anggara?

"Ah, Clara," sapa kakek Adam dengan suara ramah yang palsu. "Akhirnya kau datang. Silakan duduk."

Clara dipaksa duduk di kursi kosong di seberang Alex. Kakek Adam menatapnya dengan tatapan tajam. "Kau gadis yang cerdas, Clara. Tapi sayangnya, kau terlalu cerdas untuk kebaikanmu sendiri."

"Aku hanya mencari kebenaran tentang apa yang terjadi pada perusahaan ayahku," kata Clara, menjaga suaranya tetap tenang.

Kakek Adam tersenyum tipis. "Clara, aku akan jujur padamu. Ya, A&A Group terlibat dalam kehancuran Arta. Ya, kami menggunakan perusahaan cangkang dan konsultan palsu. Itu bisnis. Tidak ada yang personal."

"Pak Budi nyaris mati!" seru Clara. "Itu tidak personal?"

Kakek Adam mengerutkan kening. "Itu berbeda. Aku tidak memerintahkan kekerasan fisik. Itu..." ia melirik Paman Robert, "...inisiatif dari mitra kami yang terlalu bersemangat."

"Tapi," lanjut kakek Adam, "kau sudah membuat masalah besar, Clara. Kau menghubungi jurnalis, mencuri dokumen, mengancam reputasi A&A." Ia mengetuk meja. "Sekarang, kita punya dua pilihan untukmu. Pertama, kau menandatangani perjanjian kerahasiaan yang diperluas dan melanjutkan sandiwara pertunangan. Sebagai gantinya, Arta Group akan mendapat dana talangan."

"Atau?" tanya Clara.

"Atau kami biarkan Arta bangkrut sepenuhnya. Kau akan kehilangan segalanya. Dan jurnalis itu—Dania—akan mengalami 'kecelakaan' yang sangat disayangkan."

Clara menatap Alex. "Kau bilang kau akan menyelesaikan ini. Kau bilang kau tidak mau ada lagi korban."

Alex akhirnya menatapnya. Ada konflik di matanya. Tapi ia tidak bicara.

Kakek Adam tersenyum. "Alex tahu posisinya, Clara. Dia pewaris A&A. Loyalitasnya ada pada keluarga." Ia berdiri, melangkah ke arah Alex. "Kau punya pilihan: berdiri bersama keluarga, atau kehilangan segalanya—termasuk A&A."

Alex menatap Clara, lalu menatap kakeknya. Tangannya mengepal. Clara bisa melihat pergumulan di wajahnya.

Akhirnya, Alex berdiri. Ia melangkah ke sisi kakeknya.

Dunia Clara runtuh.

"Aku... aku memilih keluarga," kata Alex, suaranya serak. Ia tidak menatap Clara.

Clara merasakan air matanya mengalir, tapi ia menahan isak tangisnya.

"Baiklah," kata Clara pelan. "Aku akan tandatangani perjanjiannya."

Paman Robert menyodorkan dokumen tebal. Clara mengambil pena, tangannya gemetar.

Tapi sebelum ia menandatangani, ponselnya tiba-tiba berdering keras. Clara mengangkatnya. Dania.

"Clara, jangan tandatangani apa pun! Aku sudah publikasikan semuanya. Semua dokumen, video, rekaman. Semuanya sudah online. A&A sudah terbongkar!"

Kakek Adam merebut ponsel Clara, menatap layar. Wajahnya berubah—dari percaya diri menjadi marah.

"Bukan aku," jawab Clara, senyum tipis muncul di wajahnya. "Dania punya backup plan. Kalau aku tidak kontak dalam satu jam, dia akan publikasikan semuanya."

Ruangan meledak dalam kekacauan. Saham A&A mulai jatuh. Media meminta komentar. Kepolisian dan KPK mengeluarkan pernyataan akan membuka penyelidikan.

Pintu ruangan terbuka. Petugas kepolisian masuk, dipimpin oleh seorang inspektur.

"Tuan Adam Anggara, kami memiliki surat perintah untuk membawa Anda ke kantor polisi untuk pemeriksaan."

Kakek Adam bangkit, wajahnya merah padam. Tapi petugas sudah memborgolnya. Paman Robert juga ditangkap.

Di tengah kekacauan, Clara menatap Alex. Pria itu masih berdiri di tempatnya, menatap kosong ke lantai. Wajahnya hancur.

Clara melangkah mendekat. "Kau memilih mereka," bisiknya.

Alex akhirnya menatapnya. Ada air mata di sudut matanya. "Aku tidak tahu harus bagaimana, Clara. Aku tidak tahu bagaimana memilihmu tanpa kehilangan segalanya."

Clara merasakan dadanya sesak. "Kau sudah membuat pilihanmu. Sekarang kau harus hidup dengan itu."

Ia berbalik, berjalan keluar dari mansion Anggara.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menikahi Pewaris Dingin   Bab 10: Sorotan Publik

    Tiga hari setelah penangkapan kakek Adam dan Paman Robert, dunia Clara berubah total. Namanya ada di mana-mana—bukan sebagai pewaris Arta Group yang malang, tapi sebagai "wanita yang menjatuhkan kerajaan bisnis Anggara." Media massa berbondong-bondong. Kamera menunggu di depan apartemen lamanya, di depan kantor Arta, bahkan di rumah sakit tempat Pak Budi dirawat. Clara tidak bisa ke mana-mana tanpa diikuti wartawan yang berteriak pertanyaan. "Nona Clara! Apa benar Anda sengaja mendekati Alex Anggara untuk balas dendam?" "Apakah pertunangan Anda hanya rekayasa untuk mendapatkan akses ke dokumen rahasia A&A?" "Berapa banyak uang yang Anda terima dari kompetitor A&A untuk membocorkan informasi ini?" Clara mengabaikan semuanya, berlindung di kantor Arta yang sepi. Dania duduk di seberangnya, laptop terbuka, wajahnya serius. "Ini sudah tidak terkendali," kata Dania. "Narasi mulai bergeser. Awalnya mereka memuji keberanianmu, tapi sekarang... ada yang mulai mempertanyakan moti

  • Menikahi Pewaris Dingin   Bab 9: Pengkhianatan di Dalam

    Clara tidak tidur semalaman. Video di USB drive itu berputar terus di kepalanya—wajah Alex yang dingin, anggukan tanpa keraguan, rencana metodis untuk menghancurkan Arta. Tapi ada juga pesan terakhirnya: Aku akan menyelesaikan ini. Pukul enam pagi, Clara turun ke dapur. Alex sudah ada di sana, berdiri di depan jendela besar dengan secangkir kopi di tangan. Punggungnya tegap, tapi ada ketegangan di bahunya—sesuatu yang jarang Clara lihat. "Kau tidak tidur," kata Alex tanpa berbalik. "Kau juga," balas Clara. Keheningan melingkupi mereka. Alex akhirnya berbalik, menatap Clara dengan tatapan yang sulit dibaca. Ada lingkaran hitam di bawah matanya, tanda bahwa ia juga bergumul dengan sesuatu. "Aku sudah menonton videonya," kata Clara, suaranya datar. "Aku tahu kau terlibat penuh sejak awal." Alex mengangguk perlahan. "Ya." "Lalu kenapa sekarang kau berpura-pura membantu?" tanya Clara, amarahnya mulai meluap. "Kenapa kau memberi USB itu kalau kau tahu itu bisa menghancurkanmu?"

  • Menikahi Pewaris Dingin   Bab 8: Masuk Zona Terlarang

    Clara tidak membuang waktu. Ia meraih kunci mobilnya—sedan tua warisan ayahnya yang masih ia simpan di parkiran basement apartemen—dan melaju ke rumah Pak Budi di pinggiran kota. Jalan masih sepi, pukul enam pagi, kabut tipis menyelimuti jalanan. Rumah Pak Budi adalah rumah sederhana di kompleks perumahan lama. Ketika Clara mengetuk pintu, istri Pak Budi membukanya dengan wajah pucat dan mata sembab. "Nona Clara..." suaranya bergetar. "Pak Budi... dia pergi sejak subuh. Ada telepon, lalu dia langsung keluar. Dia bilang ada urusan penting. Tapi dia tidak pernah pergi sepagi ini." Clara merasakan cengkeraman dingin di dadanya. "Bu, apa Ibu dengar siapa yang menelepon?" Ibu Budi menggeleng. "Suaranya pelan. Tapi saya dengar Pak Budi bilang 'Baik, saya akan ke sana.' Dia terdengar... takut." Clara menahan napas. Ia harus menemukan Pak Budi sebelum terlambat. "Bu, kalau Pak Budi hubungi, tolong beritahu saya segera." Ia menulis nomor ponselnya di secarik kertas. Ibu Budi menerim

  • Menikahi Pewaris Dingin    Bab 7: Alat & Sekutu

    Clara duduk di sudut kafe yang redup, jauh dari jendela. Pukul 13:50. Sepuluh menit lagi Dania Rahman akan tiba. Di hadapannya, tiga folder cokelat berisi fotokopi dokumen: laporan keuangan Arta, email dari iPad Alex, dan daftar perusahaan cangkang. Semuanya disalin dengan hati-hati tanpa meninggalkan jejak digital. Ponselnya bergetar. Pesan dari Alex: Saya ada rapat sampai sore. Jangan lupa—acara makan malam pukul delapan. Jangan terlambat. Singkat, dingin, seperti biasa. Tapi Clara merasakan ada yang berbeda sejak percakapan tadi malam. Alex tidak menghentikannya—tapi juga tidak membantu. Ia hanya membiarkan Clara berjalan di tepi jurang, mengawasi dari kejauhan. Dania masuk tepat pukul 14:00. Wanita berusia tiga puluh tahunan itu mengenakan jaket kulit hitam dan kacamata hitam besar. Rambutnya dipotong pendek, tatapannya tajam seperti pisau bedah. Ia pernah mengungkap skandal korupsi besar yang melibatkan pejabat tinggi—dan selamat dari berbagai ancaman. "Clara," sapa D

  • Menikahi Pewaris Dingin   Bab 6 (Bagian 2) — Jejak Lama (Konsekuensi)

    Keesokan harinya Clara memutuskan tak menunggu. Email—meski kuat—bukan bukti transaksi. Ia perlu aliran uang, nomor rekening, nama perantara. Ia pergi ke kantor Arta yang sepi, menyusuri lorong-lorong yang dulu riuh. Hanya tersisa beberapa staf senior, salah satunya: Pak Budi, manajer keuangan yang setia pada mendiang ayahnya. Di ruang kecil itu, Clara langsung membuka inti permintaannya. "Pak Budi, saya butuh semua catatan transaksi tiga tahun terakhir. Terutama pembayaran ke konsultan eksternal." Pak Budi menunduk, lalu menarik napas. "Sebagian besar arsip memang ada pada Paman Robert. Tapi… ayahmu memang terkenal menyimpan salinan cadangan. Saya punya hard drive pribadi." Sepuluh menit kemudian sebuah hard drive kecil terhubung ke laptop Clara. Folder demi folder dibuka—Excel, P*F, buku besar pembayaran. Angka-angka melompat di layar: termin pembayaran ke PT Arista Konsultan, jumlah miliaran, bertahap selama dua tahun terakhir. Nomor rekening penerima yang tercatat membuat Clara

  • Menikahi Pewaris Dingin   Bab 6(Bagian 1): Jejak Lama

    Clara menghabiskan tiga hari berikutnya dengan mata nyaris tak pernah tutup. Apartemen mewah Alex tiba-tiba terasa seperti kurungan: dingin, rapi, dan menilai setiap geraknya. Setelah Alex mundur ke kamar lantai bawah dan mengunci diri dengan rutinitasnya yang kaku, Clara menyelinap ke lantai dua membawa tumpukan dokumen Arta Group—dokumen yang ia minta dikirim oleh asisten pribadinya. Lantai kamar jadi medan kerja: laporan keuangan, surat ancaman dari kreditur, notulen rapat direksi. Yang paling menggerogoti adalah barisan surat peringatan bank tentang penyitaan aset. Ia menyortirnya kronologis, mencari pola. Keruntuhan Arta terasa terlalu cepat, terlalu terencana. Nama-nama konsultan di notulen menarik perhatiannya: PT Arista Konsultan, CV Mitra Bisnis Sejahtera, beberapa firma yang terdengar generik. Dia cek satu per satu. Hasilnya seperti tamparan — kebanyakan hanya perusahaan cangkang: alamat di gedung kosong, tidak ada jejak operasional. Yang aneh, semua itu terdaftar dalam jan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status