Home / Romansa / Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku / Pertentangan dari Orang Tua Kalen

Share

Pertentangan dari Orang Tua Kalen

Author: Senja Berpena
last update Last Updated: 2025-02-05 12:22:24

“Kau sudah menemukan orang yang mau mendonorkan ASI-nya untuk Melvin?”

Suara Nala, ibu Kalen, terdengar tegas saat langkah anggunnya memasuki ruang tamu yang luas.

Sorot matanya tajam, penuh wibawa, seperti seorang ratu yang baru saja kembali untuk menginspeksi kerajaan yang ditinggalkannya.

Kalen yang duduk di sofa meletakkan cangkir kopinya dengan pelan, seolah sedang mempertimbangkan kata-kata yang tepat sebelum menjawab.

“Sudah. Bayinya meninggal dunia, dan dia masih memproduksi ASI dalam jumlah yang cukup banyak,” ucapnya, suaranya lebih pelan dari biasanya.

Nala mengangguk pelan, tetapi tatapan matanya masih menyelidik. “Kalau begitu, Mama ingin bertemu dengannya.”

Kalen mendesah pelan, tubuhnya menegang. “Jangan hari ini, Ma. Dia masih—”

“Kenapa tidak?” Nala memotong tanpa ragu, suaranya naik sedikit, mencerminkan ketidaksabarannya. “Kau tidak asal pilih ibu susu untuk anakmu, kan?”

Sorot matanya kini penuh curiga, menusuk Kalen seolah berusaha mengungkap rahasia yang tersembunyi di balik mata gelap putranya.

Kalen menelan salivanya, berusaha tetap tenang. “Tidak, Ma. ASI yang diproduksi olehnya sangat baik. John sudah mengonfirmasinya, dan semua ASI pasti memiliki kualitas yang baik.”

Nala mengangkat alisnya, sinar tajam matanya semakin dalam. “Mama tidak bertanya tentang kualitas ASI-nya, Kalen. Tapi, orangnya. Bagaimana jika ternyata orang itu seorang kriminal? Seseorang dengan masa lalu yang kelam? Kau yakin sudah cukup mengenalnya?”

Ketegangan menggantung di udara, mengisi ruang di antara mereka dengan keheningan yang menekan.

“Kau menyembunyikan sesuatu dariku, Kalen?” Nada suaranya lebih rendah, tetapi justru terdengar semakin berbahaya.

Kalen menghela napas panjang, seolah sedang menimbang keputusan yang tidak bisa dihindarinya. Akhirnya, setelah jeda yang terasa seperti seabad, ia beranjak dari duduknya. “Aku akan membawanya padamu.”

Langkahnya berat saat ia berjalan menuju kamar Melvin. Dalam kepalanya, ia sudah bisa membayangkan reaksi ibunya saat mengetahui siapa sebenarnya wanita yang kini tinggal di rumah ini.

Ia membuka pintu dengan perlahan. Nadya yang sedang duduk di tepi tempat tidur mendongak, ekspresinya berubah ketika melihat wajah Kalen yang tampak tegang.

“Mama ingin bertemu denganmu.”

Nadya terdiam sejenak. Perlahan, ia menghela napas dan bangkit dari duduknya. Tanpa berkata-kata, ia melangkah keluar kamar, meninggalkan Melvin yang tertidur pulas di dalam buaian.

Dan di luar sana, seorang wanita dengan sorot mata tajam telah menunggunya.

“Nadya?!”

Mata Nala membelalak, suaranya menggema memenuhi ruangan yang sebelumnya sunyi.

Ada keterkejutan yang begitu kentara di wajahnya, tetapi lebih dari itu—ada kemarahan yang membara, menyala seperti api yang siap melalap habis siapa pun di hadapannya.

“Apa kau gila, Kalen? Kenapa kau memilih wanita ini menjadi ibu susu cucuku?” pekiknya, nada suaranya meninggi, menusuk udara dengan tajam.

“Ma, aku sudah tidak punya pilihan lain selain Nadya. Aku sudah mencari ke setiap rumah sakit, tapi tidak ada yang mau menjadi ibu susu untuk Melvin. Hanya Nadya yang mau menerimanya.”

Kata-kata itu meluncur dari bibirnya dengan nada tegas, tetapi tak cukup untuk meredam amarah ibunya. Justru, pernyataan itu seperti bensin yang menyulut api yang lebih besar di dalam dada Nala.

“Kau memang bodoh, Kalen!” Suaranya bergetar penuh emosi, jemarinya mengepal erat di sisi tubuhnya.

“Nadya mau jadi ibu susu Melvin agar bisa mendekatimu lagi! Atau mungkin… mungkin kau, Nadya, yang telah menyabotase mobil Kalen dan menyebabkan Rania meninggal?!”

Ruangan seketika membeku.

Nadya menoleh cepat, wajahnya memucat seketika. Tuduhan itu, begitu kejam, begitu menusuk.

Napasnya tercekat, jantungnya berdegup kencang, hampir tak percaya pada apa yang baru saja ia dengar.

“Aku tidak seburuk yang Nyonya pikirkan,” lirihnya, suaranya hampir tenggelam dalam badai kemarahan yang sedang berkecamuk di ruangan itu. “Yang terjadi di masa lalu pun itu hanya salah paham.”

“Bullshit!” bentak Nala, matanya menyala penuh kebencian. “Aku tidak ingin kau menjadi ibu susu Melvin. Sebaiknya angkat kaki dari rumah ini sebelum aku menyeretmu keluar sendiri!”

Darah Nadya seakan berhenti mengalir. Sakit itu kembali menghantam dadanya, lebih menyakitkan dari penghinaan mana pun yang pernah ia terima sebelumnya.

Kalen mengepalkan kedua tangannya, rahangnya mengeras.

Ia tahu ibunya tidak akan semudah itu menerima keputusannya, tetapi melihat Nadya yang berdiri di sana, dengan mata berkaca-kaca namun tetap menegakkan kepalanya, membuat sesuatu di dalam dirinya bergetar.

“Ma. Aku mohon,” ucapnya, suaranya lebih lembut tetapi tetap tegas. “Aku tidak ingin kehilangan Melvin. Aku tidak ingin kehilangan orang yang kusayangi untuk yang kedua kalinya.

“Jika Nadya batal menjadi ibu susu Melvin, akan sulit lagi mencari pengganti yang bisa menyusui Melvin.”

“Bagaimana jika terjadi sesuatu pada anakmu karena ulah wanita ini, Kalen?” Nala menatapnya, matanya mengancam, penuh kekhawatiran yang terselubung dalam amarahnya.

Ketegangan semakin memuncak.

Kalen mengepalkan tangannya lebih erat. Ia benci harus membela Nadya, benci harus melawan ibunya sendiri.

Ia tahu, jika ia bersikap terlalu lunak, Nadya mungkin akan berpikir bahwa ia masih memiliki tempat di hatinya. Dan itu adalah sesuatu yang tak boleh terjadi.

Namun, jika ia menuruti keinginan Nala… bagaimana dengan anaknya?

Ia menarik napas panjang, sebelum akhirnya berkata dengan nada yang tajam dan penuh kepastian.

“Aku sendiri yang akan menjebloskan Nadya ke penjara jika terjadi sesuatu pada Melvin.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (19)
goodnovel comment avatar
Nining Mulyaningsi
astagaaa kasian banget c Nadya bisa-bisanya tuhh c Nala memfitnah Nadya sekejam itu.
goodnovel comment avatar
Kania Putri
harusnya kamu berterima kasih nada berkat Nadya cucumu bisa minum asi lagi. denger sendiri kan penjelasan kalen kalo gak aa yg mau jadi donor asi buat Melvin
goodnovel comment avatar
Kania Putri
penasaran sama masa lalu rania kalen dan Nadya ini kenapa kenapa juga mama nada malah menyalahkan Nadya ini astaga bukan Nadya kali yg menyebabkan rania meninggal
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Ending Chapter~

    “Apa yang kau lakukan di sini? Jangan bunuh diri. Apa kau gila?” suara tegas itu terdengar diiringi genggaman kuat pada pergelangan tangannya. Wanita itu tersentak, lalu menoleh dengan wajah basah air mata. Seorang pria muda dengan jas dokter dan wajah cemas menatapnya tajam. Davian langsung menaruh kacamatanya di saku jas, lalu menarik wanita itu turun dari pagar dengan cermat dan cepat. Napasnya memburu. Ia menatap wanita yang kini terduduk di trotoar, menangis sesenggukan tanpa bisa menyembunyikan rasa hancurnya. “Di mana rumahmu? Aku akan mengantarmu pulang,” tanya Davian lembut, menekuk lutut di hadapan wanita itu. Namun, wanita itu menggeleng pelan. Ia menarik tangannya dari genggaman Davian dan menunduk. “Tidak perlu mengurusku. Bahkan orang tuaku saja ingin menjualku pada mucikari. Apa gunanya aku hidup di dunia ini jika orang tuaku saja membuangku begitu hinanya?” Kalimat itu menggema di telinga Davian, menusuk hatinya. Ia terdiam sejenak, tak menemukan kata. Matanya m

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Perkenalan Menyebalkan

    Ruang rapat utama di lantai tertinggi gedung KL’s Group hari itu penuh dengan petinggi perusahaan dan kepala divisi yang mengenakan setelan terbaik mereka.Mata-mata tertuju pada satu sosok muda yang berdiri di samping Kalen, CEO yang sudah memimpin selama lebih dari dua dekade. Kini, estafet itu akan diberikan kepada darah dagingnya sendiri.“Perkenalkan, Melvin,” ujar Kalen lantang, suaranya memenuhi ruang rapat dengan wibawa yang masih kuat meskipun usianya tak lagi muda.“Putra pertamaku yang akan menjabat sebagai CEO di kantor ini mulai hari ini. Aku akan tetap memantaunya selama beberapa bulan ke depan untuk melihat potensinya dengan baik.”Beberapa orang bertepuk tangan pelan, sementara sebagian lainnya saling pandang, mencoba menebak bagaimana kepemimpinan Melvin akan berjalan.Sebagian besar dari mereka tahu reputasi Melvin—brilian, tapi keras kepala. Pintar, tapi sering kali terlalu tajam dalam bicara. Sifat yang mewarisi Kalen, namun dengan ketidaksabaran khas anak muda.Ha

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Debat Ayah dan Anak

    Dua puluh dua tahun kemudian…Suasana ruang keluarga itu masih sama seperti bertahun-tahun lalu—hangat, luas, dan penuh kenangan.Namun kini, aroma kopi dan dokumen kantor menggantikan bau susu bayi dan tawa anak-anak. Waktu telah berjalan jauh, dan generasi baru telah tumbuh dewasa.“Melvin. Mulai besok kau masuk kantor dan bekerja seperti saat kau magang enam bulan yang lalu. Tidak ada penolakan apa pun kecuali kau mengalami diare,” kata Kalen tegas, tanpa basa-basi.Ia berdiri di depan rak buku dengan kemeja lengan panjang yang digulung hingga siku, memperlihatkan gurat-gurat usia dan ketegasan yang kian menguat.Melvin, yang kini berusia dua puluh lima tahun dengan tubuh tinggi tegap dan wajah tampan mirip ayahnya, hanya memutar bola matanya.Dengan malas ia mengempaskan tubuhnya ke sofa empuk berwarna krem dan menatap ayahnya dengan tatapan datar dan penuh protes.“Apa tidak bisa lusa saja? Besok aku masih harus bertemu dengan teman-temanku, Pa,” ucapnya beralasan, nada suaranya

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Davian Arlangga Reandra

    Kalen perlahan membuka matanya. Ia sempat kebingungan beberapa detik sebelum kesadarannya pulih sepenuhnya.Begitu melihat Nadya yang tengah menyusui, ia segera bangkit dan menghampiri dengan langkah pelan, khawatir mengganggu.Ia duduk di kursi dekat ranjang dan tersenyum melihat pemandangan indah di depannya. "Pemandangan paling indah di dunia," gumamnya.Nadya tersenyum kecil menatap suaminya. "Sudah kenyang tidurnya?"Kalen terkekeh pelan sambil mengusap wajahnya. "Sepertinya begitu. Tapi sepertinya aku melewatkan sesuatu?""Ya, sepertinya kau tidur terlalu pulas. Tadi Mama dan Papa datang menjenguk," jawab Nadya sambil memandangi bayi mereka.Kalen membelalakkan mata, lalu menatap Nadya dengan raut bersalah. "Apa? Serius? Aku bahkan tidak mendengar apa-apa… Maaf ya, Sayang. Aku benar-benar kelelahan."Nadya menggeleng pelan, wajahnya tetap lembut. "Tak apa, Kalen. Mama mengerti. Dia tahu kau begadang semalaman menemaniku."Kalen menghela napas lega dan mengangguk. Ia memandangi b

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Ada Pada Diri Kalen

    "Nadya..." pintu ruangan terbuka pelan. Eliza dan Ferdy melangkah masuk dengan langkah hati-hati. Mata Eliza langsung berkaca-kaca begitu melihat putrinya terbaring di ranjang rumah sakit.Eliza menghampiri dan memeluk anaknya dengan lembut. Ia mencium kening Nadya dengan penuh kasih. "Apa kau baik-baik saja, Sayang? Kata Kalen, kau terus menangis sepanjang persalinan."Nadya tersenyum lemah dan menoleh ke arah sofa, melihat Kalen yang tertidur dengan kepala bersandar ke sisi tangan sofa. "Apa Kalen yang menghubungi Mama dan Papa?" tanyanya pelan.Eliza mengangguk, wajahnya masih diliputi rasa khawatir. "Ya. Dia menangis saat menelepon kami... suaranya gemetar saat bilang kau terus menangis. Dia sangat mengkhawatirkanmu, Nadya. Ada apa sebenarnya?"Nadya terdiam sejenak, menatap kosong ke arah jendela. Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan, seolah mencoba meredakan gejolak di dadanya."Aku hanya... teringat kejadian tiga tahun lalu," ucapnya akhirnya, suaranya berge

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Rintihan Tangis Haru Nadya

    Suara detak mesin monitor rumah sakit berdentang pelan di ruangan bersalin yang terasa dingin, meski udara di dalamnya cukup hangat.Malam itu langit mendung, hujan rintik-rintik turun membasahi jendela besar di sisi ruangan. Di atas ranjang bersalin, Nadya menggenggam erat seprai putih di bawah tubuhnya.Napasnya berat, bibirnya kering, dan wajahnya tampak pucat karena menahan rasa sakit luar biasa dari kontraksi yang terus datang bergelombang.Sembilan bulan sudah ia mengandung, dan kini saat itu telah tiba—waktu untuk melahirkan anak kedua.Rasa sakit itu begitu nyata, begitu kuat, mengingatkannya pada tiga tahun silam. Saat ia berjuang melahirkan bayinya yang telah tiada… seorang diri.Tak ada seorang pun dari keluarga mantan suaminya, Jonathan, yang menemani atau peduli. Ia merasa seperti bertarung sendirian antara hidup dan mati.Namun, kali ini berbeda. Di sisinya ada Kalen—pria yang kini menjadi suaminya, yang mencintainya dengan tulus, dan yang tak pernah lelah menemaninya se

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status