Share

Sebuah Perhatian

last update Last Updated: 2025-03-15 06:01:48

Ayu menoleh, alisnya bertaut. "Salah paham kenapa, Pak?"

Baim menghela napas, jemarinya menggenggam kemudi lebih erat. "Waktu kejadian di hotel. Aku pikir kamu—" ia ragu sejenak, "—wanita nakal. Tapi, kenapa kamu diam saja waktu itu?"

Ayu tertawa kecil, tapi bukan karena lucu. Lebih seperti tawa yang tertahan di tenggorokan, sarat dengan sesuatu yang tak terucap. "Karena saya sangat bahagia," katanya akhirnya. "Jadi saya nggak mampu menjelaskan apa pun."

Baim menoleh sekilas, matanya menyipit, bingung. "Bahagia? Di tengah kejadian itu?"

Ayu mengangguk pelan, jemarinya saling meremas di pangkuannya. "Hari itu, mungkin adalah hari terburuk dalam hidup saya. Tapi, Bapak adalah orang pertama yang mengkhawatirkan saya dengan tulus."

Mereka saling berpandangan. Sejenak, dunia luar terasa menghilang. Mata Ayu menelusuri wajah Baim—garis rahangnya yang tega

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Desiran Hangat

    Ayu membeku. Seketika, dadanya berdesir tanpa bisa ia kendalikan. Ia tak tahu apa yang membuatnya begitu gugup, tapi tatapan Baim terasa berbeda—hangat, dalam, dan entah kenapa, menelusup hingga ke relung hatinya.Tanpa berpikir panjang, ia spontan berdiri, berusaha menyembunyikan kegugupannya. "Ayo, Pak! Kita pulang. Saya sudah nggak sabar bertemu si kembar."Baim tersenyum tipis, menangkap kegelisahan Ayu, tapi tak berkomentar. Ia hanya menarik napas panjang, lalu mengangguk. "Baiklah."Mereka kembali ke mobil. Selama perjalanan, tak banyak kata yang terucap. Hanya suara kendaraan yang berlalu lalang dan gemerisik dedaunan yang tertiup angin.Ayu bersandar di kursi, matanya mulai sayu. Kelelahan akhirnya menyergapnya setelah seharian melalui begitu banyak emosi.Tak lama, napasnya melambat. Matanya terpejam.Baim menoleh sekilas. Ia terse

    Last Updated : 2025-03-15
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Melepas Rindu

    "Apakah mereka sudah tidur?" tanya Baim."Belum, Pak. Mereka harus menyusu. Pengasuh Kandi sedang mengambil stok ASIP di kulkas," jawab perempuan itu dengan sopan.Baim mengangguk, lalu berkata tegas, "Bilang padanya nggak usah. Mulai hari ini, si kembar akan disusui langsung oleh ibu susunya." Ia menoleh ke Ayu, lalu memperkenalkannya. "Kenalkan, namanya Ayu."Ayu tersenyum dan melangkah maju. Ia meraih tangan perempuan itu, menggenggamnya dengan hangat. "Halo Mbak, saya Ayu," sapanya lembut.Perempuan itu membalas senyumannya. "Iya, Mbak. Saya Fatma, pengasuh Juna. Kalau yang sedang ambil ASIP namanya Sari, pengasuh Kandi."Ayu mengangguk pelan, menyimpan informasi itu dalam ingatannya. Matanya beralih ke dua boks bayi yang berayun pelan, lalu berbisik, "Jadi... nama mereka adalah Juna dan Kandi ?""Oh iya, aku lupa bilang," jawab Baim sambil m

    Last Updated : 2025-03-16
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Rumah Yang Sepi

    Ayu menyeka pipinya dengan punggung tangan, lalu terkekeh pelan. "Saya cuma senang banget bisa ketemu mereka lagi, Mbak."Fatma tersenyum, ikut merasakan ketulusan yang terpancar dari Ayu. "Saya juga sangat senang. Akhirnya, si kembar menemukan ibu susu tetap." Ia menatap Arjuna yang masih nyaman menyusu."Selama ini, Pak Baim selalu sibuk mencari ASIP untuk mereka."Ayu mengangguk pelan, lalu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Meski luas dan mewah, ada sesuatu yang terasa hampa di dalamnya. Sepi."Kalau boleh tahu... kenapa rumah sebesar ini sepi banget, Mbak?" tanyanya hati-hati.Fatma menoleh, lalu menghela napas pelan. "Itu karena memang gak ada orang, Mbak. Yang tinggal di sini cuma Pak Baim dan si kembar."Ayu mengernyit. "Apa Mbak Fatma tahu di mana ibu mereka?"Fatma menelan ludah, ragu sejenak sebelum menggeleng. "Saya nggak tahu, Mbak. Saya juga gak berani tanya," ujarnya dengan suara pelan, lalu menyeringai kecil. "K

    Last Updated : 2025-03-16
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Karyawan Istimewa

    Ayu menatapnya sejenak, lalu mengangguk. "Iya, Mbak Sari. Saya turun dulu, ya."Sari membalas dengan anggukan, sementara tangannya terus menepuk pelan punggung Srikandi yang mulai menggumam pelan.Tanpa menunggu lebih lama, Ayu dan Fatma melangkah menuju lift, derap kaki mereka berpadu dengan suara halus pendingin ruangan yang berdengung di latar belakang.Fatma menekan tombol panah ke bawah, jarinya menempel sesaat sebelum ia menunjuk ke arahnya. "Kalau mau turun, kamu pencet yang ini ya, Yu."Ayu mengangguk, memperhatikan deretan tombol di panel lift."Rumah ini ada tiga lantai," lanjut Fatma. "Kamar si kembar ada di lantai tiga, paling atas. Kamar aku dan Sari juga di sana, biar lebih gampang kalau mereka butuh sesuatu."Sebuah bunyi lembut terdengar, lalu pintu lift terbuka. Ayu melangkah masuk bersama Fatma, matanya menyapu ruangan kecil den

    Last Updated : 2025-03-16
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Gaji Fantastis

    Ayu terperanjat. "Ih, Mbak Fatma ada-ada saja. Pak Baim kan sudah punya istri.""Tapi istrinya nggak pernah ada buat dia," Fatma menghela napas, suaranya terdengar lebih serius. "Kasihan, loh. Pak Baim selalu sendirian. Apalagi dia juga anak yatim, nggak punya keluarga. Makanya, dia sangat baik sama kita. Dia menganggap kita semua keluarganya."Ayu mengangguk, bibirnya melengkung dalam senyum kecil. "Saya sudah mengira, Pak Baim orang baik."Fatma menatapnya lekat-lekat. "Apa kamu pernah bertemu dengan Bapak sebelumnya?"Ayu menelan ludah. Ada bayangan kelam yang seketika muncul di benaknya. "Iya," suaranya terdengar lebih pelan. "Dia menolong saya... saat hampir diperkosa oleh pria tua."Fatma terbelalak, napasnya tercekat. "Astaghfirullah... Ayu."Ayu menunduk, tangannya mengepal di sisi tubuhnya. "Andai waktu itu Pak Baim nggak membuka pintu l

    Last Updated : 2025-03-17
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Sebuah Kesepakatan

    Ayu menggeleng cepat. "Nggak, Pak. Nggak sama sekali." Suaranya sedikit bergetar. Ia menunduk, menatap angka itu lagi seolah takut angka tersebut akan berubah jika ia berkedip."Ini justru terlalu banyak. Saya..." Ayu menarik napas, mencoba meredakan gejolak di dadanya. "Sebenarnya, saya jadi sedih. Karena dengan menerima gaji sebesar ini, saya merasa seperti menjual ASI saya. Padahal, saya sangat menyayangi mereka seperti anak saya sendiri."Baim menatapnya sejenak, lalu tersenyum kecil—senyum yang entah kenapa terasa begitu tulus hingga membuat Ayu sedikit lebih tenang."Aku sangat berterima kasih soal itu," katanya, suaranya lebih lembut dari sebelumnya. "Tapi memberi gaji adalah kewajiban aku, Yu. Ini bukan soal membeli atau menjual kasih sayang. Ini soal menghargai peranmu."Ayu menunduk, jemarinya menggenggam ujung kertas. Meskipun kata-kata Baim terdengar masuk akal, ada

    Last Updated : 2025-03-17
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Nasib Yang Sama

    "Sudah, Pak Baim," jawab suara di ujung sana. "Semua dekorasi sesuai dengan yang Bapak minta."Baim mengangguk kecil meski lawan bicaranya tak bisa melihatnya. "Baik, bagus. Sekarang tolong ke ruang kerja, antar Ayu ke kamarnya.""Baik, Pak."Ia meletakkan telepon dengan gerakan santai, lalu kembali menoleh ke Ayu. Kali ini, ekspresinya lebih lembut. Ia melangkah kembali ke sofa, duduk di sampingnya dengan tubuh sedikit condong ke depan, seolah ingin memastikan Ayu merasa nyaman."Asisten rumah tangga akan segera ke sini untuk mengantarmu ke kamar," kata Baim, suaranya terdengar datar, tapi ada sesuatu di matanya—seperti ingin memastikan Ayu merasa nyaman. "Kamarmu ada di lantai ini. Karena kamar asisten sudah penuh, jadi kamu menempati kamar tamu. Itu juga supaya kamu lebih mudah menuju kamar bayi."Ayu hanya mengangguk pelan. Jemarinya meremas ujung bajunya, seakan masih mencoba memahami perubahan besar dalam hidupnya.Baim memperhat

    Last Updated : 2025-03-17
  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Fasilitas Mewah

    Ayu membuka mulutnya, hendak berkata sesuatu, tapi sebelum sempat menjawab—Tok tok...Suara ketukan pintu memecah keheningan di antara mereka.Ayu buru-buru mengusap sisa air mata di pipinya, sementara Baim menoleh ke arah pintu, ekspresinya kembali terkendali."Masuk." Suara Baim terdengar tenang, tapi ada sedikit perubahan dalam nada bicaranya—seolah ia butuh waktu untuk mengalihkan pikirannya dari percakapan barusan.Pintu terbuka pelan. Seorang wanita paruh baya melangkah masuk dengan langkah mantap, wajahnya memancarkan ketenangan seorang yang sudah lama mengabdi. "Saya mau antar Mbak Ayu, Pak," katanya dengan suara ramah.Baim mengangguk sebelum menoleh ke Ayu. "Ayu, ini Mak Ti. Dia asisten senior di rumah ini. Sudah kuanggap seperti ibuku sendiri." Ia menatap wanita itu dengan penuh hormat. "Aku bahkan nggak pernah panggil namanya. Semua orang di sini menyebutnya Mak Ti."Ayu segera berdiri, lalu meraih tangan Mak

    Last Updated : 2025-03-18

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Malaikat Tak Bersayap

    Bram tertawa pendek, puas. "Tentu saja. Pria sehebat kamu, masa iya mau mengorbankan semuanya hanya demi... wanita penjual sayur." Ia melirik Laura, lalu menambahkan, "Apalagi istrimu secantik dan seanggun ini. Ah, Ayu... mana mungkin bisa menandingi."Laura hanya tersenyum tipis, tanpa menanggapi. Ia dan Baim saling menatap, sebuah kesepahaman diam tercipta di antara mereka—entah apa isi dari kesepakatan itu."Baiklah, Pak," kata Baim, melirik jam tangannya sekilas. "Saya harus segera masuk. Media sudah menunggu.""Silakan," balas Bram dengan anggukan ringan. "Aku tunggu kejutanmu di atas podium."Baim melangkah pergi bersama Laura. Sorot matanya masih tajam, namun kini menyimpan sesuatu yang lain. Bukan keraguan. Tapi rencana.Baim dan Laura melanjutkan langkah mereka menuju ruang jumpa pers. Kamera sudah mengarah ke podium. Lampu sorot menyilaukan. Suara bisik-bisik dari para wartawan memenuhi ruangan. Sorotan publik sedang tertuju pada mereka, dan tak ada tempat untuk bersembunyi

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Separuh Jiwa Telah Pergi

    "Aku menyuruhnya pergi demi kamu, Mas," kata Laura. Suaranya nyaris bergetar. Wajahnya menegang, bukan karena malu, tapi karena amarah yang ia tahan. Tatapannya tajam, menantang Baim untuk membantah."Kalau dia masih tinggal di sini, semua gosip itu akan dianggap benar. Dia menantu Gubernur, Mas. Kita bukan siapa-siapa."Baim menunduk, lalu menggeleng pelan. Pandangannya kosong."Tapi kenapa harus kamu usir, Laura?" suaranya serak. "Aku berutang banyak pada Ayu. Dia yang selamatkan anak-anak kita. Setidaknya, biarkan aku bicara sebelum dia pergi."Ia terdiam sejenak, sebelum menatap Laura tajam. "Lalu anak-anak... bagaimana dengan mereka? Tidakkah kamu memikirkan mereka sebelum bertindak?"Laura menunduk. "Aku tahu, Mas. Aku salah. Aku terlalu emosi... Maafkan aku. Aku janji akan menjadi ibu yang lebih baik. Aku akan mencari ASIP. Kalau perlu, ke seluruh rumah sakit di Jakarta."Baim memejamkan mata. Tangannya mencengkeram pinggiran bathtub. Suhu air hangat yang tadinya menenangkan ki

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Permohonan Yang Tak Diharapkan

    "Laura... Ada yang ingin aku sampaikan." Baim menatap wajah istrinya dalam-dalam, mencoba memahami isi hatinya sebelum ledakan yang tak terhindarkan itu datang."Mas... nanti aja, ya. Ayo tenangkan badan dulu."Laura menggandeng tangan Baim menuju kamar mandi. Baim menurut, langkahnya berat seperti orang yang kehilangan arah.Ia melangkah masuk ke dalam bathtub, membiarkan tubuhnya tenggelam perlahan ke air hangat penuh busa. Uap naik lembut dari permukaan, menenangkan otot-ototnya yang tegang. Untuk sesaat, dunia seolah diam.Di samping bathtub, Laura duduk tenang. Ia menyusun potongan buah di piring kecil, menuang jus ke dalam gelas, lalu meletakkannya di meja mungil di samping mereka. Setiap gerakannya penuh perhatian—nyaris seperti perawat yang menjaga pasien.Baim memandangi wajahnya. Tak ada kemarahan, tak ada ketegangan seperti hari-hari sebelumnya. Hanya ketenangan... dan sesuatu yang menyerupai ketulusan.Namun justru itu yang membuat hati Baim semakin kacau. Ia menelan luda

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Ketegangan Yang Menyelimuti

    "M-Maksud Papa?"Ayu membeku. Untuk pertama kalinya, ia merasa benar-benar terancam—bukan hanya secara fisik, tapi juga secara batin.Ia tak tahu… apakah barusan ia telah membuka pintu menuju jurang yang lebih dalam."Kamu tidak punya siapa-siapa di Jakarta, kan? Kedua orang tuamu juga sudah meninggal. Aku harap kamu tetap polos. Dan jangan sekali-kali mencoba melawanku."Ayu menelan ludah. Ia tak berani menatap Sambo. Ia sadar, ucapan mertuanya itu bukan sekadar ancaman kosong."Ya sudah, Papa pulang dulu. Ayo, Ma.""Baik, Pa." Hayati mengikutinya dari belakang, namun sorot matanya masih tajam mengarah ke Ayu.Ayu berdiri, merasa tidak nyaman dengan tekanan yang semakin berat. Namun ia tak melawan. Ia hanya menghela napas panjang.Setelah mereka keluar, percakapan di antara Sambo dan Hayati ternyata belum berakhir."Ma... cari cara agar Ayu menyerahkan surat itu ke kita," suara Sambo terdengar dari luar, semakin lama semakin cemas. "Papa nggak tenang kalau surat itu masih ada. Kita h

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Sebuah Ancaman

    "Maaf, Nyonya. Saya harus mengepel lantai ini lagi. Permisi..."Tanpa membantah, Ayu mulai bekerja. Ia mengepel lantai dengan tenang, seolah tanpa emosi—meskipun di dalam hatinya, mungkin ia sedang menyusun balasan yang rapi dan penuh perhitungan.Semua orang di ruangan itu terdiam, tercengang. Tak seorang pun tahu apa yang sebenarnya dipikirkan Ayu.Rani mendekati ibunya, Hayati, lalu berbisik pelan,"Ada apa dengan Ayu, Ma? Tumben dia nggak melawan. Padahal tadi kelihatan banget dia siap berperang."Hayati mengerutkan kening, matanya terus mengikuti gerakan Ayu yang sibuk mengepel."Mama juga nggak tahu. Apa mungkin berita itu membuatnya berubah?""Oh... iya. Sekarang semua orang balik menyalahkannya," ujar Rani, tampak berpikir. "Jangan-jangan dia nyesel sudah sok berani di pesta Jaka kemarin."Tak lama kemudian, Sambo datang dengan langkah perlahan."Ayu... kamu sudah kembali?"Ayu berdiri. Tubuhnya menegang mendengar suara Sambo. "Tumben dia bertanya. Ada drama apalagi kali ini?"

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Mokondo Percaya Diri

    "Apaan sih, Mas..."Sentuhan itu nyaris kena, tapi Ayu lebih cepat menghindar. Tubuhnya bergeser tanpa banyak usaha, menolak Jaka tanpa perlu tenaga.Jaka menyeringai kecil. "Yakin nggak mau? Nindi aja ketagihan.""Aku nggak sebodoh dia, Mas," desis Ayu. Matanya menusuk, pandangan dingin penuh penghinaan. "Mau-maunya melayani cowok mokondo."Seketika itu juga, pintu kamar terbuka.Nindi muncul, setengah berlari, memeluk Jaka dari belakang. Kain tipis membalut tubuhnya, nyaris transparan, memperlihatkan kulit bersih yang seperti sengaja dipamerkan."Mas Jaka... Ayolah. Aku masih mau lagi," suara Nindi terdengar manja.Jaka menggenggam tangan Nindi yang melingkar di pinggangnya. Ia terkekeh kecil, seolah pamer."Sayang... Kita kedatangan tamu," katanya sambil melirik Ayu.Nindi mengerucutkan bibir. "Dia itu bukan tamu, Mas. Dia juga istri kamu, kan? Suruh aja dia masuk. Pas banget rumah kita kayak kapal pecah. Biar

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Hari Menyebalkan

    "Aku gak nyangka. Hidup Ayu setragis ini," bisik Laura. Kelopak matanya jatuh. Matanya berkaca-kaca. "Tragis? Memangnya Ayu kenapa, Bu?" tanya Indri, penasaran. Laura tak langsung menjawab. Ia menurunkan surat itu sedikit, lalu membalik halaman terakhir. Di sana, stempel kepolisian tampak samar, tapi jelas. "Ini… sepertinya surat perjanjian dengan suaminya. Dikeluarkan oleh kepolisian," gumamnya. Suara Laura terdengar jauh lebih pelan. Bukan karena ragu—melainkan karena beban. Amarah yang tadi menyulut-nyulut kini seolah meleleh begitu saja. Tatapannya tidak lagi membenci. Justru ada sesuatu yang menyerupai iba di sana. "Dikeluarkan oleh kepolisian? Memangnya itu surat apa, Bu?" Laura menarik napas dalam, menggeleng pelan. "Indri…" panggilnya, dengan nada yang lebih lembut daripada sebelumnya. "Jangan pernah ceritakan soal ini pada siapa pun. Termasuk Mas Bai

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Misteri Dalam Surat Perjanjian

    "Tuhan... apa yang harus aku lakukan sekarang?"Baim menunduk, kedua bahunya turun seolah menahan beban yang tak terlihat. Tangannya meremas ujung jas, dan napas berat keluar perlahan dari sela-sela bibir. Di dalam dadanya, sesuatu terasa mengganjal, mencekik, membuat pikirannya kacau.Ia tetap berdiri mematung. Tatapan kosongnya melekat pada pintu yang tertutup rapat—sebuah jalan keluar yang terasa begitu jauh.Langkah kaki terdengar mendekat, membuat Baim menoleh pelan."Yoga..." suaranya serak, nyaris hanya bisikan. "Apa sebenarnya hubungan Bram dengan Gubernur?"Yoga berhenti beberapa langkah dari Baim, menoleh ke kanan dan kiri, memastikan tak ada telinga lain yang mengintai. Ia melangkah lebih dekat, membungkuk sedikit, lalu berbisik di samping Baim, nadanya seperti mengendap di udara."Beliau adalah salah satu donatur utama dalam pemilihan Gubernur. Setelah itu, bisnis-bisnisnya tumbuh pesat, bahkan termasuk yang tidak ter

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Dua Pilihan Yang Sulit

    "Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini." Suara Baim terdengar berat. Seperti menahan beban yang teramat besar.Suasana di ruang rapat Hotel Gran Mahakam ini tampak mencekam. Lampu kristal menggantung tenang di atas meja panjang yang penuh oleh wajah-wajah tegang. Dua puluh pasang mata menatap ke arah ujung meja, tempat Baim duduk, jasnya rapi tapi kerah kemeja bagian dalam tampak sedikit kusut—seperti baru saja disesuaikan dengan tergesa.Tangan seorang pria paruh baya mengetuk-ngetuk pena ke permukaan meja, semakin cepat, semakin gelisah. "Kami gak mau tau," katanya akhirnya, suaranya berat dan memotong udara yang sejak tadi pekat. "Bagaimanapun juga, Baim harus turun dari jabatannya. Dia sudah mencoreng nama perusahaan."Baim menarik napas dalam, tapi matanya tak bergeming dari lawan bicaranya. Di balik ketenangan itu, jarinya menggenggam lengan kursi sedikit lebih erat."Pak…" katanya pelan, hampir seperti memohon tapi tetap berusaha menjaga

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status