Hari demi hari telah berganti, sudah satu Minggu Ustadz Mirza menjadi direktur di yayasan tempatku mengajar.
Kuakui aku tidak pernah bertemu dengan beliau karena memang ruangan tempat kerja kita yang berbeda, ruang kerja Ustadz Mirza ada di gedung utama yang berdekatan dengan ruang tata usaha, staf keuangan, dan staf administrasi yang lainnya.
Sementara ruang kerjaku ada di gedung belakang bersebelahan dengan gedung sekolah bersama dewan guru yang lainnya.
"Ustadzah Alifah, dipanggil bapak direktur!" kata salah seorang ustadz yang baru masuk ruang guru, saat aku sedang mengerjakan penilaian lembar tugas siswa.
"Ada apa ya ustadz Yusuf?" tanyaku sedikit penasaran bercampur rasa cemas.
"Mungkin mau dikasih bonus bu," sahut Ustadz Yusuf teman sejawatku dengan meringis menggoda.
Aku bergegas beranjak dari kursiku, dengan rasa cemas aku berjalan menuju ruang direktur pendidikan yayasan ini.
"Assalamualaikum!"
Aku beruluk salam seray
Seperti biasa aku selalu datang lebih awal di sekolah ini, mungkin karena tempat kostku dekat dengan sekolah, selain itu aku masih lajang, dan tidak punya tanggung jawab mengurus keluarga seperti teman-temanku yang lain."Assalamualaikum Ustadzah Alifah!" sapa Ustadz Yusuf ramah.Aku yang saat itu tengah duduk di meja kerjaku mempersiapkan bahan ajar untuk murid-murid, hanya tersenyum menanggapi sapaannya."Dijawab dong salam saya ustadzah!" katanya dengan lebih mendekat ke mejaku."Ustadzah, awas lo! Ustadz Yusuf itu pinter ngegombal!" seru salah seorang ustadzah yang juga sudah ada di ruangan ini.Aku yang saat itu mendengar seruannya seketika menoleh sembari menggangguk."Salam saya belum dijawab lo ustadzah," kata Ustadz Yusuf lagi."Waalaikum salam," sahutku."Ustadzah, saya ini kagum sama Ustadzah Alifah, meskipun cantik, pintar, tapi sangat sederhana, dan bukan wanita materialis."Kata-kata Ustadz Yusuf seketika m
Hari itu telah berlalu, pagi ini seperti biasa aku sudah sampai lebih awal di sekolah."Ustadzah Annisa sudah dari tadi?" tanyaku saat melihat Ustadzah Annisa yang sudah duduk manis di kursinya."Kemarin-kemarin saya sering telat, nggak enak ditegur kepala sekolah," sahutnya."Ooo...""Eh, gimana hubungan kamu dengan Ustadz Yusuf, kayaknya Ustadz Yusuf suka dengan ustadzah?"Aku tersenyum tipis menanggapi pertanyaan Ustadzah Annisa. Dan tak lama setelah kami berbincang, tampak Ustadz Yusuf masuk ke dalam ruangan kami."Assalamualaikum Ustadzah Alifah!" sapanya dengan melangkah mendekati mejaku."Waalaikum salam," jawab aku dan Ustadzah Annisa."Ustadzah Alifah, semakin hari semakin cantik ya?" puji Ustadz Yusuf dengan nada bercanda."Semua wanita itu memang cantik, Ustadzah Annisa juga cantik," sahutku."Iya, aku juga cantik kata suamiku," celetuk Ustadzah Annisa."Bukan begitu maksud sata Ustadzah Annisa,
Aku bergegas keluar dari ruangan Ustadz Mirza setelah percakapan kami selesai.Rasanya aku ingin segera pulang, dan menghempaskan rasa lelahku dengan memejamkan mata untuk masuk ke dalam alam mimpi."Ustadzah Alifah!"Kudengar suara Ustadz Yusuf memanggilku."Kenapa ustadzah tidak pernah bilang kalau ustadzah seorang janda?" tanyanya dengan menjejeri langkahku."Kenapa? Ustadz Yusuf kecewa telah berikhtiar memperjuangkan cinta Ustadz Yusuf untuk seorang janda?" tanyaku dengan tersenyum tipis. "Kalau Ustadz Yusuf merasa kecewa dan menyesal, mulai sekarang, tolong jauhi saya!" jawabku tegas, sembari berjalan lebih cepat meninggalkannya.Akhirnya hari yang melelahkan itu pun berlalu. Keesokannya aku kembali menjalankan aktivitas seperti biasa, sepanjang perjalanan menuju tempat kerja aku berdoa, semoga tidak ada lagi masalah yang membuatku harus berhadapan dengan Ustadz Mirza."Jadi Ustadzah Alifah itu seorang janda?"Kudengar sua
Hari telah berganti, pagi ini aku kembali beraktivitas seperti biasa.Sudah jam enam empat puluh lima menit, aku sedikit terlambat. Seharusnya aku datang lima belas menit lebih awal, karena hari ini adalah jadwal piketku untuk menjemput para siswa di halaman sekolah.Saat sampai di gerbang sekolah, aku buru-buru masuk ke dalam ruang guru untuk meletakkan tasku, dan setelah itu keluar kembali menuju halaman sekolah untuk menyambut murid-muridku.Tidak kusangka saat berjalan menuju halaman sekolah aku berpapasan dengan bapak direktur pendidikan yang baru keluar dari mobilnya.Kudengar laki-laki itu menegurku."Aku lihat, kamu jarang berduaan dengan Yusuf sekarang?" tanyanya."Mmmm, iya." Aku tersenyum sembari mengangguk. "Mungkin Ustadz Yusuf sedang sibuk, dan lagi kami memang tidak ada hubungan, jadi untuk apa berduaan," terangku."Oooh, begitu," sahutnya dengan masih berdiri di hadapanku. "Apa bukan karena dia kecewa ya? Karena sudah
Hari terus berjalan, semua masih terasa sama, setiap berpapasan dengan Ustadz Mirza, masih ada rasa cemas di hatiku, karena sikapnya tetap terlihat sinis, datar, dan angkuh padaku.Ah, tapi mungkin itu hanya perasaanku saja, Ustadz Mirza adalah laki-laki yang sibuk, dia tidak hanya menjadi direktur pendidikan di sekolahku, tapi dia juga seorang konsultan, motivator, serta dosen dibeberapa universitas negeri dan swasta, jadi wajar kalau sikapnya seperti itu kepada bawahannya, karena memang dia adalah orang yang sibuk.Ya, aku yakin pemikiran burukku tentang Ustadz Mirza adalah keliru, karena mungkin saat ini aku hanya terlalu terbawa rasa saat bertemu ataupun melihatnya.Segera aku tepis prasangka negatifku terhadap atasanku tersebut, aku menghelan nafas panjang, dan kembali memotivasi diriku, agar aku tetap bersemangat, dan lebih bersemangat dalam bekerja, karena jujur beberapa hari ini hatiku terasa tumbang, jauh dari semangat, semenjak kehadiran Ustadz Mirza s
Saat ini aku sudah berada di ruang IGD sebuah rumah sakit umum, seorang perawat telah selesai memasang jarum infus di tanganku."Alhamdulillah sudah sadar!" kata wanita berbaju putih itu sembari tersenyum. "Kamarnya sudah siap, sebentar lagi mbak akan dipindahkan ke kamar rawat inap ya!" katanya dengan tersenyum.Tak lama setelah itu dua orang perawat laki-laki datang menghampiriku dan mendorong bad rumah sakit yang aku tiduri masuk ke dalam kamar pasien.Kulihat perawat perempuan yang tadi menyapaku juga mengikuti kami. Dan setelah aku sampai di kamar pasien, dia kembali memeriksa selang infus."Saya suntik dulu ya mbak!" katanya sembari menyuntikkan cairan lewat selang infus."Suster maaf, siapa ya yang bawa saya kesini?" tanyaku penasaran."Oooh, tadi katanya embak pingsan di tempat kerja, terus atasan dan ada beberapa teman mbak yang ngantar mbak kesini." Jelasnya sembari terus menyuntikkan cairan obat itu ke dalam selang infusku.
Keesokan harinya aku merasa lebih sehat, dan aku putuskan untuk kembali bekerja.Seperti biasa aku selalu datang lebih awal dari guru-guru yang lain.Aku lihat di halaman sekolah mobil direktur sudah terparkir di sana. Laki-laki yang baru keluar dari mobilnya itu tak sengaja melihat aku yang baru masuk gerbang sekolah. Dan kulihat setelah memperhatikanku dari kejauhan dia mengalihkan pandangannya seraya melangkah menuju gedung yang tidak jauh dari tempat mobilnya di parkir.Lagi-lagi aku mulai terbawa rasa, laki-laki itu tampak angkuh saat melihatku, apakah dia menyimpan sakit hati padaku karena penolakanku beberapa tahun yang lalu. Ah, pasti ini hanya pemikiranku saja, karena tidak mungkin laki-laki sehebat dia tidak bisa move on dari wanita biasa saja seperti diriku.Kutepis perasaanku tentang hal itu, dan kemudian aku lanjutkan langkah menuju ruang guru untuk meletakkan tas dan juga buku-buku yang aku bawa.Beberapa menit kemudian bel masuk berb
Malam ini aku sulit sekali memejamkan mata, jujur aku masih terngiang pernyataan bapak direktur yang tadi sore sempat diucapkannya padaku."Dia ingin menghitbahku?" hatiku penuh tanda tanya. "Tidak mungkin. Waktu itu dia pernah memandangku rendah karena aku ini seorang janda, jadi mana mungkin dia hendak menghitbahku, pasti dia mengatakan hal itu karena ingin mempermainkanku saja." Aku mulai menjawab sendiri pertanyaan yang ada dalam hatiku.Aku yakin Ustadz Mirza atau pak direktur sedang bercanda saat mengatakan hal itu padaku.Keesokan harinya, ketika sore tiba, disaat aku pulang bekerja, tampak sebuah mobil sedan hitam mengikuti langkahku."Tiiiin!!" kudengar suara klakson mobil begitu keras.Aku menepi dan menoleh ke arah mobil yang berhenti di sebelahku tersebut."Assalamualaikum!" kudengar suara seorang laki-laki beruluk salam dari dalam mobil yang jendela kacanya baru saja dibuka."Waalaikum salam," sahutku."Ayo masuk!"