Saat ini aku sudah berada di rumah, tepatnya di dalam kamar. Aku rebahkan tubuhku di atas ranjang, meski rasanya mataku susah terpejam.Jiwa dan ragaku begitu lelah, terasa ada beban yang menumpuk di pundakku, apalagi saat mengingat wajah paklik dan bulik yang kecewa mendengar jawabanku, karena aku mengiyakan menerima lamaran Gus Ibrahim.Aku bingung harus berbuat apa, apakah harus lari dari kenyataan dan meninggalkan ibu, ataukah harus bertahan dengan mengikuti keputusan ibu.Apapun alasannya aku adalah anak pertama di rumah ini, yang seharusnya membantu ibu meringankan beban dan tanggung jawabnya.Demi kami bertiga ibu tidak menikah lagi, demi kami bertiga ibu tidak pernah memikirkan kebahagiaan dirinya sendiri. Dan jika saat ini dia terlilit hutang yang begitu besar, itu pun untuk membiayai kehidupan kami.Ibu tidak memiliki ketrampilan apapun saat ditinggalkan ayah pergi, toko kelontong di pasar, itulah satu-satunya warisan ayah.Setelah
Baca selengkapnya