Share

4 - DITAWARI PEKERJAAN

Sejak hari itu, Hana menjadi canggung tiap kali bertemu dengan Evan. Jangankan bertukar pandang, menatap wajah dari kejauhan saja sulit dilakukan oleh Hana. Padahal tidak ada hal besar yang Evan lakukan, namun seluruh kalimat yang pria itu lontarkan di taman terus terulang di benak Hana.

“Apa … kamu butuh bantuan? Aku bisa membantumu keluar dari penderitaanmu.”

Ah, Hana benar-benar dibuat bingung. Entah kenapa Evan mengatakan hal seperti itu dipertemuan kedua mereka. Bahkan tetangga Hana yang sudah 15 tahun kenal tidak pernah mengucapkannya.

“HEI, AKU BICARA PADAMU!”

Bentakan sekaligus dorongan di bahu menyadarkan Hana dari lamunan. Ia tersentak saat lihat Jeremy sudah ada tepat di hadapannya. Beruntung pria itu mendorong bahunya dengan satu jari dan tidak pakai kekuatan besar, kalau sebaliknya dia pasti sudah terduduk di lantai.

“BERANI SEKALI KAMU MENGABAIKANKU!”

PLAKK                  

Lagi. Untuk kesekian kalinya Hana harus merasakan perih di pipi. Saking seringnya ditampar, mungkin Hana akan mati rasa. Hal yang lebih menyebalkan adalah Hana hanya bisa mengucap kata ‘maaf’ tiap kali Jeremy marah kepadanya. Itu saja yang bisa dia katakan dan akan selalu begitu.

“Tuan, pipi Nona mungkin akan bengkak lagi. Anda harus menahan diri.” Seorang kepala pelayan yang berdiri dekat mereka memberikan nasihat sekaligus menyelamatkan Hana. Ia berusaha bicara sesopan mungkin agar tidak menyinggung perasaan bos yang sangat sensitif.

Jeremy menunjukkan smirk mengerikan lalu merapikan rambutnya yang sudah rapi. Langkah kaki berbalik menuju belakang meja, tempat di mana singgasananya berada.

“Kamu benar, kepala pelayan. Aku lupa tentang itu, habisnya wajah wanita ini sangat menjijikan sampai aku tidak tahan ingin terus menghajarnya.”

Hana mengepal kedua tangan, menunduk menatap lantai dengan penuh amarah. Untuk saat ini dia tidak bisa meluapkan seluruh emosi yang terpendam. Demi masa depan dirinya dan juga Alan, maka dia harus bersabar.

“Pokoknya bayar segera sisa utangmu. Kalau kamu tidak bisa mengembalikannya dengan uang, kamu bisa mengembalikan uangku dengan cara yang lain lagi. Tenang saja, kali ini bukan menikah.”

Sorot mata dari netra cokelat menatap tajam Jeremy yang tertawa. “Apa maksudmu?”

“Aku punya banyak teman pria yang suka dengan tubuh wanita sepertimu, itulah yang ingin aku katakan. Lunasi utangmu sampai mati, dengan tubuhmu, jalang!”

“DASAR GILA!!!!” teriak Hana dengan wajahnya yang memerah menahan amarah. Tampak kobaran api besar dari kedua matanya.

Jeremy sesaat tertawa, namun mendadak ekspresinya berubah kejam. Tidak terima dibentak Hana, dengan kemurkaannya, Jeremy menarik kasar wanita tersebut dan langsung menghempaskan tubuhnya kasar ke lantai. Ia mendekat cepat sebelum Hana banyak bergerak dan langsung melayangkan dua pukulan keras ke wajah wanita itu sampai berdarah.

Kepala pelayan yang menyaksikan hal mengerikan langsung pergi menghalau Jeremy. Ia meminta bosnya untuk berhenti menyerang Hana yang sudah tidak bisa melawan lagi. Mendengar permintaan kepala pelayan, Jeremy berteriak marah sambil menendang udara. Setelah memaki sekali, pria keji itu berlalu pergi meninggalkan ruangan.

***

Sejak pertengkaran terakhir, Jeremy tidak pulang selama dua minggu, begitu juga dengan Evan. Rumah besar bergaya Eropa kini hanya diisi oleh banyak pelayan dan dua orang menyedihkan yang terlilit utang.

Sebenarnya bagus karena Hana bisa memulihkan diri dan jiwanya yang terguncang karena perlakuan kasar Jeremy. Namun, di sisi lain dia ingin sekali bertemu dengan pria yang pernah berkata ingin membantunya. Jujur saja, melihat senyum tulus Evan membuat perasaannya jadi lebih baik.

“Nona, Anda baik-baik saja?” Kepala pelayan membawakan Hana dan Alan minuman sehat ke kamar, kemudian dua gelas diletakkan di atas nakas samping kasur.

Hana melirik ke Alan yang sedang menatapnya. Tidak mungkin bisa berkata jujur di depan anak polos tersebut, alhasil Hana berkata, “Tentu saja. Aku baik. Terima kasih minumannya, Pak.”

Kepala pelayan tersenyum, dengan sangat senang hati membantu Hana dan Alan. “Apa Anda sudah mendapatkan pekerjaan, Nona?”

Wanita yang diajak bicara bergeming sampai akhirnya menggelengkan kepala lesu. Ia sudah berusaha cari kerja sejak satu minggu lalu, namun tidak ada satu pun tempat yang mau menerimanya. Mulai dari alasan tidak ada kompetensi yang memadai sampai dengan hanya karena lulusan SMP.

Tidak ada keberanian untuk mencari tempat kerja jauh. Hana tidak mungkin meninggalkan Alan sendirian di rumah bos kreditor jahat seperti Jeremy. Hidup anak lugu ini akan berakhir dengan mimpi buruk seumur hidup. Yah, lagipula Jeremy tidak akan mengizinkan Hana untuk pergi jauh darinya, setidaknya dia harus berada di dalam pengawasan pria tersebut.

“Bagaimana dengan ayah Anda? Apa Anda sudah menemukan petunjuk mengenai keberadaannya, Nona?” tanya kepala pelayan lagi.

Di antara semua solusi, menemukan debitur yang sebenarnya adalah satu cara tercepat agar Hana dan Alan bisa keluar dari rumah ini. Namun, jejak ayahnya sama sekali tidak terekam di mana pun. Mereka bahkan tidak tahu dia masih hidup atau mati.

“Oii, Hana!”

Seruan keras mendadak itu mengejutkan orang-orang yang berada di kamar. Alan yang sibuk melihat-lihat buku bergambar pun sampai terperanjat dan berlindung di belakang punggung sang kakak.

“Hai,” sapa Evan riang, senyum lebar khas memenuhi wajah tampannya. Dua minggu pergi tanpa kabar, tiba-tiba datang tanpa diundang dengan cara tidak biasa.

Melihat Evan tiba, kepala pelayan pamit pergi untuk beri mereka ruang bicara secara empat mata. ^Anggap saja Alan tidak ada, dia masih kecil, xixi^

Wajah cemberut Hana membuat bingung Evan. Lantas, dia masuk ke dalam dan langsung duduk di pinggiran kasur tanpa ragu.

“Kamu marah karena aku pergi tanpa pamit dan datang tanpa diundang?” tanya Evan.

Hana hanya memandangnya tajam, tampak jelas marah seperti pasangan yang sedang berselisih paham. Di sisi lain Alan masih bersembunyi dan sesekali melirik ke Evan yang tidak jauh darinya. Mata birunya yang seperti bulan berbinar dengan ekspresi yang berkebalikan.

“Apa kamu malu-malu melihat wajah tampan kakak, Alan?” ucap Evan dengan sangat percaya diri, mengundang tawa Hana yang masih bisa tertahankan karena masalah harga diri.

“Ada apa datang tiba-tiba?” tanya Hana. Ia memilih untuk bicara masa kini daripada masa lalu tentang alasan kepergian Evan yang tanpa kabar.

Wajah Evan langsung berubah sumringah, seakan ada bunga-bunga kecil dan pipi bersemu di wajah. Senyumnya jauh lebih lebar hingga tampak satu gingsul di sebelah kiri giginya.

Evan pun menjelaskan kedatangannya yang tidak tiba-tiba. Sebenarnya dia ada pekerjaan dadakan ke luar negeri, namun tanggal kepulangannya sudah pasti. Beberapa hari sebelum kepulangannya, kepala pelayan beritahu Evan kalau Hana sedang mencari pekerjaan, tetapi tidak ada satu pun tempat yang menerimanya. Evan pun berusaha membantu dan sekarang dia akan beri penawaran yang didapat kepada Hana.

“Aku punya dua penawaran pekerjaan padamu. Ada yang bergaji besar dan kecil. Kamu lebih suka yang mana?” tanya Evan.

Tanpa berpikir panjang, Hana langsung menjawab, “Tentu saja aku ingin gaji yang besar. Siapa yang ingin hidup dililit utang seumur hidupnya?”

Sontak Evan tersenyum simpul.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status