Share

7 - MATA YANG TERNODAI

Evan tidak bilang kalau restorannya juga disertai bar!

Tapi tidak apalah, beruntung sejauh ini semua sesuai dengan apa yang dijelaskan bos. Hana hanya perlu menerima dan mengantar pesanan, serta membersihkan meja seusai digunakan pelanggan. Meskipun begitu, dia masih merasakan keanehan bekerja di rooftop bar dan restoran ini.

Suasana di restoran ini terasa sangat santai dengan pemandangan luar biasa cakrawala kota. Saking santainya, Hana bisa dengar berbagai kata buruk yang dilontarkan para pelanggan. Yah, sebenarnya itu bukan hal yang mengejutkan lagi. Hal terburuk adalah Hana melihat banyak pasangan yang saling berpagut bibir ketika suasana restoran mulai sepi pelanggan.

Hana mungkin bisa bersabar dengan hal itu, tetapi kesabarannya hilang saat perlahan tangan pria mulai menjamah tubuh si wanita. Saat di mana Hana ingin menghentikan aksi tak senonoh di tempat umum itu, pegawai restoran lain malah menghentikannya. Mereka memperingati Hana untuk tidak ikut campur kalau tidak mau dipukuli hingga dipecat.

Restoran ini memang restoran biasa, tetapi rupanya banyak pelanggan bajingan di sini. Mereka terlena dengan urusan sendiri sampai tidak ingat kalau sedang berada di tempat umum. Beruntung jam kerja Hana sudah ditentukan, jadi dia tidak melihat hal-hal memalukan seperti itu terus-terusan selama satu hari.

“Pegawai baru! Bersihkan meja nomor lima cepat!!!”

Buru-buru Hana pergi ke meja nomor lima, tak lupa membawa peralatan bersih-bersihnya. Ia melakukan pekerjaannya dengan sangat baik dan tidak sengaja dengar obrolan sepasang kekasih di meja sebelah.

Dua insan yang dimabuk cinta itu bicara tentang sesuatu mengenai ‘melarikan diri’. Entahlah, Hana tidak terlalu bisa mendengarnya karena perlahan suara mereka mengecil. Namun satu hal berhasil  tertangkap telinga Hana, si pria ingin kabur dari tumpukan utang yang menjerat.

Tiba-tiba Hana memikirkan masalah hidupnya. Beberapa hari belakangan ini pengawasan pada Hana semakin berkurang. Ia bahkan tidak bisa lagi melihat pria bersetelan jas berjalan di sekitarnya.

Mungkin Jeremy berpikir kalau Hana tidak akan bisa kabur karena ada anak kecil, dan meskipun bisa, belum tentu pelariannya akan berhasil atau tidak.

Lagipula saat ini Hana idak bisa lari. Jeremy sudah mengikat kakinya dengan rantai yang sulit terlepas. Toh kalau Hana kabur, dia hanya akan memperbanyak utang saja dan tentu hal itu akan terus membelenggunya seumur hidup.

Hana hanya mencoba untuk menghindari pilihan dan akhir terburuk, yaitu jangan sampai terseret ke rumah bordil.

PRAANGG

Semua orang terkejut. Tidak sengaja Hana memecahkan sebuah gelas hingga hancur berkeping-keping. Saat itu Hana tersadar, sedikit saja dia teralihkan dan tidak fokus, maka hidupnya yang rapuh akan hancur seperti gelas tersebut.

“PEGAWAI BARU!” teriak si bos dan segera menghampiri Hana. Ia marah-marah dan memaki Hana di depan semua orang tanpa memikirkan perasaannya. Sementara Hana hanya bisa meminta maaf sambil membereskan kecerobohannya.

Jujur saja, dia tidak mendengarkan ocehan bos sama sekali. Pikirannya berada di tempat lain meski bibir tidak berhenti mengucap maaf.

Sekali lagi, Hana harus bayar utang  yang bahkan tidak pernah dia pinjam. Masalah lain akan datang saat pria rentenir yang kepalanya Hana pukul keluar dari rumah sakit. Pria gila itu mungkin akan melakukan balas dendam pada Hana.

Sial, seolah-olah hari buruk sudah terjadwalkan di hidup Hana. Padahal dia hanya ingin bertahan hidup, bersama Alan.

***

Langkah lesu Hana masuk ke dalam rumah besar milik Jeremy. Seluruh tubuhnya terasa pegal, terutama kaki dan tangan. Seakan bosnya menyimpan dendam kesumat, Hana tidak diberi istirahat sedetik pun dan terus melakukan apa yang diperintah.

“Hari ini benar-benar melelahkan ditambah harus ganti rugi karena gelas yang pecah,” keluh Hana sambil memukul-mukul lengan atasnya. Beruntung uang pemberian Jeremy beberapa hari lalu masih ada.

Tanpa sengaja, wanita berambut panjang gelombang itu melihat salah satu anak buah Jeremy. Di tangannya tampak sebuah dokumen berwarna cokelat.

“Ehm, maaf,” panggil Hana dan orang itu diam menoleh, “apa dokumen itu untuk Jeremy?”

Orang itu mengangguk dan dalam sekejap dokumen berpindah tangan ke Hana. Ia ingin mengantarnya sendiri ke ruang kerja pribadi pria yang telah menjadi suaminya, sekaligus bertanya sesuatu kepadanya.

Setibanya di depan ruang kerja Jeremy, Hana berdiam sejenak mempersiapkan diri. Ia siap dengan terjadinya hal terburuk, ditampar? Pipi Hana mungkin sudah kebal akan hal itu.

Pintu dalam keadaan tertutup. Tanpa mengetuk, Hana langsung membukanya dan masuk ke dalam. Betapa terkejutnya ketika dengar suara desahan dan erangan di dalam. Suara yang begitu jelas terdengar begitu pintu dibuka.

Persetan karena ruangan ini kedap suara.

Seluruh indera Hana masih berfungsi dengan baik. Ia tidak buta untuk melihat dua orang yang sedang bercinta di atas meja kerja di sana. Hana sampai membelalakan mata dan menutup mulut, menahan napas tatkala melihat Jeremy dan wanita tak dikenal bermain tanpa busana.

“Ah …  lebih cepat, sayang. Aku segera sampai, Jer!”

Hana masih diam, mematung, dan membeku saat kembali mendengar racauan wanita yang disertai desahan tersebut. Anehnya, dua insan di sana sama sekali tidak menyadari kedatangannya. Mereka sibuk melakukan adegan panas di sore hari seperti ini.

Faster, Beb! Faster. Ah … Jeremy!”

Suara itu. Desahan itu.

Sungguh, itu terdengar … SANGAT MENGGELIKAN!

“Oh, siapa dia, sayang?” Si wanita menyadari kedatangan Hana lebih dulu. Sebenarnya wanita itu sudah melihat Hana sejak tadi, tapi sepertinya dia sengaja diam.

Jeremy berbalik dan tampaknya tidak terkejut dengan kehadiran Hana. Ia bahkan berjalan mendekati Hana dengan percaya diri, membiarkan wanita lain melihat kejantanannya yang tidak tertutupi sehelai benang pun.

Hana yang takut setengah mati sontak memundurkan langkah saat Jeremy terus mendekatinya. Dokumen yang dibawa menjadi tameng untuk menutupi penglihatan, rasanya memalukan melihat privasi orang lain. Apalagi ini adalah pengalaman pertama Hana.

“Kemarikan dokumennya,” pinta Jeremy seraya mengulurkan telapak tangan.

“Do-dokumen apa?” Hana yang gugup menjadi bodoh. Saking paniknya dia sampai lupa tujuan datang ke ruang kerja ini.

Dokumen cokelat di tangan Hana diambil paksa oleh wanita yang kini sudah mengenakan kain panjang untuk menutupi tubuhnya. Sontak Hana semakin panik saat satu-satunya benda pelindungnya di rampas. Ia langsung menutup kedua mata dan pamit undur diri dari ruangan tersebut.

Pintu tertutup. Hana berhasil kabur dengan cepat!

Ia tidak lari ke mana pun, tapi napasnya tersengal-sengal. Untuk beberapa saat wanita itu berdiam diri, bersandar pada pintu sambil mengatur detak jantungnya agar kembali normal. Di saat yang sama, anak buah Jeremy yang sebelumnya bawa dokumen datang menghampiri Hana.

“Maaf, apa Anda sudah masuk ke dalam, Nona? Saya lupa beritahu kalau saat ini Tuan sedang—”

“Aku sudah masuk. Kamu terlambat!” Hana langsung memelotot sebal karena orang itu tidak beritahu kalau Jeremy sedang memiliki tamu spesial.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status