Share

6 - DIAM-DIAM MEMPERHATIKAN

Semua ini masalah ayah Hana.

Jika orang itu bisa ditemukan, maka Hana tidak perlu menanggung semua utang seperti sekarang. Namun, sebuah pertanyaan baru timbul jika orang itu berhasil ditemukan. Apakah ayah Hana bisa melunasi seluruh utangnya?

Firasat Hana mengatakan bahwa pada akhirnya dialah yang akan membayar utang.

BAKK!

Gelas ditaruh keras ke atas meja. Napas terengah karena berhasil menghabiskan air dalam sekali minum. Sorot kedua mata menatap tajam lurus ke luar jendela. Dalam hati tidak berhenti memaki karena rasa kesal yang sulit tertahan.

“Anda baik-baik saja, Nona?” Kepala pelayan yang peduli bertanya pada Hana.

“Aku harus berhasil menemukan ayahku, setidaknya aku bisa mengambil organnya dan menjualnya,” ucap Hana yang berbicara pada dirinya sendiri.

Kepala pelayan langsung bergidik ngeri kala dengar perkataan tersebut. Ia pikir mereka tidak perlu berbuat sejauh itu, mengambil dan menjual organ bukanlah sesuatu yang bisa mereka lakukan. Kalaupun hanya candaan, itu tidak lucu.

Ah, sial.

Ada terlalu banyak hal yang Hana pikirkan sekarang, bahkan lebih banyak daripada saat sebelum bertemu Jeremy. Bukan cuma masalah dirinya, Jeremy dan Evan pun jadi bagian dari isi pikirannya saat ini. Dua bersaudara yang tidak pernah terlihat bersama itu tampak mencurigakan bagi Hana.

Jeremy dan Evan, mereka memiliki kepribadian yang sangat bertolak belakang. Jeremy selalu berpenampilan rapi dan perfeksionis, tetapi suka bermain dengan banyak wanita. Sementara Evan lebih seperti berandal, tetapi dia terlihat jauh lebih setia dibandingkan kakaknya. Sikap Evan bahkan sangat manis daripada Jeremy yang kasar.

“Apa yang Anda pikirkan, Nona?” tanya kepala pelayan. Ia takut wanita yang diajak bicaranya itu sudah memikirkan rencana untuk ambil organ orang lain.

“Ehm, Pak. Aku penasaran soal hubungan Jeremy dan Evan. Apa mereka memang tidak akur seperti yang aku lihat?”

Sang kepala pelayan baru saja membuka mulut, tiba-tiba Jeremy datang tanpa pemberitahuan. Ia tidak memberi salam sapa apa pun dan hanya meletakkan beberapa lembar uang ratusan ribu tepat di depan Hana.

“Apa ini?” tanya Hana tidak mengerti. Ekspresinya terlihat kaget sekaligus kesal. Jelas tidak mau menerima lembaran uang tersebut.

“Tidak bisa lihat? Itu uang, bodoh!” Benar-benar khas Jeremy, kalau bicara dengan Hana pasti tidak pernah melawatkan kata umpatan atau makian.

Hana mendengkus sebal membuat Jeremy menatapnya tidak percaya. Baru kali ini dia melihat wanita yang tampak lemah itu seperti sedang melawannya.

“Aku tidak butuh, ambil saja,” kata Hana.

“Kamu mungkin tidak butuh, tapi Alan butuh. Jangan sok jual mahal padahal tidak punya uang. Ambil cepat!”

Hana tersinggung dengan kalimat yang dilontarkan Jeremy. Memang benar kalau dia tidak punya uang dan butuh, tetapi sulit baginya menerima karena bisa menambah utang. Semua yang dia dapatkan di rumah ini bisa jadi sudah masuk ke dalam list utang pada Jeremy.

Hana tetap pada pendiriannya, sedangkan Jeremy yang lelah sudah tidak mau tahu lagi.

Dalam pikiran kepala pelayan, jika dirinya jadi Hana pasti akan mengambil uang tersebut. Sangat jarang Jeremy memberikan uangnya secara percuma seperti saat ini, mungkin tidak pernah.

Jeremy menghela napas berat, kemudian berkata, “Kalau tidak mau juga, buang saja uangnya. Aku masih punya banyak.”

Setelah bicara sombong begitu, Jeremy berlalu pergi meninggalkan ruang dapur. Ia berjalan tanpa menoleh ke belakang sedikit pun, benar-benar sudah tidak peduli apa Hana akan menerima pemberiannya atau tidak. Padahal dia sudah susah-susah peduli, tetapi tidak dihargai.

Langkahnya yang berat menuju ruang kerja pribadi. Ia duduk di tempat kesukaannya dan langsung memijat dahi yang pening, berpikir ulang tentang alasan dirinya bersikap baik kepada wanita tadi.

Memang harusnya bukan dia yang datang, lebih baik menyuruh anak buah yang melakukannya. Salah Jeremy yang keras kepala padahal sudah diperingatkan oleh beberapa anak buahnya.

Tidak lama kemudian, seorang pria yang mengenakan setelan jas dan in-ear di telinga masuk ke ruangan Jeremy. Proporsi tubuhnya yang sempurna berdiri tegap di depan meja pria yang menjadi bosnya.

“Anda memanggil saya, Tuan?” ucapnya.

“Kamu bilang jalang itu sedang mencari pekerjaan? Apa dia sudah mendapatkannya?”

Orang itu mulai menjelaskan apa yang terjadi di rumah selama dua minggu belakangan, terutama hari ini. Kisah menyebar dengan cepat dari mulut ke mulut, bahkan orang-orang yang tidak sedang di rumah tahu kalau Evan datang siang tadi.

Jeremy tidak masalah dengan yang lain, tapi dia benci saat Evan datang ke rumahnya. Entah apa yang direncanakan Evan. Jeremy yang sangat mengenal Evan tentu tahu kalau ada yang aneh saat ini.

“Beritahu yang lain agar mengawasi Evan kalau dia datang lagi ke sini,” perintah Jeremy, dibalas kesiapan oleh sang anak buah.

Jeremy tidak tahu kalau ternyata Hana dekat dengan adiknya. Ia bahkan tidak tahu kalau mereka sudah saling mengenal. Dan tampaknya Hana penasaran soal hubungan kakak beradik ini, Jeremy tidak sengaja dengar pertanyaan Hana di dapur tadi.

“Menurutmu berapa lama jalang itu akan bekerja di restoran bergaji kecil?” Jeremy bertanya, anak buahnya berpikir untuk beberapa saat.

Menurutnya, karena ini masih awalan tentu Hana akan memberikan performa terbaik. Namun, tidak ada orang yang bisa bertahan dengan gaji kecil sementara ada utang besar yang harus segera dilunasi. Ia berbagi pikirannya ini dan sang bos tersenyum simpul setelahnya.

Itu dia! Aku tidak tahu apa yang sedang direncanakan oleh Evan, tapi aku setuju dengan penawaran yang dia berikan,’ ucap Jeremy dalam hati.

Hana akan segera menjual dirinya jika dia hanya menerima gaji yang sangat kecil, bahkan untuk dibayarkan ke utang saja tidak mampu. Gajinya mungkin akan langsung habis untuk biaya hidup sehari-hari. Apalagi dia memiliki tanggungan anak kecil sekarang.

Padahal ada pekerjaan lain dengan gaji yang sangat besar. Jika memilihnya, dia pasti akan berpisah dengan Jeremy lebih cepat. Sayangnya dia memilih pekerjaan dengan gaji kecil.

Yah, mungkin dia suka berlama-lama hidup bersamaku,’ pikir Jeremy.

“Sepertinya Anda mulai beri perhatian pada wanita itu, Tuan,” ceplos sang anak buah tanpa berpikir. Sekilas lewat di kepala dan langsung mengungkapkannya. Buru-buru minta maaf, tidak mau si bos salah paham karena dikira ikut campur.

Sesaat Jeremy menatap kejam anak buahnya, seakan mengucap kalau dia akan membunuhnya kalau mengatakan hal sama.

“Bahkan orang naif perlu diperhatikan, jadi jangan bicara omong kosong lagi, sialan! … Aku hanya ingin dia melunasi utangnya dan segera pergi dari hidupku.”

Pokoknya cepat atau lambat, Hana akan segera menyadari apa yang seharusnya dia lakukan sejak awal. Hana yang sudah rapuh akan perlahan hancur, Jeremy hanya perlu memberikan sedikit tekanan lagi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status