Philip terkekeh. Dia mendekati Aura dan berkata, "Tenang saja, dia sebenarnya bukan marah padamu, sepertinya dia memang datang hanya untuk cari gara-gara sama bos kita.""Hari ini dia datang membawa banyak orang, tujuannya jelas mau cari masalah. Tapi di depan bos kita, dia sudah kalah berkali-kali. Kali ini juga nggak akan menang."Mendengar ucapannya, Aura diam-diam menghela napas lega. Philip membawanya ke area parker dan masuk ke salah satu mobil. Melihat Aura masih berdiri di tempat, dia menurunkan kaca jendela dan berkata, "Ayo, bos kita suruh aku mengantarmu pulang."Aura ragu sejenak, lalu menunduk dan bertanya, "Dia benar-benar nggak apa-apa, 'kan?"Philip tertawa. "Kamu kira bos kita itu terbuat dari tanah liat? Ini 'kan tempatnya dia."Aura akhirnya mengangguk setelah mendengar ucapan Philip. Dia masuk ke mobil dengan sopan, lalu duduk di kursi belakang dan memberitahukan alamat kepada Philip. Namun, pikirannya terus memikirkan kemungkinan Jose dan Jordan bertengkar hingga b
Jose tidak meliriknya sama sekali. Tatapannya tetap tertuju pada wajah Jordan. Melihat darah yang mengalir dari kepalanya, Jose tertawa pelan, "Kenapa ceroboh sekali?""Philip, panggilkan dokter untuk periksa Pak Jordan. Jangan sampai otaknya terluka."Mendengar ucapannya, Aura ketakutan bukan main.Philip langsung maju dan menyahut, "Baik."Usai bicara, dia memberi isyarat pada Aura untuk ikut keluar bersamanya. Aura menangkap maksud dari isyarat itu. Dia juga tahu jelas bahwa dirinya hanya akan membuat Jose repot jika terus berada di sini.OIeh karena itu, dia berbalik hendak pergi bersama Philip. Namun, Jordan malah menghentikannya, "Aura, berhenti di sana! Kamu mau pergi begitu saja setelah melukaiku?"Setelah melontarkan ucapan itu, Jordan hendak maju untuk meraih Aura. Namun, dia malah dicegat oleh Jose yang tampak santai.Jordan menatap Jose yang kini berdiri di antara dirinya dan Aura, lalu mendengus dingin. "Apa maksudmu? Kamu mau melindunginya?"Jose hanya mengulas senyum tip
Berbeda dengan Aura yang panik, Jordan justru tampak sangat tenang. Dia duduk santai di sofa seberang sambil tersenyum lebar. Bekas luka yang panjang melintang di pipinya, membuat senyumannya terlihat menyeramkan."Bu Aura, aku sudah lama mendengar namamu. Banyak yang bilang kamu ini wanita tercantik di Kota Jakoro, tapi sayang keluargamu kurang kuat. Aku ini nggak peduli soal latar belakang seseorang. Kalau kamu mau, gimana kalau kita bersenang-senang? Tenang saja, selama kamu bersamaku, soal uang gampang diatur."Aura menggeleng. "Aku nggak tertarik."Melihat jawaban Aura yang tegas, Jordan mendengus. Senyum di wajahnya menghilang dan sorot matanya menjadi dingin.Entah dari mana, dia mengeluarkan sebilah pisau kecil dan menusuk-nusukkan ujungnya ke permukaan meja kayu solid di sampingnya dengan santai.Kemudian, dia menghela napas pelan. "Aku ini nggak suka orang yang nggak ngerti situasi. Nih, aku kasih kamu kesempatan lagi." Dia mendongak menatap Aura sambil tersenyum sinis. "Aku
Melihat pesan itu, ekspresi Aura langsung berubah. Dia segera bangkit dari sofa, membuka pintu, dan bergegas keluar.Di sisi lain, di dalam kantor Jose.Jose sedang bersandar santai di kursi kerjanya sambil menatap pria di seberangnya."Pak Heru mau 15 persen saham, bukankah itu terlalu berlebihan? Sejauh yang aku tahu, nilai lahan di timur itu sekitar puluhan triliun. Pak Heru nggak merasa terlalu serakah, ya?"Jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja, lalu tersenyum dan berkata, "Saham 10 persen adalah harga terakhir yang bisa aku berikan."Pria di depannya berperawakan kekar, dengan rambut cepak, dan mengenakan kemeja bermotif bunga. Gayanya yang santai sangat kontras dengan penampilan Jose yang rapi berjas.Mendengar ucapannya, Heru tidak marah. Sebaliknya, dia malah tertawa pelan. "Pak Jose benar juga. Tapi kalau Pak Jose nggak bisa menyanggupi, pihak lain mungkin bisa. Kalau Bapak nggak tulus, sebaiknya aku ...." Heru berbicara sambil berdiri dan hendak pergi.Jose menggertakkan giginya
Saat ini, Aura tidak mengenakan sehelai benang pun di tubuhnya. Dia tampak benar-benar kelelahan, bahkan sampai lupa menarik selimut untuk menutupi diri. Sekilas, yang terlihat hanyalah keindahan tubuhnya.Jose yang baru saja dipuaskan, sedang dalam suasana hati yang baik. Dia menunduk dan mendekat ke telinga Aura, lalu berbisik, "Kenapa? Masih belum puas? Kalau kamu masih merasa kurang, aku bisa memuaskanmu. Nggak perlu menggodaku seperti ini."Dalam keadaan setengah sadar, Aura masih bisa menangkap maksud kata-kata Jose. Dia mendadak terbelalak dan baru menyadari dirinya sama sekali tidak tertutup. Dia buru-buru menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.Lalu, dengan wajah memelas, dia memohon pada Jose, "Nggak, nggak. Aku benar-benar sudah capek."Aura meringkuk di bawah selimut, tampak takut kalau Jose tiba-tiba kembali ganas. Dia memang sudah tidak punya tenaga lagi. Sekarang, yang dia inginkan hanyalah bisa tidur dengan tenang.Untung saja, Jose hanya sedang menggodanya. Dia bangki
Aura menggeleng cepat. "Nggak, nggak.""Oh?" Jose mendengus dingin. "Sepertinya pelajaran yang kamu terima masih kurang."Aura terdiam. Dia tidak tahu harus bagaimana menjawabnya agar Jose bisa merasa puas. Oleh karena itu, dia memilih untuk diam.Melihatnya tidak bicara, tangannya yang mencengkeram dagu Aura perlahan turun ke bawah. Jari-jarinya yang kasar menyusuri leher halus Aura, membuat tubuhnya gemetar ketakutan. Namun, Aura tidak berani bergerak karena khawatir Jose akan bertindak nekat dan mencekiknya.Tangan itu hanya berhenti sejenak di lehernya, lalu terus meluncur turun. Dengan gerakan yang sudah terlatih, Jose menggenggam penuh dadanya dan senyumnya semakin licik."Ingat kata-kata yang kamu ucapkan tadi?"Tubuh Aura menegang, pikirannya kosong dan tidak mampu berpikir jernih. Melihat wajahnya yang bingung, sudut bibir Jose sedikit menurun. Jelas sekali dia terlihat kesal.Aura buru-buru mengangkat tangan dan melingkarkan lengannya ke leher Jose, lalu mengecup ringan di ba