Selena memakan makan malamnya dengan tenang. Hingga malam, tak ada tanda-tanda yang menyatakan jika Damian kembali ke kamarnya. Itu membuatnya lebih bersantai dari tadi. Meski dia juga sempat memikirkan apa yang terjadi sebelum dia tertidur, dia yakin Damian memeluknya. Gadis itu masih murung dan mengurung dirinya sendiri di kamar itu. Meski tak ada tanda-tanda jika dirinya tidak diperbolehkan keluar. Tak ada tali atau rantai yang mengikatnya. Tak ada apa pun yang mengisyaratkan jika dia tidak sedang dikurung juga di sana. “Apa ada yang Anda inginkan?” tanya pelayan yang mengambil alat makan bekas Selena. “Boleh aku minta dessertnya lagi?” pinta Selena sambil tersenyum sedikit malu, dia menyukai dessert yang disediakan untuk malam ini, berupa waffle dengan es krim. Pelayan tersebut mengangguk dan keluar dari kamar Selena. Dan pelayan lain datang dengan membawakan apa yang Selena pinta. Saat Selena tersenyum kegirangan melihat dessert yang memp
Selena melebarkan matanya terkejut saat Damian menarik kakinya untuk mendekat. Dia berusaha beringsut mundur lagi, namun lagi-lagi Damian menarik kakinya dengan tenaganya yang besar. “Kau mau ke mana?” tanya Damian sambil terkekeh pelan melihat reaksi Selena. “He-hey!” Selena berusaha bangkit dari posisinya yang berbaring dan lengannya menahan Damian. “Perkataanmu ada benarnya... Kenapa kau tidak santai saja dan nikmati waktumu di sini? Tidak perlu bekerja dan tidak perlu memikirkan tentang uang. Hanya berada di atas kasur dan melebarkan kakimu untukku, aku akan memberikan semua yang kau butuhkan dan kau inginkan. Itu cukup adil, bukan?” Damian terkekeh sambil terus mendekatkan dirinya pada Selena. Sementara lengan Selena berada di dada Damian, Selena benar-benar berusaha membentengi dirinya dari Damian yang semakin dekat dengannya. Selena berusaha mendorong Damian agar menjauh darinya, walau usahanya sangat terlihat tak ada gunanya dan sia-si
Waktu berlalu cukup lama untuk Selena yang sudah kewalahan karena harus berhadapan dengan stamina Damian yang tinggi. Dan waktu bagi Damian berlalu begitu saja dengan cepat, dia sangat menikmati waktu-waktu yang berlalu selama Selena ada di bawah kendalinya saat itu. Damian menatapi punggung Selena. Selena sudah tergeletak tak berdaya di bawahnya. Dia memeluk bantalnya yang basah karena air matanya. Matanya terlihat sembab dan bengkak. Dengan rambutnya yang berantakan, dan kemerahan di seluruh wajahnya, itu justru membuatnya menarik. Sambil menghela nafasnya dengan berat, Damian mendekatkan tubuhnya dengan Selena. Dia memegangi pinggang rampingnya, dan dikecupnya bahu Selena. Selena bereaksi dengan lemah, bahunya langsung mengerut dan terlihat seperti menghindari kecupan Damian walau tak berhasil. “Kau sudah bisa menikmatinya, ya? Kau sampai keluar beberapa kali lebih banyak daripada aku.” Damian terkekeh dan mengusap kepalanya Selena dengan halus.
“Tuan Damian tidak punya satu pekerjaan, dia punya banyak pekerjaan. Tuan Damian orangnya sangat sibuk. Ada banyak bisnis yang dia jalankan dan harus selalu memantau semuanya sendiri.” Jawaban Rose tak menjawab pertanyaan Selena sama sekali. Tentang siapa Damian, dengan semua kekuasaan dan kekayaan yang tidak masuk akal baginya. Belum lagi, pelayanan yang dia terima selama berada di sana, yang kenikmatannya sebanding dengan rasa sakit yang dia derita. “Kau tidak menjawabku dengan sungguh-sungguh,” gerutu Selena sambil cemberut. “Begitukah? Bagaimana kalau begini? Tuan Damian itu seorang mafia. Selain menjalankan bisnis yang legal, berupa perusahaan yang aktif di beberapa industri dengan industri utamanya di lokomotif... Tuan Damian juga aktif tergabung dalam bisnis ilegal. Tuan Damian saat ini tergabung dengan sebuah organisasi mafia juga. Tuan Damian bahkan punya bisnis kasino bawah tanah.” Rose menjelaskannya sejauh yang dia tahu tentang Dam
Damian melakukan kunjungan ke beberapa tempat hari ini karena dia harus mengecek beberapa hal, memastikan seluruh laporan yang dia terima benar adanya. Dan hari mulai gelap, pikirannya kembali pada Selena. Dia menginginkannya lagi untuk malam ini, ini seperti dia adalah seorang pengantin baru yang baru saja mencoba ekstasi. “Kunjungan terakhir, kita akan ke Saga’s Club,” ucap sopir. Damian langsung melirik ke arah sopir pribadinya itu dan lalu melirik ke arah Luca yang duduk di sebelahnya. Luca langsung mengarahkan matanya pada tab yang sedang dia pegang saat itu. “Ada pertemuan mendadak dengan Tuan Harvest. Maaf, aku lupa mengabarimu tentang itu. Tapi jika Anda ingin membatalkannya—”“Tidak perlu. Kita akan pergi ke sana. Aku harus tahu apa yang dia inginkan sekarang.” Damian mendengus dan menatap keluar jendela mobil lagi, suasana hatinya sedikit memburuk. “Baik, Tuan.” Damian berencana kembali ke kamar Selena lagi saat it
Selena terkejut saat Damian menarik tangannya dengan kasar dan menyeretnya ke kamar. Selena langsung menatap ke arah Rose, Selena benar-benar tak tahu apa yang terjadi saat ini, dan tatapannya seolah mengisyaratkan pertolongan pada Rose karena sikap kasar Damian ini pasti tidak akan berhenti sampai situ saja, yang pastinya akan berlanjut lebih kasar. “Tuan!” Rose memekik kaget dan dia menatap Selena dengan tatapan kasihan padanya. Damian berhenti dan menatap Rose, terlihat dari ekspresinya jika dia sedang marah saat ini. “Ada apa ini? Apa yang terjadi? Apakah terjadi sesuatu?” tanya Rose. “Itu bukan urusanmu, kau tahu itu, kan?” Damian menatap Rose balik dengan datar. “Tapi... kau bersikap aneh. Kenapa kau bersikap seperti itu padanya?” Rose sendiri kelihatannya gemetar, karena ini setelah sekian lama dia melihat Damian sedang dalam keadaan marah. “Kenapa? Kau kasihan padanya? Aku memintamu untuk bergaul dengannya bukan unt
Damian melirik ke arah Merry yang membuka pintu dan menatapnya dengan tatapan yang berapi-api. Benar, wanita itu cemburu mendapati Damian meniduri seorang perempuan lain. “Apa yang kau lakukan di sini?” Merry menatap Damian dengan marah. Damian tak menanggapinya untuk beberapa saat dan menyesap rokoknya dengan tenang. Damian melirik ke arah Selena yang mengubah posisi tidurnya, mungkin karena merasa tidak nyaman atau terganggu dengan suara nyaring Merry yang memekikkan telinga. “Kau bilang kau tidak akan menidurinya!” bentak Merry, terlihat dia sangat cemburu. “Kapan aku bilang begitu?” Damian menghela nafasnya panjang, suasana hatinya baru saja membaik, namun sekarang suasana hatinya dibuat suram lagi oleh wanita yang sedang marah. Damian mendapati Selena yang agak menggigil karena balkonnya dibuka. Damian bangkit dan mematikan rokoknya, lalu berdiam diri sejenak di balkon yang sengaja dia buka agar asap rokok tidak mengendap di kam
“Hey! Kau ini cabul apa bagaimana?! Bagaimana bisa kau menyuruhku untuk melihat tonjolan itu?!” “Kau melihatnya, kan? Kau ini cabul atau bagaimana...” “Jangan membalasku seperti itu!” “Kau lupa siapa aku? Aku yang memberikanmu tempat tidur yang nyaman seperti ini. Aku yang memberimu makan tiga kali sehari beberapa hari ini.” “Dan kau yang memperkosaku beberapa hari ini, itu sebanding benar-benar tidak sebanding dengan apa yang berikan, tahu! Kau tahu apa yang kau rebut dariku yang tidak ada harganya?!” Selena dan Damian cekcok pagi itu. Selena meneriaki Damian, sementara Damian bicara dengan santai dan dingin, dia terdengar malas untuk membalas Selena namun sepertinya menikmati suasana yang terjadi pagi itu. Baginya, Selena seperti mana baru yang menyenangkan.“Oh, ya? Apa itu?” Damian menatapi Selena, melihatnya dari atas ke bawah dengan gaun malam yang dia gunakan itu, satin berwarna peach itu sangat cocok dengan warna kul