Senyuman Davian membuat Vemilla semakin grogi, dia bersandar pada meja rias kosong yang memblokir langkahnya, dan di sana Davian menggenggam pinggang Vemilla—mengangkat tubuh gadis itu dengan ringannya, menaikkan dan mendudukkan Vemilla ke atas meja rias yang tampak kosong.
Spontan, Vemilla melempar tangannya ke bahu Davian, meremasnya lembut. "Aaa ...," teriaknya secara tidak sengaja, kerlingan matanya mengedar tanpa aturan. Davian melepaskan diri dari hadapan Vemilla, seolah tak ada yang terjadi, ekspresi wajahnya datar dan tenang, berbeda dengan gadis itu, terlihat jelas di wajahnya jika gadis itu gemetaran. Menahan sesuatu yang mengganggu ketenangannya. "Seorang model atau peragawati harus pandai bermain ekspresi, dia adalah wajah yang dipertontonkan untuk mempromosikan sebuah brand," ujar Davian membawa gelang dari kotak perhiasan tersebut. "Bukan hanya ekspresi wajah yang harus bisa bicara, tatapan dan gesture tubuh hKendatipun panggilan lantang itu membuat Davian terkejut sampai jantungnya berdegub, hebat, lelaki itu dengan tenang menoleh tanpa mengubah posisi berdiri.Kemudian dia berjalan melanjutkan langkah yang sempat terhenti. Seraya mengayun langkah, dua tangannya secara spontan membenam ke dalam saku celana, di sisi lain angin dan dedaunan beterbangan mengiringi langkahnya."Berisik," jawabnya ketus, tak lupa lirikan matanya yang tajam dan tegas.Demikianpun dengan Vemilla dan Johan, dua insan itu mendengar sebuah nama tak asing melantang, mereka menoleh ke depan dan menyaksikan Davian yang berjalan ke arahnyaVemilla agak mematung di posisinya. Seraya meremas buket bunga pemberian papanya, gadis itu diam-diam membaca ekspresi wajah yang ditunjukkan Davian.Kak Davian, kenapa? Kayaknya lagi kesel, mukanya kayak mau nerkam orang. Batin gadis itu mengurai pendapatnya.Johan memutar tubuh dan menghadap pada Davian. "Kamu dari mana? Kamu
"Keras kepala yang selalu menuntut ini dan itu, tanpa aku sadari, jika aku disetir dan aku membiarkan itu, karena aku hanya membutuhkan seseorang di sampingku, tanpa paham apakah hubungan itu cinta atau sekedar hubungan tanpa rasa," urai Davian lumayan panjang.Suaranya melirih, tergulung angin yang berhembus di sekitar sana, debur angin semakin membuncah saat Davian tiba di sudut salah satu dinding gedung megah kompetisi.Taman hijau dengan pohon-pohon hias tampak rapi berjajar di beberapa spot, menampilkan sosok gadis cantik berbalut gaun indah, namun tipis berwarna merah menyala."Devianza?" kata Davian bersuara pelan.Cara dia menatap mantan kekasihnya itu masih terbilang biasa saja, hatinya pun tak begitu bereaksi, responnya normal dan cenderung malas.Hanya saja ada rasa kesal karena Devianza pergi dari hidupnya karena sebuah perselingkuhan, dengan alasan jika Davian tidak begitu berguna bagi topmodel itu."Pah! Kenapa Papa
Melodi penyambutan bergema, alunannya mendayu dengan merdu dan lembut, setiap petikan musik menjadi irama yang mengiringi langkah Davian—turun dari atas secara bertahap.Bersamaan dengan tirai merah di atas panggung terbuka, ia melebar dan menarik seorang gadis cantik tertutup topeng putih, persis topeng ballerina yang Davian temui di Singapura.Debar dalam dada lelaki bertubuh tegap itu membuncah, dia membulat dan terdiam, kaku, di tangga tengah antara dua area deretan kursi penonton. "Mus-tahil," bisik Davian.Tatapannya berdebar. Menggelengkan kepala, mencoba mencerna hal-hal yang terjadi begitu mendadak di depan matanya, perlahan dua alis lelaki itu mengerucut, menciut hingga terasa mengecil."Ba-bagaimana bisa?" katanya bernapas berat sambil tersengal-sengal.Bukan frustasi. Davian membenamkan jari-jemarinya ke pangkal kepala karena dia sungguh tak dapat memercayai hal ini, Ballerina cantik yang dia perhatian di Singapura, ternyata istrinya sendiri."What?" seru pelan Davian, "Re
Vemilla memang tidak begitu mengetahui tentang masa lalu sang mama, dia hanya mendengar dan menyimpukannya tanpa kejelasan visualisasi atau bukti nyata tentang hal-hal yang dikatakan Sabrina padanya.Gadis berpakaian ballerina berwarna putih dengan perpaduan warna merah muda itu mulai beranjak dari posisinya. "Ini ..., tentang keluarga Mama?" tanya Vemilla melanjutkan kepenasarannya yang telah lebih dulu terlontar."Iya, keluarga Mama kamu lagi pembagian warisan, dan orangtuanya memberikan tantangan," jawab Johan dari sana."Tantangan semacam apa, Pah?" Kerut di dahi menandakan jika gadis ini benar-benar penasaran."Siapapun anaknya yang bisa membangun bisnis di tanah itu, maka dia yang berhak mendapatkan warisan atas tanah tersebut," terang Johan tidak ada yang dia tutupi dari gadis kecilnya.Degh!Tantangan mengerikan. Ini seperti perebutan tanah kekuasaan yang sering dilakukan oleh penguasa kerajaan di tanah-tanah sengketa, da
Tyana menyadari jika suaminya tengah gelisah, mencari sesuatu yang tidak diketahui apa itu, netra wanita itu mendikte apa yang dilakukan oleh Josef.Josef menoleh ke kiri dan Tyana bergerak ke arah berlawanan, dia mencari seseorang yang seharusnya ada. "Mereka gak mungkin gak datang, 'kan, Mah?" kata Josef."Siapa?" Tyana balik bertanya."Johan dan Sabrina."Entahlah. Di mana pasangan yang mengaku sebagai orangtua kandung Vemilla ini, keberadaannya seolah tertelan bumi oasca putri mereka dinikahi oleh Davian.Seakan-akan mereka melepaskan kehidupan Vemilla sepenuhnya pada Davian, mereka kembali ke Bali dan tidak pernah diketahui, apakah mereka pernah kembali atau tidak.Di balik tirai panggung besar itu, para ballerina dengan orang-orang kepercayaan mereka terduduk di kursi tunggu yang tersedia, Vemilla dan Ghania duduk di salah satu kursi itu."Apakah mereka akan datang kali ini?" tanya Ghania bernada iba, juga menyayangkan jika sikap Johan dan Sabrina masih sama seperti dahulu.Yang
Lima tahun?Waktu yang panjang dan cukup memiliki toleransi yang kuat untuk memberikan ballerina cantik itu untuk berkarir dan mengembangkan karirnya. Hanya saja mereka nampak masih ragu bahwa lelaki ini bisa tahan selama itu.Mereka tidak tahu, jika pernikahan ini atas dasar keterpaksaan takdir yang mengharuskan mereka untuk tinggal di atap yang sama tanpa menimbulkan kecurigaan dan kegaduhan sosial."Baik, Pak Davian, kami akan tetap suportif dan tidak akan ingkar dari tugas, apalagi menyetujui permainan gelap dari lawan yang ...," urai salah satu juri yang ada di depan Davian.Netranya terang-terangan mengerling ke Mahesa yang terdiam, kikuk, duduk di kursi, meremas angin dan menggeram dalam bisu. Dia marah juga kesal, tetapi di depan Davian nyalinya seakan musnah.Davian menyadari pertukaran ekspresi mata yang diberikan juri di depan, secara spontan lelaki itu menjeling ke samping. "Dia ..., Mahesa, pimpinan perusahaan fashion yang berkembang di Singapura, ayah kandung Devianza M