Share

Bab 8

Author: Bella Grace
Setelah kembali ke kamarnya, Candice berbaring di atas ranjang sambil menatap langit-langit. Air matanya tiba-tiba mengalir deras dari matanya.

Lima tahun berlalu, dia tidak pernah membayangkan suatu hari akan berpisah dengan Terry, apalagi menikah dengan pria lain. Dalam hitungan hari, semuanya berubah drastis.

Ponselnya yang ada di samping berbunyi beberapa kali. Dia mengambilnya dan menerima beberapa pesan.

[ Candice, tebak aku di mana? ]

Pesan itu dari Vivian, disertai dengan beberapa foto.

Itu adalah rumahnya dan Terry! Ada juga foto Vivian dan Terry yang sedang bermesraan di atas ranjang, tepat di ranjang pernikahan mereka.

[ Setelah kamu pergi, Terry langsung membawaku masuk ke rumah kalian dengan penuh semangat dan memerintahkan semua pelayan untuk jangan kasih tahu kamu! ]

[ Ranjang pernikahan kalian benar-benar nyaman. Aku dengar sprei dan selimut ini kamu yang pilih sendiri, ya? Motif burung pasangannya benar-benar mirip seperti aku dan Terry!]

Kata-kata provokatif dan foto-foto dari Vivian tidak lagi membuat Candice tersulut emosi. Dia hanya melihatnya dengan tenang, lalu mematikan ponselnya.

Tidak apa-apa. Bagaimanapun, dia tidak akan pernah kembali ke sana lagi. Beberapa hari berikutnya, orang tuanya sibuk mengatur persiapan pernikahan untuknya. Candice juga sangat sibuk. Dia diajak ke sana kemari untuk mencoba gaun setiap hari dan membeli berbagai barang.

Semua hal tentang Terry hampir selalu dia dengar dari Vivian. Vivian terus mengirimkan foto dan pesan, melaporkan semua yang terjadi antara dia dan Terry.

Candice hanya menganggapnya sebagai bahan hiburan, lalu menyimpan foto-foto itu satu per satu dan mengambil tangkapan layar dari setiap pesan.

Sementara itu, Terry juga terus berusaha menghubunginya. Dia sering meneleponnya, tetapi Candice tidak pernah menjawab.

Terry juga mengirimkan banyak hadiah lewat jasa pengiriman. Namun, Candice bahkan tidak melihatnya dan langsung membuang semuanya.

Akhirnya, menjelang hari pernikahan, Terry mulai merasa ada yang aneh. Di pesta malam bujangnya, dia mengeluh kepada teman-temannya.

"Belakangan ini Candice nggak mau menghiraukanku dan nggak jawab teleponku. Jangan-jangan dia tahu sesuatu?"

"Mana mungkin? Kami menyembunyikan semuanya dengan sangat baik. Dia nggak mungkin tahu. Tenang saja, besok menikahlah sama Vivian."

"Iya, temani Vivian baik-baik. Lagi pula, waktunya dia tinggal sudah nggak lama, 'kan? Setelah satu bulan ini terlewati, Candice pasti akan kembali padamu dengan patuh."

Terry masih merasa sedikit khawatir, tetapi hari pernikahannya dengan Vivian sudah tiba, dan dia tidak bisa memikirkan hal lain.

Pagi berikutnya, Candice duduk di depan cermin di kamarnya, sementara ibunya menyisir rambutnya dengan mata sembap.

"Anakku, hari ini kamu akan menikah."

"Bu, menikah itu hal yang baik, kenapa harus menangis?"

"Bagaimana ibu nggak menangis? Ibu nggak rela melepaskanmu."

Sambil terisak, ibunya berkata, "Tapi untungnya, Keluarga Jaufar adalah keluarga yang kita kenal baik. Gian itu anak baik. Ibu sudah beberapa kali ketemu sama dia."

"Dia baru saja kembali dari ibu kota. Kabarnya, dia adalah seorang perwira militer, tampan pula, dan latar belakangnya nggak kalah dari Terry."

Sambil berbicara, ibunya bersiap mengambil ponsel untuk menunjukkan foto Gian. Namun, Candice menghentikannya. "Sudahlah, Bu. Sebentar lagi aku juga akan bertemu orangnya langsung, kenapa harus lihat fotonya?"

Candice melirik jam di dinding. Pukul tujuh pagi. Sudah waktunya dia berangkat ke hotel. Terry seharusnya juga sudah dalam perjalanan sekarang.

Saat itu pula, Candice merasa inilah waktu yang tepat untuk memberi tahu semua orang bahwa dia akan menikah. Dia mengambil ponselnya dan memposting di media sosial.

[ Hari ini aku menikah, doakan aku ya. ]

Tak butuh waktu lama, komentar mulai berdatangan.

[ Selamat selamat! Akhirnya cinta lima tahun kalian berbuah manis. ]

[ Akhirnya menikah sama Terry, aku iri banget sama kalian! ]

[ Semoga bahagia selalu sama Terry ya, selamanya! ]

Candice membaca komentar-komentar itu dengan senyum getir di bibirnya.

Lihatlah, semua orang mengira dia akan menikah dengan Terry, padahal Terry akan menikahi kekasih lamanya, Vivian. Sementara itu, dia sendiri akan menikah dengan pria yang hampir tidak dia kenal.

Di sisi lain, sejak pagi, Terry merasa gelisah tanpa alasan yang jelas. Seperti ada firasat buruk yang mengganggunya. Teman-temannya mencoba menenangkannya, mengatakan semuanya baik-baik saja dan Terry hanya terlalu banyak berpikir.

Akhirnya, Terry melanjutkan perjalanan dengan mobil pengantin untuk menjemput Vivian dan menuju hotel yang semula dipesan untuk pernikahan dengan Candice.

Begitu tiba di hotel, beberapa teman lama yang sudah lama tidak dia temui menghampirinya sambil tertawa.

"Selamat, selamat, Terry. Akhirnya menikah juga!"

"Iya, mana Candice? Kok belum kelihatan?"

"Candice?" Terry dengan canggung menjawab, "Hari ini, yang aku nikahi bukan dia."

"Ah, jangan bercanda!" Teman itu tampak bingung.

"Nggak mungkin. Tadi pagi, Candice memposting di media sosial kalau dia akan menikah hari ini. Kalau bukan sama kamu, lalu sama siapa?"

Teman lain menimpali, "Nggak masuk akal. Bukankah tanggal hotel ini sesuai sama tanggal pernikahanmu? Jadi, bagaimana bisa dia menikah sama orang lain?"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjaga Jodoh Orang   Bab 27

    Setelah Candice pergi, pria itu perlahan-lahan keluar dari balik tiang. Hati Terry terasa hancur saat melihatnya pergi.Dia benar-benar mencintainya, benar-benar tidak bisa melupakan Candice. Namun, sekarang Candice membencinya dan tidak ingin bertemu dengannya lagi.Terry tidak ingin menyerah dan memutuskan untuk menunggunya kembali. Selama lebih dari sebulan ini, Terry banyak berubah.Pada akhirnya, Candice pulang. Terry segera pergi ke bandara, tetapi tidak menemukan dirinya. Sudah lebih dari sebulan mereka tidak bertemu, dia sangat merindukan Candice.Hal pertama yang dilakukan Candice setelah turun dari pesawat adalah pergi ke rumah sakit. Terry mendapat kabar dan langsung mengemudi ke rumah sakit. Ketika dia sampai, dia melihat Candice dan Gian baru saja keluar dari ruang dokter.Gian menggandeng tangan Candice dengan penuh kasih sayang. Kemudian, dia mengingatkan, "Dokter bilang kamu jangan makan es krim terlalu banyak lagi. Dengar, 'kan?""Sudah tahu! Cuma makan sedikit lebih b

  • Menjaga Jodoh Orang   Bab 26

    "Aku mau dia keluar dan ketemu aku! Aku mau dia pulang bersamaku!""Nggak mungkin." Gian mengeluarkan ponselnya. "Kalau kamu nggak pergi, aku lapor polisi.""Lapor saja! Lapor! Candice nggak akan biarkan aku masuk kantor polisi! Dia nggak akan tega!""Ya sudah, kita lihat saja."Gian langsung menelepon. Polisi pun menyeret Terry pergi. Terry masih berteriak memanggil nama Candice.Namun, Candice sama sekali tidak mendengarnya. Dia duduk di sofa bersama ibu Gian, menonton televisi. Mereka sedang asyik membahas drama cinta yang penuh konflik.Tiba-tiba, ponselnya berbunyi. Itu panggilan dari kantor polisi. "Bu Candice, apa kamu mengenal Tuan Terry? Dia sedang mabuk dan terus membuat keributan, tolong datang ke sini."Candice menatap Gian. Dia tahu Gian yang menelepon polisi. "Maaf, Pak, aku nggak kenal dia." Dengan ekspresi datar, dia menutup telepon dan melanjutkan obrolannya dengan ibu Gian.Di kantor polisi, Terry tidak percaya Candice bisa mengabaikannya. "Nggak mungkin, dia nggak mu

  • Menjaga Jodoh Orang   Bab 25

    Namun, Gian menahan dirinya dan berkemudi ke depan apotek. Tidak lama kemudian, dia keluar dari apotek dan kembali ke mobil. Setelah itu, dia melepaskan kaus kaki Candice.Candice menatapnya bingung. "Kamu ngapain?""Aku mau periksa kakimu. Kamu keseleo, 'kan? Kalau sampai bengkak, bisa jadi masalah.""Terima kasih."Melihat sikap lembut Gian, Candice merasa tersentuh. Tanpa pikir panjang, dia menunduk untuk mencium pipi Gian.Ciuman ringan seperti itu membuat wajah dan telinga Gian sontak merah. Dia selalu menggoda Candice, tetapi ketika dia yang dicium, dia malah merasa panik dan bingung.Melihatnya yang lucu seperti itu, Candice tertawa pelan. "Ternyata kamu bisa malu juga?""Siapa yang malu?" Gian mengurut pergelangan kaki Candice.Seketika, Candice merintih pelan. "Ah!"Gian langsung melepaskan tangannya dengan cepat. "Sakit?""Nggak."Candice menggeleng. Tiba-tiba, bayangan Terry muncul di benaknya. Dulu saat dia keseleo, Terry juga akan membeli minyak untuknya dan memijatnya.Sa

  • Menjaga Jodoh Orang   Bab 24

    Melihat pemandangan ini, Terry hampir meledak karena amarahnya. "Gian, lepaskan dia! Aku nggak akan izinin kamu menyentuhnya!"Terry menyerbu ke depan, berusaha memisahkan keduanya. Gian hanya menghindar sedikit. Terry kehilangan keseimbangan dan langsung terjatuh ke tanah. Dia berguling-guling sebelum akhirnya berhenti, penampilannya sangat memalukan.Orang-orang di sekitar menonton dan menghujat Terry."Mampus, dia sendiri yang melakukan kesalahan. Sekarang menyesal, tapi sudah terlambat.""Cinta yang datang terlambat itu nggak ada artinya! Waktu nggak bisa diputar kembali!"Gian menatapnya sambil tersenyum dingin. "Terry, aku peringatkan sekali lagi, jangan ganggu kami. Sekarang Candice istriku dan akan selalu menjadi istriku! Kamu nggak bisa merebutnya!"Terry berdiri dari tanah dengan susah payah. "Orang yang sudah nikah masih bisa cerai! Gian, jangan puas terlalu cepat! Candice mencintaiku!""Kamu nggak tahu, pernikahan militer itu dilindungi oleh hukum?" Gian berpikir sejenak. "

  • Menjaga Jodoh Orang   Bab 23

    Udara di arena pacuan kuda sangat segar, pemandangannya indah. Suasana hati Candice menjadi lebih baik."Kemari." Pria di kejauhan melambaikan tangan kepadanya, Candice merasa agak bingung. Setiap gerak-gerik pria tampan itu tampak sangat elegan.Gian mengenakan pakaian berkuda, menarik seekor kuda kecil. Senyuman di bibir membuat para gadis di sekitarnya tergila-gila. Mereka mengeluarkan ponsel dan mulai memotret Gian tanpa henti. Bahkan, ada yang mendekat untuk meminta nomor telepon.Candice mengernyit, ekspresinya langsung berubah menjadi kesal. Dia bergegas menghampiri, lalu mengambil ponsel orang itu dan memasukkan serangkaian angka."Nomornya.""Terima kasih!"Gadis itu senang sekali, seperti mendapat harta karun. Kemudian, dia pergi.Gian bertanya dengan penasaran, "Kamu benaran kasih dia?""Ya, aku kasih nomorku." Candice mengangkat alis. "Kenapa? Kamu mau kasih nomormu?""Hehe, kamu cemburu ya?"Gian tampak puas dengan reaksi Candice. Dia tersenyum penuh kasih sayang padanya,

  • Menjaga Jodoh Orang   Bab 22

    Saat terbangun, Vivian sudah dibawa ke bangsal biasa. Perutnya terasa kosong, anaknya sudah meninggalkannya. Terry mengutus seseorang untuk memberinya sebuah kartu bank."Di dalam kartu ini ada 10 miliar, Pak Terry yang meminta kami memberikannya kepadamu." Saat melihat kartu itu, hati Vivian terasa sangat dingin.Sepuluh miliar? Sebelumnya hanya 2 miliar. Setelah menggugurkan anak, nilai dirinya langsung melonjak."Pak Terry juga membelikan tiket pesawat, pesawatnya siang ini.""Siang ini?"Vivian tersenyum dingin, tidak menyangka Terry akan begitu membencinya. Dia baru selesai menjalani operasi, sementara Terry sudah ingin dia benar-benar menghilang dari hidupnya."Aku ingin bertemu dengannya.""Maaf, Pak Terry bilang nggak ingin bertemu denganmu." Usai berbicara, pria itu mengunci pintu bangsal. "Kami akan mengantarmu ke bandara nanti."Vivian hanya bisa memegang kartu itu, lalu tiba-tiba tergelak. Pada saat yang sama, air mata juga berlinang di wajahnya. "Aku nggak seharusnya kemba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status