Share

Bab 3

last update Last Updated: 2022-12-16 11:58:51

"Maafkan Mas, Sinta," ucapku lirih dengan harapan dia mau memaafkan aku. Kini aku yang tidak berani menatap matanya yang sendu.

"Kenapa minta maaf, Mas?" tanyanya dengan suara yang terdengar tegar. Seperti sudah mengikhlaskan semuanya.

"Maaf untuk segalanya," ucapku lagi dengan menaikan kepala, ikut menatap langit yang biru. Tadinya aku berfikir sinar matahari akan mengenai mata jika menatap langit. Ternyata tidak. Ada bayangan pohon yang menutupi sinarnya. Sehingga dari bangku taman ini kita bisa menatap langit yang biru tanpa mata yang terkena sinar matahari.

"Bukankah aku sudah melarang Mas untuk tidak menerima perjodohan itu. Tapi Mas tetap saja melakukannya," ucapnya santai tapi terasa berat. Terdengar ia menghela nafas panjang.

"Mas tidak punya pilihan," jawabku apa adanya.

Karena jujur saja, aku juga menginginkan seorang anak. Setiap pasangan yang menikah pasti mengharapkan keturunan. Begitupun aku dan juga keluargaku.

"Jika aku meminta Mas untuk menceraikan Janah, apa Mas akan menuruti permintaanku?" tanyanya yang sontak membuatku dan Janah membulatkan mata.

"Itu tidak mungkin, Mba. Aku juga istrinya Mas Fahmi. Aku juga punya hak disini Mbak," ucap Janah emosi yang tiba-tiba nimbrung diantara obrolan kami.

Tanpa menjawab Sinta kembali menengadahkan kepalanya keatas dan matanya kembali memperlihatkan tatapan yang kosong.

"Tahan emosimu Janah. Walau bagaimanapun Sinta adalah Kakak madumu," ucapku selembut mungkin agar dia menyakiti perasaannya.

"Tapi Mas, pertanyaan Mba Sinta sudah keterlaluan," protes Janah.

"Cukup. Biarkan aku sendiri disini," desis Sinta yang sepertinya merasa terganggu.

"Mas mohon Janah, tinggalkan kami. Ada yang ingin Mas bicarakan dengan kakak madumu,” pintaku pada Janah.

Mendengar permintaanku, bibir Janah maju tiga senti. Aku juga kaget, karena Janah yang lemah lembut menjadi seperti ini.

Berbeda sekali dengan Sinta. Dia tidak pernah bersikap seperti ini padaku.

Dengan berat hati, Janah berjalan menjauh dari kami.

”Tanyakan apa yang ingin kamu tanyakan, selagi hanya ada kita berdua," ucapku mengawali pembicaraan, memecah kesunyian diantara kita.

"Tidak ada yang ingin aku tanyakan," ucapnya tanpa melihatku lagi.

"Tatap mata Mas, jika kamu memang merasa tidak ada masalah!" perintahku padanya dan membalikan puncaknya agar menghadap ke arahku.

Tubuhnya menghadapku, tetapi matanya tetap menatap kesamping. Seolah tidak ingin menatapku.

”Tolong kamu jangan seperti ini, Sinta. Hormati Mas, suamimu," ucapku sedikit emosi.

Bagaimana tidak, semenjak aku melakukan ijab qobul keduaku, Sinta tidak pernah menatapku. Jika matanya mengarah padaku, tapi tatapannya kosong. Seperti sedang memikirkan hal lain.

”Hormat sama Mas?” tanyanya dengan tatapan kosong seperti biasa.

"Apa aku harus menghormati suami yang tidak bisa menghormati istrinya?" lirihnya pelan, tapi telingaku mendengar dengan sangat jelas.

Ada rasa ngilu dalam hati ketika mendengarnya, tapi apa dayaku. Hatiku menginginkan yang lain.

"Mas mohon, dengarkan Mas. Tatap mata Mas," pintaku lagi dengan memohon, berharap dia mau melakukannya.

"Apa aku harus mendengarkan seorang suami yang tidak mau mendengar perkataan istrinya?" bantahnya lagi sambil menggertakan giginya.

"Mas adalah suami kamu, Sinta. Kepala keluarga yang harus kamu hormati sebagai seorang istri," jawabku jengkel.

”Aku tahu Mas. Justru karena suami adalah imam dan seorang istri adalah makmum, aku hanya mengikuti apa yang suamiku ajarkan dan contohkan padaku," lirihnya lagi. Pelan tapi tegar.

Aku terdiam mendengar perkataannya. Apa maksudnya dia tidak akan patuh karena aku juga tidak mendengarkan penjelasannya ketika akan menikahi Janah?

"Tapi bukankah poligami dalam Islam diperbolehkan?"

"Memang betul. Tapi Mas, ada syarat-syarat tertentu. Pertama mampu berlaku adil, kedua maksimal empat orang, ketiga mampu memberi nafkah lahir dan batin, keempat niatkan semata untuk beribadah kepada Allah, kelima dilarang menikahi dua wanita yang bersaudara, keenam mampu menjaga kehormatan para istri. Sementara Mas belum apa-apa sudah memihak Janah," jelasnya yang sudah mulai tenang.

Memang benar, harusnya seorang lelaki berpoligami dengan perempuan yang Sinta sebutkan.

Astagfirullah, apa yang telah aku lakukan. Tapi Janah juga sudah menjadi istriku. Sepertinya sekarang aku hanya bisa bersikap adil untuk keduanya.

"Maafkan Mas. Sekarang mari ikut Mas keruangan Abah. Kita ikut mengobrol dengan para kerabat," tawarku dan mengulurkan tangan agar aku bisa menggenggam tangannya.

"Baiklah."

Dia setuju dengan tawaranku tapi tidak menerima uluran tanganku. Dia berjalan cepat di depanku, tanpa menghiraukan aku yang berkali-kali memanggilnya. Mungkin para santri yang melihat kami akan menertawakan ku.

***

Sesampainya diruangan Abah, ternyata Sinta sudah dikelilingi oleh keluarga Janah. Terutama uminya, yang sekarang menjadi umi mertuaku, Umi Sofi.

"Umi akui, kamu adalah perempuan yang hebat Sinta," ucap umi Sofi takjub.

"Kalau Sinta hebat, bukankah berhak bersanding dengan perempuan yang hebat juga umi?" tanya Sinta yang kini sudah mulai tersenyum.

"Tentu. Fahmi juga lelaki yang hebat," puji Umi padaku.

"Bagi Sinta, lelaki yang hebat itu bisa menjaga hati dan perasaan istrinya walau bagaimanapun keadaannya," ucap Sinta dengan senyuman yang penuh teka-teki.

Aku termenung mendengar ucapannya. Maksudnya menjaga hari, apakah aku tidak bisa menjaga hati?

Pikiranku mulai menerka-nerka dan berpikir negatif.

"Fahmi itu lebih hebat dari lelaki yang kamu idamkan. Buktinya dia bisa menikah lagi dengan wanita yang cantik dari keluarga yang sama dengan kita," sahut bibi Ratih dengan tatapan sinisnya.

Hatiku membenarkan ucapan bibi Ratih, tapi apa sebenarnya maksud dari perkataan Sinta?

"Lelaki yang menikah lebih dari satu kali bukanlah hebat, tandanya dia tidak bisa mempertahankan rumah tangganya. Kecuali lelaki tersebut menikah lagi atas izin atau restu istri pertamanya dan bersikap adil diantara keduanya. Itu baru lelaki sejati," ucapnya lagi, lalu pergi entah kemana meninggalkan aku lagi.

Ada rasa takut dia akan meninggalkanku, tapi perasaanku yang lain mengatakan dia tidak akan pernah meninggalkanku. Karena, hanya aku yang bisa menerima Sinta apa adanya.

"Silahkan kalian menikmati masa-masa pengantin baru," seru umi dan ustad Hanafi.

Wajah Janah bersemu merah mendengar perkataan kedua orangtuanya itu, tapi tidak denganku. Sepertinya untuk hal ini, aku harus meminta izin kepada Sinta.

"Mas, aku ingin membicarakan sesuatu, mari ikut denganku," ucap Janah.

"Baik."

Ternyata Janah membawaku menuju kamar yang telah disiapkan untuk kami. Tempat tidur yang penuh bunga dan meja yang penuh dengan kado.

"Apa yang ingin kami bicarakan, Mas akan mencari Sinta setelah percakapan kita,”

"Untuk apa Mas mencarinya? Bukankah dia hanya wanita mandul?" ucap Janah dengan sedikit kecewa.

”Jangan berkata seperti itu. Kalian sama-sama istri Mas. Tolong jangan membuat Mas merasa berdosa."

”Menurut Mas, apakah kak Sinta setia?"

"Tentu," jawabku mantap.

"Lihatlah, istri yang menurut Mas setia," ucapnya lagi sambil menunjuk kearah pintu keluar.

Kulihat Sinta mengobrol begitu akrab dengan salah satu ustadz yang mengajar di pondok ini. Tatapan kosong yang dia berikan padaku, tapi tersenyum dengan lelaki lain. Ada amarah yang membuncah ketika melihatnya.

”Apa Mas yakin akan mempertahankan wanita seperti itu?" tanyanya lagi yang membuat pertahananku seketika runtuh.

Apa aku harus menceraikan Sinta?

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Chantiqa Chiqa
bagi saya meskipun Sinta istri dah, kalau mau di duakan tetap saja wanita sampah gak berguna
goodnovel comment avatar
for you
gelar e kiyai tapi kok pada gila otaknya ga ada adab ... pantes sih dapat penganti menantu sampah
goodnovel comment avatar
Mia Harjoni
agak aneh, di awal bilangnya nikah ama Jannah krn pengen anak, tp di bab kedua cerita bhw Jannah cinta pertamanya, dan nikah ama Shinta krn paksaan. Jadi benernya nikah ama Jannah itu krn cinta yg blm kelar kan. Tp knp di POV Fahmi seolah2 anak yg jd masalah utamanya. Jadi bingung.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menyesal Usai Talak   Bab 74 Ending

    "Siapa orang jahat yang punya kemungkinan untuk melakukan rencananya?" Pak Adam tiba-tiba mendekat ke arah sang menantu yang serang stress karena menunggu proses istrinya yang tengah melahirkan."Loh, katanya Papa gak bisa dateng?" Sultan malah balik bertanya."Tidak mungkin Papa tak datang di saat Papa tahu kamu akan sibuk ke siapa setelah anakmu lagi." Pak Adam berdecak kesal."Tentu saja aku akan sibuk mengurus Sinta. Perihal anak, bisa punya lagi nanti. Kalau istri, tidak akan ada," jawabnya asal tetapi hal itu memang sudah diperkirakan oleh Pak Adam dan istrinya."Baiklah, sekarang jawab pertanyaanku yang tadi. Siapa orang yang punya kesempatan untuk melancarkan aksinya.""Renata," jawab Sultan cepat. "Aku mendapatkan laporan bahwa dia bertukar peran dengan kembaran yang sudah lama tidak diketahui identitasnya. Akan tetapi, orang itu bersedia untuk bekerja sama denganku. Jadi Papa tidak perlu khawatir.""Tetap saja kita harus waspada, karena boleh jadi dokter yang ada di dalam j

  • Menyesal Usai Talak   Bab 74

    "Benarkah hari ini dia melahirkan?" Renata yang sudah terlepas dari orang-orang yang mengurungnya di sebuah rumah tua mulai siap dengan rencana-rencana jahatnya.Bahkan, dia sudah mengganti dirinya dengan saudara kembar yang bahkan tidak tahu apa pun. Saudara yang menyayanginya dengan tulus, dia manfaatkan begitu saja.Setelah mendengar kenyataan bahwa ternyata dirinya bukan berasal dari keluarga kaya yang terhormat, dia langsung kecewa dan marah besar. Rupanya dia hanya anak angkat keluarga konglomerat, itu pun secara tak sengaja.Hal itu membuat dendam Renata semakin menjadi, tidak hanya kepada Sinta, namun juga Sultan. Kali ini dia berniat untuk membuat semua orang yang sudah membuatnya kecewa untuk membayar perbuatannya."Wah, betapa bahagianya aku karena pasangan yang aku anggap musuh akan segera mendapatkan rezeki nomplok. Enaknya aku melakukan apa, ya? Setidaknya sampai kedua orang itu tahu bahwa aku masih hidup," ucapnya girang.Saat ini, dia tengah berbicara di telepon denga

  • Menyesal Usai Talak   Bab 73

    Setelah beberapa hari dari pernikahan pasangan ’double S', hati Fahmi merasa tidak tenang. Dia merasa tidak enak kepada Habibah, adiknya ustadz Rahman sekaligus teman bermainnya sejak kecil.Tapi secara tiba-tiba, ustadz Rahman mengabarkan kalau Habibah sudah meninggal. Mereka semua terdiam dalam jangka waktu yang lama. Antara percaya dan tidak percaya.Alasan dibalik orangtunya dulu menjodohkan dengan Janah, tapi malah menikahkan Fahmi dengan Sinta karena Fahmi masih belum bisa mengambil keputusan.”Jadi bagaimana?" tanya Abah pada Fahmi yang masih saja diam menunduk. Semua keluarganya masih tidak ada yang berani bicara, sebelum Fahmi mengambil keputusan."Apa aku pantas?" Akhirnya dia bicara."Tentu saja. Jodoh adalah cerminan diri. Kau sudah berubah, berarti kau pantas bersanding dengan adikku,” jelas ustadz Rahman."Dulu, kau pernah bekerja sama dengan Renata, tapi sekarang dia dan keluarganya sudah pergi menjauh dari kehidupan kita. Bahkan keluarga Janah sudah mendekam di penjara

  • Menyesal Usai Talak   Bab 72

    Setelah membuat rusuh diwaktu lamaran mantan istriku, Sinta dan Sultan. Aku dibawa secara paksa menuju pondok khusus atas perintah Sultan. Siapa yang tidak tahu pondok khusus ini, aku pun sudah lama tahu.Bahkan selama ini aku selalu mencari-cari orang yang telah mendirikannya dan mengembangkan selama ini.Tapi hal yang membuatku sangat terkejut adalah orang yang kucari selama ini berada dekat denganku. Sungguh malu campur sesal kalau beberapa waktu ini aku sering bertengkar dengannya.Dan sangat membencinya.Tapi aku juga tidak bisa melepaskan rasa tidak sukaku meskipun dia adalah orang yang kucari. Di satu sisi aku bahagia dan bangga, tapi di sisi lain aku kecewa kalau ternyata dialah yang mengambil wanita yang yang dia sendiri tahu jelas kalau aku sangat mencintainya."Apa yang akan terjadi jima rasa bahagia dan kecewa muncul bersamaan?" tanya seorang laki-laki dari arah belakang.Aku sudah tahu siapa orang tersebut meskipun hanya mendengar suaranya."Rasa kecewaku lebih kuat darip

  • Menyesal Usai Talak   Bab 71

    Setelah melangsungkan acara pernikahan, kehidupan Sultan dan Sinta berubah dengan drastis. Awalnya Sinta mengira kalau suaminya itu mungkin mempunyai sifat dingin seperti kulkas bernyawa. Ternyata tidak.Semuanya berada diluar pemikiran Sinta. Ternyata lelaki yang dinikahinya hanya akan dingin pada wanita lain. Jika dihadapkan dengannya, dia akan langsung bersikap seperti anak kecil."Aku tidak menyangka, dua minggu telah kita lewati sebagai pasangan halal," ucap Sultan sambil menatap lekat istrinya. Sementara yang ditatap hanya tersenyum malu.Entah mengapa, wajah Sinta selalu merah jika mendapati Sultan tengah menatapnya. Apalagi posisi kali ini saling berhadap-hadapan. Sangat membuatnya malu dan selalu ingin menghilang saat itu juga.”Kok kamu diam saja?" Sultan merasa heran. Tangan kirinya dia jadikan bantal untuk Sinta dan yang kanan menggenggam kedua tangannya."Aku tidak tahu harus bicara apa," lirih Sinta. Wajahnya terlihat semakin merah."Apa kamu kepanasan? Bukankah AC-nya d

  • Menyesal Usai Talak   Bab 70

    Pak Adam merasa gerah dengan sikap Sultan. Untungnya ia beserta istrinya lekas pulang dan meminta para maid dan bodyguardnya untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya."Siapa namanya?" tanya Bunda Soraya sambil terus menggenggam tangan suaminya, agar bersikap lebih tenang."Sania, Bunda." jawab maid Sandra."Sania?" gumam Pak Adam mengerutkan keningnya. Seperti yang sudah tahu siapa Sania."Ayah tahu?" tanya Bunda Soraya."Sepertinya dia adalah Sania putri Sanjaya yang dia tahun lalu melakukan transaksi dengan keluarga Azki, tapi kedua pihak malah mengalami kegagalan," ucap Pak Adam usai mengingat kejadian dua tahun lalu.Sultan yang sedari tadi sudah berdiri dibelakang sofa tempat duduk kedua calon mertuanya itu akhirnya mengerti alasan Azki berada di rumah ini dan beberapa kali mengelus dadanya."Untung saja," gumamnya lega.Pak ada yang mendengar suara seseorang, langsung menoleh ke arahnya. Matanya menatap tajam Sultan. Sementara orang yang ditatapnya sudah faham maksud dari tatapa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status