Share

Senyum Bahagia

Author: Jannah Zein
last update Last Updated: 2025-01-03 23:52:52

Bab 3

Hari masih sangat gelap. Jalanan masih sepi. Aku melangkah dengan susah payah sembari menahan rasa cemas karena kurasakan darah terus mengucur dari area intimku. Bodohnya aku yang hanya mengenakan pembalut biasa sehingga akhirnya tembus dan cairan merah itu mengotori gamis yang kini kukenakan.

"Bu!" Seorang petugas yang berjaga di gerbang depan menangkap tubuhku, sementaranya satu rekannya yang lain berlari ke dalam.

Sebuah brankar segera datang dan aku langsung dibaringkan, lalu didorong masuk ke bagian IGD rumah sakit ini.

"Maaf, apa ada keluarga ibu yang bisa dihubungi?" tanya seorang perawat perempuan yang barusan membantuku untuk berganti pakaian dengan seragam pasien rumah sakit. Sebelumnya dia juga yang menolong memakaikan popok untukku, supaya pendarahanku tidak mengotori pakaian dan sprei.

Sosok mas Keenan melintas begitu saja di benakku, tapi hanya sekilas. Aku langsung menggeleng.

Tidak mungkin aku menghubungi pria itu walaupun keadaan sedang genting. Dia sudah membuangku. Tidak mungkin aku meminta bantuan kepadanya.

Dia sudah memberi syarat jika ingin kembali ke pelukannya, harus mau mengakui sesuatu yang tidak pernah kulakukan. Bukankah itu artinya dia tidak akan pernah menganggap anak ini sebagai anaknya? Dia akan menganggap bahwa anak ini adalah bukti perselingkuhanku.

"Saya sudah tidak punya keluarga, Mbak."

"Kalau begitu baiklah. Nanti untuk pendaftaran, akan ada petugas yang datang ke ruangan ini untuk membantu," ujarnya.

"Tanpa registrasi dan penanggung jawab, kami tidak bisa memberikan tindakan lebih lanjut," tambahnya.

Wanita muda itu kini sudah selesai memasangkan infus untukku.

"Terima kasih, Mbak.

Wanita muda itu mengangguk dan segera berlalu. Aku menghela nafas, lalu meraba tas kecil yang tergeletak di sisi bantalku dengan satu tangan yang tidak terpasang selang infus.

Sepuluh menit kemudian, petugas yang berasal dari bagian administrasi pun muncul dengan membawa sebuah buku besar dan ponsel.

"Maaf Bu, rumah sakit ini tidak memberikan pelayanan untuk pasien BPJS. Apakah Ibu mau mendaftar sebagai pasien umum saja?" ujarnya sopan. Perempuan itu menatapku dengan sorot mata kasihan. Mungkin iba dengan wajahku yang terlihat kusut dan bingung. Aku urung memberikan kartu BPJS itu kepadanya.

Ya Tuhan!

Aku melupakan fakta jika rumah sakit milik dokter Aariz merupakan rumah sakit yang tidak bekerjasama dengan BPJS, sehingga kartu BPJS tidak akan diterima di sini

Apa yang harus aku lakukan?

Mendaftar sebagai pasien umum tentu biayanya sangat besar. Aku tidak tahu tindakan apa yang akan dijalani untuk menghentikan pendarahan ini. Namun, mengingat kehidupan kecil yang harus aku perjuangkan, tanpa sadar aku pun mengangguk.

Pindah ke rumah sakit milik pemerintah juga tidak mungkin. Urusan administrasi yang ribet dan lambatnya penanganan bagi pasien BPJS membuatku berpikir ulang.

"Iya Mbak, saya akan mendaftar sebagai pasien umum saja."

"Baiklah, Bu." Perempuan itu segera melakukan tugasnya Dia meminta kartu pengenal yang untungnya sudah bisa kuurus kembali atas bantuan dari bidan di puskesmas.

Setelah semuanya selesai, petugas bagian administrasi itu pergi. Di saat yang hampir bersamaan dua orang petugas laki-laki datang dan membawaku keluar menuju ruangan untuk USG.

"Kita periksa dulu ya, Bu." Suara dokter Aariz masih saja tetap lembut dan ramah seperti biasa. Dia menempelkan alat ke perutku dan menatap layar.

"Wah, letak plasentanya udah menutup jalan lahir dengan sempurna, Bu. Pantas saja Ibu mengalami pendarahan."

"Jadi gimana itu solusinya Dok?"

"Tidak apa-apa. Hanya saja ibu tidak bisa melahirkan secara normal. Kami akan melakukan persiapan untuk tindakan operasi....

"Operasi? Harus, Dok?" Duniaku terasa runtuh seketika.

Seandainya mas Keenan masih berada di sisiku, tentu ini bukan masalah. Tapi nyatanya aku hanya sendirian. Rumah sakit ini tidak menerima pasien BPJS. Aku terdaftar sebagai pasien umum yang berarti biaya harus aku tanggung sendirian. Biaya operasi caesar di rumah sakit ini paling sedikit 15 juta, itu pun belum termasuk jika ada tindakan atau obat-obatan tambahan di luar paket.

"Tidak ada jalan lain, Bu. Maaf. Jika kehamilan Ibu terus dibiarkan, maka pendarahan akan semakin sering dan itu akan mengancam nyawa ibu dan bayi. Lagi pula, umur kehamilan Ibu sudah cukup. 36 minggu. jadi lebih baik kita akhiri kehamilan ibu sekarang juga."

"Langsung operasi, Dok?" Aku bertanya seperti orang bodoh saking bingungnya. Otakku masih berpikir bagaimana caranya mendapatkan uang dalam tempo yang cepat. Uang tabunganku jelas tidak cukup untuk membayar biaya persalinan dengan tindakan mahal seperti SC.

"Iya, Bu. Kami akan segera menyiapkannya," ujar asisten pribadi dokter Aariz yang bernama Reva itu.

Akhirnya aku pun pasrah. Aku kembali ke ruangan IGD dan harus puasa.

***

Proses persalinanku berjalan dengan lancar. Mendengar suara tangis bayi membuatku tak kuasa menahan rasa haru. Dua titik bening menetes begitu saja, yang di seka dengan lembut oleh seorang perawat yang bertugas di dekatku.

"Selamat ya, Bu. Anak ibu laki-laki."

Senyum bahagia terus-terusan terkembang di bibirku.

Akhirnya setelah penantian yang panjang, aku berhasil menjadi seorang ibu. Rasanya segala derita yang selama ini kuderita terbayar sudah. Aku sudah membayangkan akan mendekap erat putraku meski dengan kondisi yang seadanya. Aku berjanji akan lebih keras lagi bekerja agar kami berdua bisa hidup dengan layak.

Biarkan saja mas Keenan tidak tahu keberadaan putranya. Bahkan kalau pun ia tahu, belum tentu juga ia mau menerima anak ini.

Bukankah aku dianggapnya sudah selingkuh?

Bukankah ia menganggap tubuh ini sudah hina dan kotor?

Tidak menutup kemungkinan jika ia menganggap anak ini sebagai anak selingkuhanku.

"Kenapa kamu nggak cerita sama Ibu jika kamu sedang hamil?" omel perempuan baik hati itu. Akhirnya ibu Sabrina muncul di ruang perawatanku siang ini.

"Maaf Bu, aku sengaja menyembunyikannya karena aku takut ibu akan memberhentikanku, sementara aku sedang sangat butuh uang. Aku nggak punya siapa-siapa, Bu," ujarku.

"Tapi kenapa kamu nggak membagi bebanmu kepada ibu?"

"Karena aku masih sanggup menanggung semuanya sendiri, Bu. Ibu sudah cukup baik memberiku tumpangan dan pekerjaan. Itu sudah lebih dari cukup. Aku nggak ingin merepotkan Ibu...."

"Tapi bagaimana dengan biayanya?" Perempuan paruh baya itu menatap sekeliling ruangan.

Ini adalah ruangan kelas standar di rumah sakit ini. Tapi meski ini adalah ruangan kelas standar, yang merupakan ruangan paling murah jika dibandingkan dengan ruangan VIP dan VVIP, tetapi fasilitasnya cukup lengkap. Di samping ranjang dan lemari pasien, ada juga sofa dan televisi LCD. Ruangan ini pun ber-ac. Ruangan ini dilengkapi dengan kamar mandi dengan kloset duduk. Tak cuma itu, semua keperluan mandi sudah disediakan. Di atas lemari kecil samping ranjang pasien ada sekeranjang air mineral dan tisu.

Ah, ruangan perawatan ini mirip kamar hotel saja, padahal ini adalah kamar perawatan kelas termurah yang ada di rumah sakit ini.

Tidak salah jika rumah sakit Ibu Dan Anak Hermina milik dokter Aariz ini adalah rumah sakit terbaik di kota ini. Seharusnya memang aku tidak masuk ke rumah sakit ini dan memilih rumah sakit pemerintah saja yang menerima layanan BPJS.

Tapi pikiranku tadi pagi benar-benar kalut.

Aku ingin mendapatkan pelayanan kesehatan secepat mungkin dan hanya rumah sakit ini yang paling dekat dengan toko tempat tinggalku.

Lagi pula, ini adalah naluri seorang ibu yang ingin memberikan yang terbaik untuk buah hatinya. Aku tidak mau kandunganku terlambat ditangani dan akhirnya terjadi apa-apa dengan bayiku.

Keesokan harinya aku sudah diperbolehkan untuk duduk. Setelah selesai sarapan, seorang perawat datang, lalu menyuntikkan obat melalui selang infus.

Kondisiku sudah jauh lebih baik. Rasa nyeri pasca operasi yang kurasakan pun sudah jauh berkurang.

"Maaf Bu, kami harap Ibu bisa ikhlas dan sabar." Wanita bernama Ariana yang merupakan dokter anak di rumah sakit ini memberi isyarat kepada seorang perawat yang tengah menggendong seorang bayi.

"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menanggulangi infeksi yang diderita oleh si Adek, tapi ternyata Allah berkehendak lain. Dengan sangat menyesal, kami tidak bisa menyelamatkannya." Dokter Ariana menangkupkan tangan di dadanya. Ekspresi wajahnya terlihat sangat sedih.

"Apa?!" Aku ingin berteriak tapi tenggorokanku seperti di cekik. Aku menatap nanar pada sesosok bayi yang masih berada di gendongan perawat itu. "Jadi bayi saya....."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 193

    Bab 193"Silahkan duduk, Mas Atta." Perempuan itu melambaikan tangan.Pria itu seperti komando berjalan dengan langkah tegap menghampiri perempuan yang tengah duduk di sofa.Ini seperti bukan ruangan praktek dokter, tidak ada meja kerja formal seperti yang ia bayangkan. Hanya seperangkat sofa dan tempat tidur ukuran queen di salah satu sudut ruangan dan menempel di dinding. Ada lemari berukuran cukup besar juga terpasang jadi satu dengan dinding. Di samping lemari ada rak yang berisi dengan beberapa bingkai foto dan koleksi boneka karakter keroppi berukuran kecil. Ruangan ini pun dicat dengan warna hijau muda, bahkan salah satu dinding dibiarkan untuk ditempeli wallpaper dengan karakter keroppi.Agak lucu juga sih tampaknya selera perempuan ini. Atta bahkan serasa memasuki kamar anak-anak.Sulis mengambil sebuah map dari atas meja, kemudian membukanya. Dia menarik satu lembar kertas yang berisi hasil pemeriksaan sperma pria itu."Mas Atta itu pria yang normal, terbukti dari hasil peme

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 192

    Bab 192"Kenapa Mas? Apakah kandunganku bermasalah?" Alifa bangkit dari ranjang pasien dan menghampiri sang suami yang tengah duduk di depan layar alat USG.Sejak memasuki ruangan ini, raut muram suaminya tidak bisa disembunyikan, meskipun dia tetap ceria seperti biasanya saat berhadapan dengan pasien-pasiennya. Dan Alifa memang pasien suaminya yang terakhir, karena tentu Aariz harus menyelesaikan pekerjaannya dulu sebelum memeriksa kehamilan sang istri. Tentu, supaya mereka bisa berdiskusi sehabis pemeriksaan USG.Pria itu malah menghela nafas berat saat menoleh pada sang istri. "Sayang... kandungan kamu sehat kok. Anak kita baik-baik saja di dalam sana. Jahitan SC sebelumnya pun juga bagus. Nggak ada masalah yang berarti. Semuanya aman kok.""Terus... apa yang Mas pikirkan?" usik Alifa. Pria itu bangkit dari tempat duduknya. Dia merengkuh pinggang istrinya dan membimbingnya berjalan menuju sofa, sofa yang membuat mereka bisa duduk dengan nyaman sembari bersandar."Sayang... Mas mem

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 191

    Bab 191"Cukup, Sheila! Hentikan!"Seorang pria muda bertubuh tegap muncul dari balik pintu, di belakangnya ada wanita paruh baya yang masih tampak cantik di usianya."Kak Bima..." Suara Sheila bergetar. Dia menatap tajam kembarannya yang kini sudah tegak berdiri, berdiri di sisi Bima yang masih saja tak melepaskan tangan dari pinggul perempuan itu."Mau sampai kapan kamu kayak gini, Sel?! Mau sampai kapan, heh? Kakak udah memberi kesempatan yang banyak buat kamu, tapi nyatanya kamu nggak pernah bisa menghargai Shireen!""Karena dari awal dia juga nggak pernah menghargaiku. Seharusnya kami dibesarkan bersama, tapi nyatanya aku malah dibuang!" Matanya mendelik. Kontras dengan wajahnya yang cantik, Sheila terlihat sangat menyeramkan saat marah seperti ini."Nggak ada yang membuang kamu, Sel. Nggak ada yang jahat sama kamu, Sel." Pria itu maju selangkah, berusaha meraih Sheila, tapi tangan perempuan itu mengibaskan dengan kasar."Terserah apapun yang kamu omongkan, tapi yang jelas aku ng

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 190

    Bab 190Atta bisa merasakan Shireen berbeda dengan Sheila, tetapi bagaimanapun mereka adalah saudara kembar. Bukan tidak mungkin mereka memiliki persaingan dan berniat untuk saling menjatuhkan. Dia pun masih tak mengerti kenapa tiba-tiba saja Shireen datang ke ruang pertemuan itu dan dengan penuh percaya diri mengenalkan diri sebagai saudara kembar Sheila.Shireen tahu bahwa Sheila itu bermaksud ingin kembali kepadanya, bahkan ia bersedia membocorkan informasi yang cukup sensitif, bahwa sebenarnya Sheila memiliki seorang kekasih. Informasi yang persis sama dengan yang diberikan oleh Abi, bahwa Sheila tinggal di sebuah apartemen dengan seorang laki-laki dan kemungkinan laki-laki itu adalah pacarnya.Kenapa Shireen malah mengumbar aib saudara kembar sendiri?Poin ini yang membuat Atta merasa tak nyaman dan sedikit curiga.Atau, apakah ini benang merah yang ingin ia temukan?Atta tidak tahu, namun menyelidiki soal Shireen dan Sheila adalah hal yang mutlak. Dia tidak ingin salah melangkah

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 189

    Bab 189"Memangnya kenapa jika Shireen meminta kamu mengosongkan rumah itu? Apakah sekarang Sheila tidak punya tempat tinggal?" cecar Atta."Tidak, dia masih tinggal di apartemen....""Di apartemen?!" Dalam benak Atta seketika membayangkan foto yang pernah ia dapat dari Abi.Namun wanita itu justru menangkapkan tangan di dadanya."Saya benar-benar minta maaf sama kamu, karena saudara kembar saya sudah meninggalkan kamu dengan cara yang seperti yang pernah ia ceritakan....""Memangnya apa yang sudah saya ceritakan sama kamu?" pancing Atta."Dia bercerita jika kamu pria yang payah, dan untuk itulah dia meninggalkan kamu. Saya memang pernah bertanya kenapa Sheila tahu jika kamu pria yang payah, sedangkan kalian kan masih pacaran, belum menikah. Tapi Sheila tidak menceritakan secara detail. Apa mungkin kalian pernah akan melakukan...." Perempuan itu tampak ragu untuk meneruskan ucapannya, karena masalahnya ini perkara sensitif yang menyangkut privasi orang lain."Memang benar apa yang ia

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 188

    Bab 188"Ya udah, sekarang kita pulang ke hotel." Pria itu membungkuk, meraih putrinya, lalu menggendongnya. Sementara Maya mengumpulkan mainan dan memasukkan ke dalam tas besar yang selalu ia bawa saat bepergian dengan anak asuhnya.Maya mengekor langkah lebar Atta meninggalkan ruangan itu. Sebelumnya Atta meminta kepada seorang pelayan untuk membungkus semua makanan yang belum sempat ia makan, karena ia dan Maya akan makan siang di hotel saja. Tidak ada waktu untuk makan siang di sini, karena satu jam lagi dia dan Aruni harus menghadiri rapat dengan para pemegang saham.Kegiatan Atta sebenarnya hari ini cukup padat, hanya saja urusan Sheila mengganggu pikirannya, jadi ia memutuskan untuk meminta bertemu dengan Abi."Maaf Pak, ada kiriman makan siang dari Mbak Sheila," beritahu petugas di bagian resepsionis hotel saat mereka akan melintas dekat meja resepsionis."Oh, ya? Mana?" tanya pria itu dengan nadanya yang datar, meski sebenarnya kembali terkejut. Tumben Sheila perhatian. Dulu

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 187

    Bab 187"Kamu tahu kenapa saya minta kita bertemu di sini?!" Atta mengeluarkan beberapa foto dari dalam tasnya."Tolong kamu jelaskan kenapa bisa jadi informasi dari kamu dan kenyataan yang saya temui berbeda? Saya menemui Sheila langsung di rumahnya, bukan di apartemen seperti yang kamu informasikan, Abi. Juga tidak ada sosok lelaki yang kamu sebutkan di rumah itu. Saya bahkan sampai berpura-pura ke toilet, hanya untuk melihat-lihat keadaan rumah itu, dan saya nggak menemukan jejak seorang lelaki di sana," imbuhnya tegas. Atta bisa mengontrol emosi dengan sangat baik, walaupun rasanya ia ingin memarahi Abi, karena menganggap Abi sudah memberi informasi yang salah kepadanya."Saya nggak bohong, Mas." Pria muda itu menatap Atta sekilas, sebelum akhirnya mencermati foto-foto itu. "Saya bekerja sangat profesional dan semua informasi saya pastikan akurat. Jika Mas Atta menemui kenyataan di lapangan yang berbeda, pasti akan ada benang merahnya," ujar Abi. Nada bicaranya terdengar penuh k

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 186 (Bodohnya Aku)

    Bab 186Pria itu menyeringai. Dugaannya benar. Ternyata ada udang di balik bakwan. Sheila jelas memiliki motivasi tertentu saat ingin mendekatinya. Pertemuan di restoran itu ternyata memang tidak disengaja, bukan settingan. Mereka bertemu tanpa sengaja.Pertemuan yang bagi Atta merupakan kesialan, karena pria itu sudah menghapus perempuan itu dari dalam otaknya.Menurut Abi, Sheila memang tengah butuh uang yang banyak. Sheila tinggal di sebuah apartemen dengan seorang laki-laki. Mereka tidak memiliki kejelasan status dan omongan Sheila yang mengatakan tengah bekerja di sebuah perusahaan itu sama sekali tidak benar. Sheila pengangguran, dan hanya sesekali menerima jasa sebagai LC atau lady escort."Kamu nggak pernah berubah, Sel. Dan ternyata benar, dulu aku memang mencintai wanita yang salah. Bodohnya Aku!" Atta menertawakan dirinya sendiri dan juga kakaknya yang malah jatuh cinta kepada wanita yang salah. Namun untungnya Aariz sudah menikah dengan Alifa dan meninggalkan Winda, semen

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 185

    Bab 185Sebagai orang yang malang melintang di dunia bisnis, tentu Atta tidak bisa dibodohi dengan mudah. Dari gerak-geriknya saja Sheila terlihat begitu mencurigakan. Dia tiba-tiba saja ingin berdekatan dengannya kembali setelah menghilang selama lima tahun. Hal apa yang mendasarinya?Entah kebetulan ataupun memang sengaja dikondisikan pertemuannya di rumah makan itu. Tapi yang jelas, semua harus diselidiki.Namun Atta tidak mau ambil resiko. Meskipun dia sudah hilang uang 20 juta untuk menyogok Sheila agar segera pergi dari ruang kerjanya dan sadar akan posisinya, tapi Atta tentu tidak mau rugi lebih banyak.Pantang baginya untuk kembali kepada orang yang sudah menghinanya habis-habisan.Cinta bagi Atta tidak sebuta itu.Pria itu mendesah. Dia tak habis pikir. Apakah kejadian malam itu adalah cara Tuhan untuk menunjukkan siapa sebenarnya kekasihnya?"Kamu awasi Sheila. Perempuan itu sangat mencurigakan. Nanti saya kirim data-datanya lengkap. Saya ingin tahu apa motivasinya kembali

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status