Home / Rumah Tangga / Menyusui Bayi Dokter Tampan / Kenapa Takdir Begitu Kejam?

Share

Kenapa Takdir Begitu Kejam?

Author: Jannah Zein
last update Last Updated: 2025-01-04 22:01:23

Bab 4

Aku tahu jika bayiku memang harus dirawat di ruang anak karena menderita infeksi. Aku tidak tahu itu penyakit apa, tapi menurut informasi yang kudapat, katanya darah merah dan darah putih di tubuh bayiku tidak stabil. Aku kurang paham juga apa maksudnya, tapi mereka meyakinkan jika bayiku akan baik-baik saja.

Lalu kenapa sekarang bayiku malah berpulang?

Bahkan sebelumnya tidak ada informasi jika bayiku dalam keadaan kritis.

"Anakku...." Aku memeluk putraku dengan perasaan hancur. Matanya sudah terpejam. Tubuh mungilnya begitu dingin. Sebelum ini, aku bahkan belum sempat menatap wajahnya karena bayiku langsung dibawa ke ruangan NICU setelah dikeluarkan dari perutku.

Kenapa takdir begitu kejam?

Aku hanya sempat mendengarkan tangis pertamanya, tapi kenapa keesokan harinya aku hanya bisa memeluk jasadnya saja?

Tuhan, aku sudah nggak peduli jika harus kehilangan suami dan semua kasih sayangnya, tapi aku nggak bisa kehilangan anakku juga. Kenapa tidak sekalian saja Kau ambil nyawaku?!

Aku meraung tanpa henti sembari memeluk erat tubuh mungil yang sudah dingin itu.

"Sudahlah, Bu. Semua sudah takdir," ucap perawat perempuan itu menghiburku.

"Tapi takdir ini begitu kejam. Aku nggak sanggup!"

"Ibu pasti sanggup. Bukannya Ibu sudah mengalami banyak hal selama mengandung dan melahirkan Adek?"

"Aku bisa menerima cobaan apapun, tapi bukan kehilangan anakku!" Bahuku berguncang hebat.

Aku tak sanggup, sungguh aku tak sanggup menghadapi kenyataan ini.

Akan tetapi, bagaimana mungkin aku bisa menolak takdir?

Menangis darah sekalipun takkan bisa menghidupkan bayiku kembali.

Aku pasrah pada nasibku. Pihak rumah sakit menanyakan soal keluargaku, tetapi aku hanya mampu menggeleng, bahkan akhirnya meminta para petugas rumah sakit untuk menyelenggarakan jenazah bayiku.

Mereka yang memandikan dan memakamkan. Aku sendiri tidak bisa mengiringi sampai ke pemakaman, karena aku harus tetap menjalani proses pemulihan di ruangan perawatanku. Pihak rumah sakit tentu tidak mau ambil resiko jika seandainya terjadi apa-apa denganku lantaran terlalu banyak bergerak pasca operasi.

Hanya ibu Sabrina yang mengiring prosesi bayiku sampai pemakaman, mewakili pihak keluarga.

"Malangnya nasibmu, Nak. Apa kamu merasa kehadiranmu tidak akan diakui oleh Papa, sehingga kamu memilih pergi?!" Aku kembali meraung.

Aku baru bisa pergi ke pemakaman bayiku setelah keluar dari rumah sakit keesokan harinya. Beruntung pihak rumah sakit bersedia memberikan keringanan, mungkin lantaran iba dengan nasibku. Aku cukup membayar sebesar 7 juta sesuai uang yang ada padaku saat ini, sementara sisanya boleh dicicil. Aku pun mendapatkan diskon, karena bayiku meninggal saat berada di rumah sakit.

Di balik segala kesulitan pasti ada kemudahan. Namun itu takkan mampu mengurangi kesedihanku. Rasanya separuh jiwaku pergi bersama dengan kepergian bayiku yang kehadirannya sudah lama aku nantikan. Tak peduli papanya mengakui atau tidak, tetapi dia adalah buah hatiku, sebagian dari diriku.

"Zaid, maafin Mama karena tidak bisa memberikan yang terbaik untuk kamu. Mama pun nggak bisa ngasih tahu soal kehadiranmu ke Papa, karena Papa kamu sudah membuang Mama. Mama takut Papa kamu nggak percaya jika kamu anak Papa. Papa kamu lebih mempercayai keluarganya sendiri, Nak."

"Doain Mama ya, semoga Mama kuat. Doain Mama semoga Mama banyak rezeki biar nanti bisa beli kambing untuk aqiqah Zaid. Doain Mama ya, Sayang. Mama yakin suatu saat kita pasti akan bertemu kembali dengan keadaan yang lebih baik. Mama percaya kamu pasti melihat di atas sana gimana kondisi Mama saat ini. Percayalah... Mama hanyalah manusia biasa yang juga memiliki rasa sakit."

"Mama nggak tahu gimana caranya melanjutkan hidup tanpa kehadiran kamu. Apa yang harus Mama lakukan, Sayang?" Aku memegang dadaku. Sepasang gunung kembar milikku itu terasa sangat keras dan itu sudah sejak kemarin.

Tapi bagaimana mungkin aku bisa menyusui putraku, jika sekarang saja jasadnya telah terbujur di dalam tanah?

Air mataku kembali menitik tatkala menyadari cairan putih di dadaku itu mulai merembes. Bra yang kukenakan sudah basah oleh air susu.

Ya Tuhan, bagaimana ini? Haruskah air susu yang Engkau ciptakan ini terbuang sia-sia?

"Mbak Alifa?" sapa seorang laki-laki yang rupanya baru saja memasuki kompleks pemakaman ini dan kini berdiri tak jauh dariku.

Pria muda bertubuh tinggi dan gagah. Pakaian yang dikenakannya pun sangat bagus, berbanding terbalik denganku yang hanya mengenakan gamis lusuh.

"Iya, Mas." Aku mengangguk. "Apa ada yang bisa saya bantu?"

"Ya, Mbak. Kalau Mbak Alifa tidak berkeberatan, saya ingin bicara," ujarnya sembari mengangguk.

"Bicaralah, Mas." Aku berjalan mendekatinya.

"Kenalkan, nama saya Atta. Saya adiknya dokter Aariz. Kita sudah bertemu saat Mbak Alifa berada di bagian administrasi tadi, bukan? Sekali lagi, saya turut berduka cita atas meninggalnya putra Mbak Alifa dan kami selaku pihak rumah sakit Ibu Dan Anak Hermina sangat menyesalkan kejadian ini."

"Tak apa, Mas. Saya sudah pasrah. Mungkin memang ini yang terbaik untuk Zaid."

Ya, setidaknya aku berpikir seperti itu untuk menghibur hatiku. Bukankah anak yang meninggal di saat mereka masih kecil itu akan menjadi tabungan orang tuanya? Bukankah anak-anak itu nantinya akan menunggu orang tuanya di pintu surga?

"Saya berharap Mbak Alifa kuat," ucap pria itu terlihat bersungguh-sungguh. Pria itu membungkuk dan mengambil tas lusuh milikku, lalu memintaku untuk berjalan di sampingnya.

Rupanya ada sebuah mobil yang sedang terparkir di samping komplek pemakaman ini.

"Masuklah, Mbak. Kita akan bicara di tempat yang lebih baik dan nyaman." Dia membuka pintu mobilnya lebar-lebar, lalu sedikit membungkukkan tubuhnya seolah memberi hormat.

Aku menurut saja saat pria itu membawaku ke sebuah cafe yang terlihat agak sepi. Tak ada alasanku tidak percaya dengan pria itu. Dia terlihat sungguh-sungguh dan ramah. Tidak mungkin ia mencelakakanku, apalagi aku mengenalnya saat berada di rumah sakit tadi. Dia pula yang memerintahkan kepada petugas bagian administrasi untuk memberikan keringanan dan diskon sebagai bentuk dukungan dan ungkapan duka cita dari pihak rumah sakit.

"Mohon maaf sekali jika saya lancang." Atta menangkupkan tangan di dadanya. Dia menatapku lurus. Namun aku merasa jika tatapannya malah berfokus kepada dadaku. "Dada Mbak sepertinya cukup keras. ASI-nya banyak, Mbak?"

"ASI?" Sontak aku menatap dadaku. Ternyata bukan cuma bra yang basah, tapi juga kain baju di bagian dadaku pun basah, dan itu yang terlihat jelas oleh Atta.

Aku pun mengangguk. "Sepertinya iya, Mas. Kalau stok asinya nggak melimpah, bagaimana mungkin kain baju saya di bagian dada bisa basah seperti ini? Maaf jika penampilan saya jadi nggak sopan."

"Nggak masalah itu, Mbak. Namanya juga ibu menyusui."

"Tapi yang disusui udah nggak ada," lirihku sambil menunduk.

"Jika saya menawarkan kepada mbak Alifa untuk menyusui seorang bayi, apakah mbak Alifa bisa menerima?"

"Menyusui bayi?"

"Bener, Mbak. Saat ini ada seorang bayi yang sangat membutuhkan air susu. Namanya Gibran dan dia adalah keponakan saya yang juga baru lahir...."

"Anak dokter Aariz?" tebakku asal.

"Betul, Mbak." Pria itu tersenyum. "Kami tidak mungkin memberikan susu formula karena tidak ada satupun merk susu formula yang cocok untuknya. Dia hanya mau ASI, sementara...."

"Ibunya ke mana, Mas?" tanyaku tak sabar.

"Gibran dan ibunya, Winda dipisahkan paksa oleh kedua orang tua Winda. Keluarga kami dan keluarga istri Mas Aariz itu memang berkonflik sejak lama. Ceritanya panjang, Mbak. Nanti kapan-kapan aku akan bercerita soal mereka."

Aku mengangguk. Cukup hanya sekedar itu. Tidak mungkin aku bertanya detail kepada Atta, karena rasanya tidak etis.

"Saya turut prihatin, Mas."

"Jadi bagaimana nih Mbak apakah Mbak bersedia menjadi ibu susunya keponakan saya?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 193

    Bab 193"Silahkan duduk, Mas Atta." Perempuan itu melambaikan tangan.Pria itu seperti komando berjalan dengan langkah tegap menghampiri perempuan yang tengah duduk di sofa.Ini seperti bukan ruangan praktek dokter, tidak ada meja kerja formal seperti yang ia bayangkan. Hanya seperangkat sofa dan tempat tidur ukuran queen di salah satu sudut ruangan dan menempel di dinding. Ada lemari berukuran cukup besar juga terpasang jadi satu dengan dinding. Di samping lemari ada rak yang berisi dengan beberapa bingkai foto dan koleksi boneka karakter keroppi berukuran kecil. Ruangan ini pun dicat dengan warna hijau muda, bahkan salah satu dinding dibiarkan untuk ditempeli wallpaper dengan karakter keroppi.Agak lucu juga sih tampaknya selera perempuan ini. Atta bahkan serasa memasuki kamar anak-anak.Sulis mengambil sebuah map dari atas meja, kemudian membukanya. Dia menarik satu lembar kertas yang berisi hasil pemeriksaan sperma pria itu."Mas Atta itu pria yang normal, terbukti dari hasil peme

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 192

    Bab 192"Kenapa Mas? Apakah kandunganku bermasalah?" Alifa bangkit dari ranjang pasien dan menghampiri sang suami yang tengah duduk di depan layar alat USG.Sejak memasuki ruangan ini, raut muram suaminya tidak bisa disembunyikan, meskipun dia tetap ceria seperti biasanya saat berhadapan dengan pasien-pasiennya. Dan Alifa memang pasien suaminya yang terakhir, karena tentu Aariz harus menyelesaikan pekerjaannya dulu sebelum memeriksa kehamilan sang istri. Tentu, supaya mereka bisa berdiskusi sehabis pemeriksaan USG.Pria itu malah menghela nafas berat saat menoleh pada sang istri. "Sayang... kandungan kamu sehat kok. Anak kita baik-baik saja di dalam sana. Jahitan SC sebelumnya pun juga bagus. Nggak ada masalah yang berarti. Semuanya aman kok.""Terus... apa yang Mas pikirkan?" usik Alifa. Pria itu bangkit dari tempat duduknya. Dia merengkuh pinggang istrinya dan membimbingnya berjalan menuju sofa, sofa yang membuat mereka bisa duduk dengan nyaman sembari bersandar."Sayang... Mas mem

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 191

    Bab 191"Cukup, Sheila! Hentikan!"Seorang pria muda bertubuh tegap muncul dari balik pintu, di belakangnya ada wanita paruh baya yang masih tampak cantik di usianya."Kak Bima..." Suara Sheila bergetar. Dia menatap tajam kembarannya yang kini sudah tegak berdiri, berdiri di sisi Bima yang masih saja tak melepaskan tangan dari pinggul perempuan itu."Mau sampai kapan kamu kayak gini, Sel?! Mau sampai kapan, heh? Kakak udah memberi kesempatan yang banyak buat kamu, tapi nyatanya kamu nggak pernah bisa menghargai Shireen!""Karena dari awal dia juga nggak pernah menghargaiku. Seharusnya kami dibesarkan bersama, tapi nyatanya aku malah dibuang!" Matanya mendelik. Kontras dengan wajahnya yang cantik, Sheila terlihat sangat menyeramkan saat marah seperti ini."Nggak ada yang membuang kamu, Sel. Nggak ada yang jahat sama kamu, Sel." Pria itu maju selangkah, berusaha meraih Sheila, tapi tangan perempuan itu mengibaskan dengan kasar."Terserah apapun yang kamu omongkan, tapi yang jelas aku ng

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 190

    Bab 190Atta bisa merasakan Shireen berbeda dengan Sheila, tetapi bagaimanapun mereka adalah saudara kembar. Bukan tidak mungkin mereka memiliki persaingan dan berniat untuk saling menjatuhkan. Dia pun masih tak mengerti kenapa tiba-tiba saja Shireen datang ke ruang pertemuan itu dan dengan penuh percaya diri mengenalkan diri sebagai saudara kembar Sheila.Shireen tahu bahwa Sheila itu bermaksud ingin kembali kepadanya, bahkan ia bersedia membocorkan informasi yang cukup sensitif, bahwa sebenarnya Sheila memiliki seorang kekasih. Informasi yang persis sama dengan yang diberikan oleh Abi, bahwa Sheila tinggal di sebuah apartemen dengan seorang laki-laki dan kemungkinan laki-laki itu adalah pacarnya.Kenapa Shireen malah mengumbar aib saudara kembar sendiri?Poin ini yang membuat Atta merasa tak nyaman dan sedikit curiga.Atau, apakah ini benang merah yang ingin ia temukan?Atta tidak tahu, namun menyelidiki soal Shireen dan Sheila adalah hal yang mutlak. Dia tidak ingin salah melangkah

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 189

    Bab 189"Memangnya kenapa jika Shireen meminta kamu mengosongkan rumah itu? Apakah sekarang Sheila tidak punya tempat tinggal?" cecar Atta."Tidak, dia masih tinggal di apartemen....""Di apartemen?!" Dalam benak Atta seketika membayangkan foto yang pernah ia dapat dari Abi.Namun wanita itu justru menangkapkan tangan di dadanya."Saya benar-benar minta maaf sama kamu, karena saudara kembar saya sudah meninggalkan kamu dengan cara yang seperti yang pernah ia ceritakan....""Memangnya apa yang sudah saya ceritakan sama kamu?" pancing Atta."Dia bercerita jika kamu pria yang payah, dan untuk itulah dia meninggalkan kamu. Saya memang pernah bertanya kenapa Sheila tahu jika kamu pria yang payah, sedangkan kalian kan masih pacaran, belum menikah. Tapi Sheila tidak menceritakan secara detail. Apa mungkin kalian pernah akan melakukan...." Perempuan itu tampak ragu untuk meneruskan ucapannya, karena masalahnya ini perkara sensitif yang menyangkut privasi orang lain."Memang benar apa yang ia

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 188

    Bab 188"Ya udah, sekarang kita pulang ke hotel." Pria itu membungkuk, meraih putrinya, lalu menggendongnya. Sementara Maya mengumpulkan mainan dan memasukkan ke dalam tas besar yang selalu ia bawa saat bepergian dengan anak asuhnya.Maya mengekor langkah lebar Atta meninggalkan ruangan itu. Sebelumnya Atta meminta kepada seorang pelayan untuk membungkus semua makanan yang belum sempat ia makan, karena ia dan Maya akan makan siang di hotel saja. Tidak ada waktu untuk makan siang di sini, karena satu jam lagi dia dan Aruni harus menghadiri rapat dengan para pemegang saham.Kegiatan Atta sebenarnya hari ini cukup padat, hanya saja urusan Sheila mengganggu pikirannya, jadi ia memutuskan untuk meminta bertemu dengan Abi."Maaf Pak, ada kiriman makan siang dari Mbak Sheila," beritahu petugas di bagian resepsionis hotel saat mereka akan melintas dekat meja resepsionis."Oh, ya? Mana?" tanya pria itu dengan nadanya yang datar, meski sebenarnya kembali terkejut. Tumben Sheila perhatian. Dulu

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 187

    Bab 187"Kamu tahu kenapa saya minta kita bertemu di sini?!" Atta mengeluarkan beberapa foto dari dalam tasnya."Tolong kamu jelaskan kenapa bisa jadi informasi dari kamu dan kenyataan yang saya temui berbeda? Saya menemui Sheila langsung di rumahnya, bukan di apartemen seperti yang kamu informasikan, Abi. Juga tidak ada sosok lelaki yang kamu sebutkan di rumah itu. Saya bahkan sampai berpura-pura ke toilet, hanya untuk melihat-lihat keadaan rumah itu, dan saya nggak menemukan jejak seorang lelaki di sana," imbuhnya tegas. Atta bisa mengontrol emosi dengan sangat baik, walaupun rasanya ia ingin memarahi Abi, karena menganggap Abi sudah memberi informasi yang salah kepadanya."Saya nggak bohong, Mas." Pria muda itu menatap Atta sekilas, sebelum akhirnya mencermati foto-foto itu. "Saya bekerja sangat profesional dan semua informasi saya pastikan akurat. Jika Mas Atta menemui kenyataan di lapangan yang berbeda, pasti akan ada benang merahnya," ujar Abi. Nada bicaranya terdengar penuh k

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 186 (Bodohnya Aku)

    Bab 186Pria itu menyeringai. Dugaannya benar. Ternyata ada udang di balik bakwan. Sheila jelas memiliki motivasi tertentu saat ingin mendekatinya. Pertemuan di restoran itu ternyata memang tidak disengaja, bukan settingan. Mereka bertemu tanpa sengaja.Pertemuan yang bagi Atta merupakan kesialan, karena pria itu sudah menghapus perempuan itu dari dalam otaknya.Menurut Abi, Sheila memang tengah butuh uang yang banyak. Sheila tinggal di sebuah apartemen dengan seorang laki-laki. Mereka tidak memiliki kejelasan status dan omongan Sheila yang mengatakan tengah bekerja di sebuah perusahaan itu sama sekali tidak benar. Sheila pengangguran, dan hanya sesekali menerima jasa sebagai LC atau lady escort."Kamu nggak pernah berubah, Sel. Dan ternyata benar, dulu aku memang mencintai wanita yang salah. Bodohnya Aku!" Atta menertawakan dirinya sendiri dan juga kakaknya yang malah jatuh cinta kepada wanita yang salah. Namun untungnya Aariz sudah menikah dengan Alifa dan meninggalkan Winda, semen

  • Menyusui Bayi Dokter Tampan    Bab 185

    Bab 185Sebagai orang yang malang melintang di dunia bisnis, tentu Atta tidak bisa dibodohi dengan mudah. Dari gerak-geriknya saja Sheila terlihat begitu mencurigakan. Dia tiba-tiba saja ingin berdekatan dengannya kembali setelah menghilang selama lima tahun. Hal apa yang mendasarinya?Entah kebetulan ataupun memang sengaja dikondisikan pertemuannya di rumah makan itu. Tapi yang jelas, semua harus diselidiki.Namun Atta tidak mau ambil resiko. Meskipun dia sudah hilang uang 20 juta untuk menyogok Sheila agar segera pergi dari ruang kerjanya dan sadar akan posisinya, tapi Atta tentu tidak mau rugi lebih banyak.Pantang baginya untuk kembali kepada orang yang sudah menghinanya habis-habisan.Cinta bagi Atta tidak sebuta itu.Pria itu mendesah. Dia tak habis pikir. Apakah kejadian malam itu adalah cara Tuhan untuk menunjukkan siapa sebenarnya kekasihnya?"Kamu awasi Sheila. Perempuan itu sangat mencurigakan. Nanti saya kirim data-datanya lengkap. Saya ingin tahu apa motivasinya kembali

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status