Share

Bab 5

Author: Fay
last update Last Updated: 2023-02-18 23:07:05

Kriiiingg ....

Tanganku reflek mengambil ponsel, lalu mengangkatnya begitu melihat nama si pengirim.

"Ya?"

"Aku menganggumu?"

"Aku baru bangun tidur, kenapa? Maksudku, aku ketiduran."

"Aku butuh beberapa perlengkapan pribadi dan perlengkapan untuk mengajar. Kamu bisa mengantarku?"

"Memangnya perusahaan tidak menyediakannya?"

"Aku rasa lebih baik aku mencari barang bersamamu saja."

Sontak aku menghela napas, Haruka memang agak banyak mau kalau soal seperti ini.

"Hmm ... Kapan? Kalau untuk alat tulis aku tidak yakin karena tokonya pasti sebentar lagi akan tutup"

"Kamu kapan bisa pergi?"

Aku menatap jam di ponselku. "Aku siap-siap dulu, mungkin setengah jam kemudian aku akan menjemputmu."

"Baiklah."

:)

Aku memandangi Haruka yang tengah mendorong kereta belanja. Pandanganku berganti-ganti dengan rak yang memajang produk-produk untuk makanan luar negeri seperti Korea dan Jepang. Sesuatu menarik perhatian, membuatku berdiri di depan produk itu dan memandanginya erat-erat.

“Eee … “ Badanku tertarik ke samping karena seseorang menarik tasku.

“Aku selalu bilang, jangan tiba-tiba menghilang.”

Aku menggumam kesal dan hanya berjalan di sebelah kereta belanja. Tatapanku tanpa sadar menyorot isi keranjang belanja Haruka.

“Kamu mau masak masakan Korea atau Jepang?”

"Aku belum tahu, tapi aku akan belanja persediaan untuk keduanya.” Aku mengangguk.

Kami berhenti di sebuah rak.

“Fay, bisakah kamu mengambil saos di bawah?”

Aku segera berjongkok ke tempat yang dimaksud. Beberapa botol saos dan kecap berjejer dengan rapi.

“Yang mana … ?”

Otakku tiba-tiba berhenti berpikir ketika tanpa sengaja mataku menatap mata Haruka. Aku buru-buru menoleh ke arah lain.

“Kedua dari arah kiri.”

Aku mengambil barang yang dimaksud lalu memberikannya kepada Haruka.

Otakku beberapa saat kembali ngeblank. Tanpa sadar aku menutup mulutku dengan tangan.

“Fay. Sudah.”

Aku lalu bangkit dan berjalan mendahului Haruka.

“Kamu mau kemana?”

Aku menoleh, “Memangnya kamu mau kemana?”

“Aku sudah selesai, kamu ada barang yang ingin dibeli atau dilihat?”

Aku menggeleng, “Tidak ada.”

“Ya sudah, ayo kita pergi ke kasir.”

Aku dan Haruka pergi ke kasir. Antrian tidak terlalu panjang, tapi beberapa orang di depanku belanja dengan cukup banyak. Mau tidak mau aku berdiri di sebelah Haruka.

“Kamu kenapa tadi langsung pulang sehabis rapat?”

“Eh?” aku menoleh. “Aku ingin istirahat, jadi buru-buru pulang. Memangnya kenapa?”

“Aku niatnya mau mengajakmu belanja, tapi kamu malah kabur.”

“Aku gak kabur … “ Haruka memberikan isyarat untuk bersuara lebih pelan. “Kamu kan selama rapat nempel terus sama Yuanita. Terus kamu juga berangkat bareng sama yang lain di mobilnya kang Ujang. Ya sudah, lebih baik aku pulang duluan.”

Memang hanya aku yang naik motor saat rapat kerja sama di kampus tempat kami akan menggelar pelatihan.

“Kamu marah?”

Aku mengerutkan dahi, “Untuk apa aku marah? Aku kan tidak merasa ngantuk sampai membuatku ingin marah, paling lapar aja sih.”

“Ya sudah, nanti kita makan.”

Lalu giliran Haruka untuk membayar tiba. Aku tidak memperhatikannya sampai sebuah tangan menyodorkan sesuatu.

“Nih, minum. Kamu tunggu di kursi sana ya.”

Aku menatap Haruka ketika melihat susu pisang di depan mataku, “Heh, buat aku?”

“Iya, ini aku belikan untukmu. Kamu tunggu di sana, jangan kemana-mana.”

Aku menerima susu tersebut dan berjalan menuju kursi di depan supermarket. Sembari menunggu, aku memeriksa apakah hari ini ada pembeli yang ingin bertanya, rupanya belum ada.

Aku memeriksa kembali apakah kira-kira uang yang aku pegang sekarang cukup untuk membeli stok isi tokoku sekarang.

“Fay?”

Daripada harus pegal menoleh ke atas, aku memilih untuk cepat-cepat bangkit, “Kenapa?”

“Kamu mau ke mana sekarang? Apa ingin makan sesuatu?”

Aku terdiam sejenak, tiba-tiba sesuatu terlintas di benakku.

“Aku ingin ke balkon di dekat food court, pemandangannya indah,” kataku dengan nada mengambang karena teringat sesuatu. “Tapi sepertinya suasananya cukup ramai sekarang.”

“Kamu mau ke sana?”

Aku menatap ke arah Haruka, “Seingatku ada bagian balkon yang sepi, tapi kita tidak bisa makan di sana. Sebenarnya lebih enak balkon yang di dekat foodcourt, tapi aku tidak yakin ada tempat kosong … “

“Ya sudah kita coba cek dua-duanya saja.”

Aku menatap Haruka ragu, “Tidak apa-apa?”

“Tidak masalah, kalau memang itu maumu.”

Aku hendak membantu Haruka membawakan sebagian barang belanjanya tapi dia menolak. Kami berdua akhirnya berjalan menuju balkon yang berada di lantai paling atas pusat perbelanjaan ini.

“Buat ku pemandangannya cukup indah di malam hari,” kataku ketika kami berada di balkon, “Tapi aku tidak yakin kamu berpikir hal yang sama atau sebaliknya.”

Haruka hanya memandangi pemandangan mobil yang lalu lalang, di sertai dengan kerlap-kerlip bangunan.

“Fay, apakah kamu tahu bagaimana caranya untuk menikmati pemandangan seperti ini?”

Aku menggeleng lalu buru-buru menjawab, "Aku tidak tahu."@

“Menikmatinya dalam keheningan.”

“He … he …” Aku hanya nyengir mendengar jawaban Haruka.

Kami berdua lalu memandangi pemandangan tersebut tanpa sepatah kata. Hanya ditemani dengan suara lalu-lalang mobil.

Kriiiinggg ... kriingg ...

Aku menoleh ketika ponsel Haruka berbunyi dengan kencang. Tumben sekali ponselnya berfungsi dengan normal. Haruka lalu mengangkatnya dan menjauh dariku. Aku sendiri kembali asik dengan pemandangan di bawah.

"Fay ... "

Aku menoleh, "Kenapa?"

Haruka menunjukkan sebuah chat, "Kamu tahu tempat ini?"

Aku melihat tempat itu dan mengerutkan dahi, "Coba cari di aplikasi peta."

Haruka memandangiku dengan dahi mengerut, "Aku tidak paham cara memakai aplikasi peta."

Kali ini mulutku yang manyun karena kegaptekkan Haruka yang membuat aku terlunta-lunta saat menjemputnya kembali kambuh.

"Mana ponselmu? Coba nyalakan."

Haruka menyalakan ponselnya. Rupanya ponselnya masih dalam mode bahasa Korea. Berarti aku harus mencoba memakai aplikasi peta buatan Korea Selatan.

"Begini Tuan Shin Haru ..."

"Kenapa tiba-tiba kamu menyebut nama Korea-ku?"

"Ponselmu dalam bahasa Korea."

"Ah baik, nanti aku akan mengubahnya dalam bahasa Jepang. Setelah kita bicara dalam bahasa Jepang, oke?"

Aku hanya memasang tampang ngeselin.

Haruka akhirnya paham cara menggunakan aplikasi peta, dan kami berdua mengetahui letak tempat itu.

"Ah, ini dekat mall arah rumahku. Aku baru tahu ada bar di sekitar sini. Kenapa?"

"Aku harus menjemput Hiroki hyung, dia mabuk berat."

Aku memgerutkan dahi, "Sejak kapan Seo sensei dipanggil hyung?"

:)

"Lebih baik kamu langsung pulang, sudah malam."

Haruka baru saja keluar dari tempat bar dimana Seo sensei berada.

"Seo sensei tidak apa-apa? Perlu ku order transportasi online?"

"Tidak perlu. Aku akan menghubungi Ujang."

Aku mengernyit, "Lebih baik kamu telepon dulu. Belanjaanmu juga jangan lupa dibawa, masih ada di motorku."

Haruka akhirnya melakukan apa yang aku suruh. Tak lama terdengar suara dari seberang, "Iya sensei?"

“Aku butuh bantuanmu, Seo sensei mabuk dan tidak sadarkan diri,bisakah kau menjemput kami berdua?”

“Ah bisa sensei, bisakah sensei menyebutkan lokasinya di mana?”

Haruka menatapku, reflek aku berbicara kepada Kang Ujang.

“Karaoke Luxury Kang, yang satu komplek sama Mall Sawargi.”

“Loh, Teh Faihah ikutan?”

“Tidak Kang, tadi aku nganter Yuichi sensei aja barusan.”

“Oh oke deh. Ini aku langsung jalan ya Teh.”

“Oke Kang.” Percakapan lalu terputus.

“Ayo Fay, kita ambil belanjaan milikku.”

Fay

Kalau kalian menemukan hole plot di sini … Itu karena cerita ini sebenarnya berbentuk seri. Tapi entah kenapa aku mengeluarkan seri terakhir. Sebenarnya karena aku belum kuat mengeluarkan seri sebelumnya sih hehe. Karena latar cerita berada di luar negeri. Tempat pertama kali Haruka dan Faihah bertemu. Doakan semoga aku punya kesempatan untuk merasakan pahit-manis kehidupan di luar negeri. Ngomong-ngomong aku baru sadar kalau aku senang sekali menggunakan adegan ponsel sebagai awalan hehe.

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Meragukan Cinta karena Takut Terluka    Bab 22

    "Teteh, ada yang ingin ibu bicarakan ke kamu."Badanku mendadak merinding mendengar perkataan ibuku. Sore ini aku memang mampir ke rumah ibuku sebelum kembali ke rumah kosan. Aku menyebutnya rumah kosan karena itu adalah rumah keluargaku yang dijadikan kosan.Aku yang duduk di kursi meja makan hanya memandang ibu, "Kenapa Bu?"Ibu yang baru saja pulang dari sekolah menghempaskan badan di kursi depanku. "Tadi pengacara keluarga Shireen ke kelas ibu."Deg! Kini aku tahu kemana pembicaraan ini mengarah. "Sebelumnya maafin ibu Teh, ibu gak tahu kalau kamu juga korban di kampus itu ... maafin ibu Teh."Aku paling benci momen seperti ini, karena otomatis ada air mata yang akan keluar. Mendadak aku bangkit dan membawa tas ku keluar dari rumah. "Teteh, mau kemana??"Aku tidak menjawab, hanya memundurkan motor dengan kasar. Tiba-tiba aku kehilangan kendali. Brak!Motor ku terjatuh begitu saja. Aku hanya memandangi motorku dengan tatapan kosong. Aku lalu jongkok dan meletakkan kepala di ba

  • Meragukan Cinta karena Takut Terluka    Bab 21

    “Teteh, kata Yuanita kamu lagi dekat dengan yang dulu mengajar Mumtaz di sekolah?” Aku yang tengah menggulir sosial media dalam ponsel menoleh, “Gurunya Mumtaz peserta pelatihan, Bu.” “Kang Rian lebih muda dibanding Teteh tahu bu.” Mumtaz tiba-tiba menyela. “Ya teruuus,” alih-alih malah aku yang menyahut. “Teteh pacaran sama Pak Rian?” “Teteh hanya kenal biasa. Gak usah ngadi-ngadi (mengada-ada) deh.” Malam itu aku sedang menginap di rumah ibuku. Mumtaz sedang memijat pundak ibu. “Tapi Kang Rian orangnya baik kan Taz? Ibadahnya bagus?” “Baik sih Bu, salatnya gak pernah ketinggalan sih … kayaknya mah …” “Kalau kamu sama dia, ibu dukung aja sih Teh ...” Entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang mengganjal di balik perkataan ibuku. “Ibu sudah pasrahkan segalanya kepada Allah, kamu juga sudah dewasa hampir 30 tahun, ibu juga serahkan apapun pilihan jodohmu. Tapi ibu harap setidaknya jodohmu harus yang satu iman.” Aku lagi-lagi tidak menjawab. “Apa kamu masih belum bisa memaafka

  • Meragukan Cinta karena Takut Terluka    Bab 20

    Pagi ini aku mengantar adikku yang sedang pulang kampung dari kampusnya ke pameran kampus yang diadakan di SMA tempat aku belajar dulu. “Teh Faihah?”Aku seketika menoleh dan menyipit melihat seseorang yang rasanya tidak asing.“Oh A Rian?”A Rian menghampiriku dengan motornya, “Habis antar Mumtaz Teh?”Aku mengangguk, “Iya, A Rian?”“Habis antar ponakan Teh, dia katanya mau lihat-lihat kampus.”Aku mengangguk-angguk. Tiba-tiba sesuatu melintas dalam benakku, tapi aku ragu untuk mengatakannya.“Teh Faihah mau langsung balik?”Aku menggeleng, “A, mau lihat-lihat dalam juga gak? Saya penasaran soalnya mau lihat sekarang pamerannya seperti apa.”“Oh boleh. Parkir di luar aja Teh, di dalam sekolah biasanya susah buat keluar.”“Oke A.”Suasana sekolah ramai dengan anak-anak menggunakan baju bebas dan membawa tas. Di bagian lapangan terdapat beberapa kedai makanan sementara yang padat oleh pengunjung. Aku memandangi kelas-kelas yang ditempel oleh label kampus. “Teh Faihah pernah ke sini

  • Meragukan Cinta karena Takut Terluka    Bab 19

    “Miss Ningsih!” Aku sontak menoleh mendengar suara yang tidak asing.Hari ini sekolah tempat ibuku mengajar mengadakan sebuah open house untuk semua unit sekolah dari TK sampai SMA. Aku sedang membantu temanku semasa SMA menjaga stand makanan di open house tersebut. “Ooh, Kak Yuanita. Gak bareng sama Kak Sherin?”Aku nyaris saja mengumpat dan buru-buru duduk di belakang Tari, temanku sekaligus pemilik stand makanan, agar tidak terlihat. Padahal jelas-jelas dia lebih pendek dariku.Tari seketika menoleh, “Lu ngapain deh?” Aku tidak langsung menjawab. “Teteh? Faihah?”“Tuh, Mak lu manggil!”“Ini gue berkata kasar bisa gak sih.”Mau tidak mau aku bangkit dan keluar dari stand lalu menghampiri kedua orang itu.“Teh Faihah?”Aku tidak tahu harus menyapa seperti apa, syukurlah ibuku menyelanya.“Kamu kenal sama Yuanita, Teh?”“Iya Miss, aku sama Teh Faihah lagi bareng satu proyek.”“Oh, yang program pengajar bahasa Jepang itu?”“Iya Miss.”“Ya sudah kak, Miss tinggal dulu ya. Nanti kalau k

  • Meragukan Cinta karena Takut Terluka    Bab 18

    “Menurutmu bagaimana performa mengajar Pak Nandang?”Tanganku memegang kemudi dengan erat karena berpapasan dengan truk yang lumayan besar, membuatku tidak bisa langsung menjawab pertanyaan Kawata sensei. “Jika saya berada di posisi sebagai murid, penyampaiannya sudah cukup baik, sensei.”"Ah begitu." Suasana hening sejenak. "Aku dengar Nandang-san termasuk populer. Semua orang membicarakan tentangnya.""Saya tidak begitu tahu, Sensei. Namun, dari berkasnya saya rasa bukan orang yang main-main. Hanya beliau yang punya sertifikat JLPT N2, Sensei.""Benarkah? Tidak heran dia bisa masuk kelas Haruka. Dia awalnya akan dimasukkan ke dalam kelasku, tapi karena kemampuan bahasa Jepang dia sudah tinggi, kami putuskan dia akan masuk ke kelas Haruka."Aku berusaha keras mendengarkan perkataan Kawata sensei sembari menyetir. Ini bukan jalanan yang biasa aku lewati, dan banyak sawah di pinggir jalan kanan dan kiri. "Tapi sensei akan mempertimbangkan hasil wawancara dia tadi?""Hmmm ... aku belu

  • Meragukan Cinta karena Takut Terluka    Bab 17

    “Bu Faihah?”Lamunanku buyar. Padahal aku berharap yang memanggilku janitor, rupanya tidak sesuai harapan. Aku kembali menatap para guru di depanku.“Untuk apa yang terjadi di masa lalu itu adalah urusan Yuichi sensei.” Akhirnya aku mulai angkat bicara, “Yuichi sensei tidak akan menjadi pengajar jika tidak berkompeten, baik itu dari kinerja atau dari cara dia dalam mengelola emosi. Perusahaan cukup ketat dalam menyeleksi, apalagi ini menyangkut nama baik perusahaan juga.”Aku terdiam, bingung ingin melanjutkan dengan apa. “Mengenai keterangan Kang Ujang, memang benar saya mengenal Yuichi sensei sebelum proyek ini berlangsung. Yuichi sensei sebenarnya tidak semenakutkan yang ibu atau bapak pikirkan.” Tiba-tiba aku menatap Pak Peter, “Seperti Pak Peter lah, kelihatannya garang padahal hatinya hello kitty.”Pak Peter tiba-tiba tersipu dan menatap ke arah Pak Salim, “Pak Haji! Benarkan kata Teh Faihah, Saya itu badannya saja yang sangar, aslinya saya nih …” tangan Pak Peter mendadak berge

  • Meragukan Cinta karena Takut Terluka    Bab 16

    Aku memandangi empat orang yang duduk membentuk formasi lingkaran. Selepas dari kantor dinas, kami kembali ke kampus. Seo sensei mengumpulkan semua pengajar dan panitia setelah kegiatan belajar selesai. “Tadi aku rapat bersama dengan pihak kampus, tadi ada juga pihak dari dinas.” Seo sensei mulai berbicara, “Untuk penilaian bulanan, aku memutuskan satu pengajar akan bertugas menilai di satu sekolah didampingi oleh satu asisten.” Aku kaget ketika Seo sensei mendadak memandangku, “Kawata sensei akan didampingi oleh Faihah, sedangkan Yuichi sensei akan didampingi oleh Yuanita. Kontak masing-masing penanggung jawab sekolah sudah ku serahkan kepada Faihah, sudah kamu kontak, Fay?” “Beberapa sensei, tapi kebanyakan dari mereka belum mengirim jadwal mengajar guru.” “Baik, tidak apa-apa.” Seo sensei melanjutkan, “Yuichi sensei dan Yuanita akan menilai murid-murid kelas Kawata sensei, Kawata sensei dan Faihah akan menilai murid kelas Yuichi sensei.” “Sesuai pengaturan, Faihah akan menjadi

  • Meragukan Cinta karena Takut Terluka    Bab 15

    “Mbak mau kemana?”Aku menoleh, seorang petugas keamanan hotel mendadak berdiri di belakangku.Tanganku teracung begitu saja ke pusat perbelanjaan yang tepat berada di samping hotel, “Ke sana gak bisa ya, Pak?”“Ya gak bisa Mbak, Kan ini buat parkir hotel.”Aku mengangguk dengan canggung, “Oh begitu ya Pak. Saya mau ke lobi hotel Pak, harus jemput bos saya.”Aku merasa kikuk ketika petugas itu memandangiku dengan tatapan menyelidik, “Benar nih, Mbak?”Aku buru-buru menunjukkan chat Seo sensei kepada petugas itu. Aku tidak tahu harus bereaksi apa ketika petugas itu kebingungan membaca chat Seo sensei yang seluruhnya menggunakan bahasa Jepang. “Ya sudah Mbak. Tapi bener ya?”“Iya Pak.” Saya lalu buru-buru berjalan seribu langkah sebelum urusan menjadi rumit. Seo sensei pagi ini mendadak menghubungiku karena Kang Ujang mendadak sakit. Jadi mau tidak mau aku harus menjemputnya di hotel. Aku tidak tahu kenapa harus menjemputnya di hotel, alih-alih di apartemennya.Aku celingak-celinguk me

  • Meragukan Cinta karena Takut Terluka    Bab 14

    Aku terdiam sejenak mendengar pertanyaan Kawata sensei lalu menggeleng, “Tidak sensei.”Mendadak aku merasa gugup ketika menyadari semua pandangan tertuju kepadaku, “Dari pengamatanku belum menunjukkan perilaku yang aneh.”“Semoga saja tidak.” Aku hanya menggangguk dan mengiyakan perkataan Kawata sensei.Sepanjang pembicaraan mereka aku terhanyut dengan pikiranku sendiri. Sebenarnya aku merasa aneh, kelas Haruka bisa dibilang ditujukan untuk para guru yang kemampuan bahasa Jepangnya sudah sangat baik. “Fay?”Sontak aku menoleh, “Kenapa sensei?”“Aku ingin pulang, kamu mau ikut? Atau tetap di sini?”Aku reflek membereskan perlengkapanku, “Saya ikut sensei.”Kawata sensei dan aku lalu bangkit dan pamit kepada orang-orang di ruangan.“Kamu tidak pulang Hiroki?” Kawata sensei bertanya.Seo sensei menggeleng, “Saya sepertinya ingin di sini lebih lama, sensei.”“Baiklah, aku dan Faihah pamit duluan ya.”“Baik sensei.”===== Aku membuka pagar ketika melihat sesosok tinggi yang berdiri di

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status