Share

Bab 5

Kriiiingg ....

Tanganku reflek mengambil ponsel, lalu mengangkatnya begitu melihat nama si pengirim.

"Ya?"

"Aku menganggumu?"

"Aku baru bangun tidur, kenapa? Maksudku, aku ketiduran."

"Aku butuh beberapa perlengkapan pribadi dan perlengkapan untuk mengajar. Kamu bisa mengantarku?"

"Memangnya perusahaan tidak menyediakannya?"

"Aku rasa lebih baik aku mencari barang bersamamu saja."

Sontak aku menghela napas, Haruka memang agak banyak mau kalau soal seperti ini.

"Hmm ... Kapan? Kalau untuk alat tulis aku tidak yakin karena tokonya pasti sebentar lagi akan tutup"

"Kamu kapan bisa pergi?"

Aku menatap jam di ponselku. "Aku siap-siap dulu, mungkin setengah jam kemudian aku akan menjemputmu."

"Baiklah."

:)

Aku memandangi Haruka yang tengah mendorong kereta belanja. Pandanganku berganti-ganti dengan rak yang memajang produk-produk untuk makanan luar negeri seperti Korea dan Jepang. Sesuatu menarik perhatian, membuatku berdiri di depan produk itu dan memandanginya erat-erat.

“Eee … “ Badanku tertarik ke samping karena seseorang menarik tasku.

“Aku selalu bilang, jangan tiba-tiba menghilang.”

Aku menggumam kesal dan hanya berjalan di sebelah kereta belanja. Tatapanku tanpa sadar menyorot isi keranjang belanja Haruka.

“Kamu mau masak masakan Korea atau Jepang?”

"Aku belum tahu, tapi aku akan belanja persediaan untuk keduanya.” Aku mengangguk.

Kami berhenti di sebuah rak.

“Fay, bisakah kamu mengambil saos di bawah?”

Aku segera berjongkok ke tempat yang dimaksud. Beberapa botol saos dan kecap berjejer dengan rapi.

“Yang mana … ?”

Otakku tiba-tiba berhenti berpikir ketika tanpa sengaja mataku menatap mata Haruka. Aku buru-buru menoleh ke arah lain.

“Kedua dari arah kiri.”

Aku mengambil barang yang dimaksud lalu memberikannya kepada Haruka.

Otakku beberapa saat kembali ngeblank. Tanpa sadar aku menutup mulutku dengan tangan.

“Fay. Sudah.”

Aku lalu bangkit dan berjalan mendahului Haruka.

“Kamu mau kemana?”

Aku menoleh, “Memangnya kamu mau kemana?”

“Aku sudah selesai, kamu ada barang yang ingin dibeli atau dilihat?”

Aku menggeleng, “Tidak ada.”

“Ya sudah, ayo kita pergi ke kasir.”

Aku dan Haruka pergi ke kasir. Antrian tidak terlalu panjang, tapi beberapa orang di depanku belanja dengan cukup banyak. Mau tidak mau aku berdiri di sebelah Haruka.

“Kamu kenapa tadi langsung pulang sehabis rapat?”

“Eh?” aku menoleh. “Aku ingin istirahat, jadi buru-buru pulang. Memangnya kenapa?”

“Aku niatnya mau mengajakmu belanja, tapi kamu malah kabur.”

“Aku gak kabur … “ Haruka memberikan isyarat untuk bersuara lebih pelan. “Kamu kan selama rapat nempel terus sama Yuanita. Terus kamu juga berangkat bareng sama yang lain di mobilnya kang Ujang. Ya sudah, lebih baik aku pulang duluan.”

Memang hanya aku yang naik motor saat rapat kerja sama di kampus tempat kami akan menggelar pelatihan.

“Kamu marah?”

Aku mengerutkan dahi, “Untuk apa aku marah? Aku kan tidak merasa ngantuk sampai membuatku ingin marah, paling lapar aja sih.”

“Ya sudah, nanti kita makan.”

Lalu giliran Haruka untuk membayar tiba. Aku tidak memperhatikannya sampai sebuah tangan menyodorkan sesuatu.

“Nih, minum. Kamu tunggu di kursi sana ya.”

Aku menatap Haruka ketika melihat susu pisang di depan mataku, “Heh, buat aku?”

“Iya, ini aku belikan untukmu. Kamu tunggu di sana, jangan kemana-mana.”

Aku menerima susu tersebut dan berjalan menuju kursi di depan supermarket. Sembari menunggu, aku memeriksa apakah hari ini ada pembeli yang ingin bertanya, rupanya belum ada.

Aku memeriksa kembali apakah kira-kira uang yang aku pegang sekarang cukup untuk membeli stok isi tokoku sekarang.

“Fay?”

Daripada harus pegal menoleh ke atas, aku memilih untuk cepat-cepat bangkit, “Kenapa?”

“Kamu mau ke mana sekarang? Apa ingin makan sesuatu?”

Aku terdiam sejenak, tiba-tiba sesuatu terlintas di benakku.

“Aku ingin ke balkon di dekat food court, pemandangannya indah,” kataku dengan nada mengambang karena teringat sesuatu. “Tapi sepertinya suasananya cukup ramai sekarang.”

“Kamu mau ke sana?”

Aku menatap ke arah Haruka, “Seingatku ada bagian balkon yang sepi, tapi kita tidak bisa makan di sana. Sebenarnya lebih enak balkon yang di dekat foodcourt, tapi aku tidak yakin ada tempat kosong … “

“Ya sudah kita coba cek dua-duanya saja.”

Aku menatap Haruka ragu, “Tidak apa-apa?”

“Tidak masalah, kalau memang itu maumu.”

Aku hendak membantu Haruka membawakan sebagian barang belanjanya tapi dia menolak. Kami berdua akhirnya berjalan menuju balkon yang berada di lantai paling atas pusat perbelanjaan ini.

“Buat ku pemandangannya cukup indah di malam hari,” kataku ketika kami berada di balkon, “Tapi aku tidak yakin kamu berpikir hal yang sama atau sebaliknya.”

Haruka hanya memandangi pemandangan mobil yang lalu lalang, di sertai dengan kerlap-kerlip bangunan.

“Fay, apakah kamu tahu bagaimana caranya untuk menikmati pemandangan seperti ini?”

Aku menggeleng lalu buru-buru menjawab, "Aku tidak tahu."@

“Menikmatinya dalam keheningan.”

“He … he …” Aku hanya nyengir mendengar jawaban Haruka.

Kami berdua lalu memandangi pemandangan tersebut tanpa sepatah kata. Hanya ditemani dengan suara lalu-lalang mobil.

Kriiiinggg ... kriingg ...

Aku menoleh ketika ponsel Haruka berbunyi dengan kencang. Tumben sekali ponselnya berfungsi dengan normal. Haruka lalu mengangkatnya dan menjauh dariku. Aku sendiri kembali asik dengan pemandangan di bawah.

"Fay ... "

Aku menoleh, "Kenapa?"

Haruka menunjukkan sebuah chat, "Kamu tahu tempat ini?"

Aku melihat tempat itu dan mengerutkan dahi, "Coba cari di aplikasi peta."

Haruka memandangiku dengan dahi mengerut, "Aku tidak paham cara memakai aplikasi peta."

Kali ini mulutku yang manyun karena kegaptekkan Haruka yang membuat aku terlunta-lunta saat menjemputnya kembali kambuh.

"Mana ponselmu? Coba nyalakan."

Haruka menyalakan ponselnya. Rupanya ponselnya masih dalam mode bahasa Korea. Berarti aku harus mencoba memakai aplikasi peta buatan Korea Selatan.

"Begini Tuan Shin Haru ..."

"Kenapa tiba-tiba kamu menyebut nama Korea-ku?"

"Ponselmu dalam bahasa Korea."

"Ah baik, nanti aku akan mengubahnya dalam bahasa Jepang. Setelah kita bicara dalam bahasa Jepang, oke?"

Aku hanya memasang tampang ngeselin.

Haruka akhirnya paham cara menggunakan aplikasi peta, dan kami berdua mengetahui letak tempat itu.

"Ah, ini dekat mall arah rumahku. Aku baru tahu ada bar di sekitar sini. Kenapa?"

"Aku harus menjemput Hiroki hyung, dia mabuk berat."

Aku memgerutkan dahi, "Sejak kapan Seo sensei dipanggil hyung?"

:)

"Lebih baik kamu langsung pulang, sudah malam."

Haruka baru saja keluar dari tempat bar dimana Seo sensei berada.

"Seo sensei tidak apa-apa? Perlu ku order transportasi online?"

"Tidak perlu. Aku akan menghubungi Ujang."

Aku mengernyit, "Lebih baik kamu telepon dulu. Belanjaanmu juga jangan lupa dibawa, masih ada di motorku."

Haruka akhirnya melakukan apa yang aku suruh. Tak lama terdengar suara dari seberang, "Iya sensei?"

“Aku butuh bantuanmu, Seo sensei mabuk dan tidak sadarkan diri,bisakah kau menjemput kami berdua?”

“Ah bisa sensei, bisakah sensei menyebutkan lokasinya di mana?”

Haruka menatapku, reflek aku berbicara kepada Kang Ujang.

“Karaoke Luxury Kang, yang satu komplek sama Mall Sawargi.”

“Loh, Teh Faihah ikutan?”

“Tidak Kang, tadi aku nganter Yuichi sensei aja barusan.”

“Oh oke deh. Ini aku langsung jalan ya Teh.”

“Oke Kang.” Percakapan lalu terputus.

“Ayo Fay, kita ambil belanjaan milikku.”

Fay

Kalau kalian menemukan hole plot di sini … Itu karena cerita ini sebenarnya berbentuk seri. Tapi entah kenapa aku mengeluarkan seri terakhir. Sebenarnya karena aku belum kuat mengeluarkan seri sebelumnya sih hehe. Karena latar cerita berada di luar negeri. Tempat pertama kali Haruka dan Faihah bertemu. Doakan semoga aku punya kesempatan untuk merasakan pahit-manis kehidupan di luar negeri. Ngomong-ngomong aku baru sadar kalau aku senang sekali menggunakan adegan ponsel sebagai awalan hehe.

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status