Beranda / Romansa / Merindukanmu, Dalam Jerit Tangisku / Bab 9. Menyembunyikan Kembar Dari Lucas

Share

Bab 9. Menyembunyikan Kembar Dari Lucas

Penulis: Michaella Kim
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-03 03:24:59

“Mommy! Aku mau beli es krim dengan tiga rasa!” seru Caleb antusias, matanya berbinar penuh semangat seperti anak kecil yang baru saja menemukan harta karun. Tampak bocah laki-laki itu sangat gembira—seakan kesedihannya tadi sudah lenyap.

“Aku juga mau es krim dengan tiga rasa, Mommy!” jawab Chloe dengan riang, dan memancarkan jelas kebahagiaannya. Pun dia sama seperti Caleb. Dia tampak gembira, seakan tadi kesedihannya sudah pergi.

“Kalian boleh ambil es krim sebanyak yang kalian inginkan,” balas Sophia hangat, dan tersenyum, karena caranya berhasil membujuk anak kembarnya. Paling tidak, sekarang dia melihat kebahagiaan di wajah kedua anaknya.

“Yeay! Mommy terbaik!” Caleb dan Chloe memekik kegirangan, mereka membungkuk ke dalam box pendingin, menarik satu per satu es krim cup dan memasukkannya ke dalam troli yang mereka dorong sendiri. Mereka mengambil satu rasa cokelat, saturasa vanila,dan satu rasa stroberi.

“Mommy, aku ingin snack juga,” kata Chloe yang memang suka mengemil.

“Sayang, kau sudah banyak mengambil es krim,” ujar Sophia lembut.

Bibir Chloe menekuk dalam. “Mommy, aku mau snack.”

Chloe menatap troli Caleb dengan alis bertaut. Wajahnya cemberut, dan dia mulai menghentakkan kakinya ke lantai dengan pelan. Gadis kecil itu tampak kesal, karea permintaannya tak dituruti oleh ibunya.

Sophia tersenyum, dan menggeleng pelan. Lantas, wanita cantik itu lberjongkok, menyamai tinggi tubuh putri kecilnya. “Ambillah lagi, Sayang. Tidak perlu marah-marah seperti ini, oke?” bujuknya lembut dengan tangan mengelus rambut Chloe yang dikuncir kuda tersebut.

Chloe mengerucutkan bibirnya, masih tampak kesal, tapi mataya mencuri pandang ke rak yang penuh camilan. Gadis kecil itu akhirnya mengangguk pelan, lalu melangkah kecil-kecil sambil sedikit meloncat ke arah rak camilan itu, mengambil beberapa camilan, dan memasukan ke troli.

“Mommy, aku juga membelikan Bibi Amy,” ucap Chloe riang.

Sophia tersenyum lembut. “Good, Mommy bangga karena Chloe ingat Bibi Amy. Sekarang ada lagi yang ingin kalian beli? Karena kalau sudah selesai, kita langsung pulang dan makan es krim ini di hotel,” ujarnya sambil menatap troli yang nyaris penuh.

“Aku ingin menambah kentang dan juga buah pisang, Mommy!” Caleb berteriak sebelum berlari ke rak, tubuh mungilnya melesat melewati pelanggan lain.

“Aku juga, aku juga!” teriak Chloe tidak mau kalah, dan mengejar kakaknya, tawanya kini terdengar menggema di lorong minimarket.

Sophia tertawa kecil, hatinya hangat melihat mereka kembali ceria. Tadi Caleb dan Chloe dilingkupi kesedihan.  Namun, sekarang anak kembar itu kembali seperti biasa yang penuh energi dan tawa.

Sophia membiarkan anak kembarnya berlari-lari mengambil makanan yang diinginkan. Pun dia kini memilih makanan yang dia ingin beli. Dia menuju salah satu lorong, dan seketika langkahnya terhenti di kala dirinya melihat dari pintu masuk supermarket—ada sosok pria tampan yang dia kenali.

Mata Sophia melebar menunjukkan jelas kepanikan nyata. Dia menoleh melihat kembar yang masih mencari makanan. Namun, tawa kembar begitu terdengar. Detik itu juga, debar jantungnya berdetak tak karuan—seakan ingin melompat dari tempatnya.

Lucas, pria itu berdiri dengan tubuh tegap, mengenakan kemeja hitam dan celana panjang kasual. Wajahnya tetap sama—dingin, tajam, penuh aura dominan yang sulit diabaikan. Pandangan matanya menyapu ruangan sebelum akhirnya, nyaris seperti insting, mulai bergerak ke arah Sophia berdiri.

Sophia segera memalingkan wajah, mencoba bersembunyi di balik rak-rak tinggi berisi biskuit. Tangan kiri wanita itu kini buru-buru merogoh saku, menarik ponsel dan menghubungi seseorang dengan cepat. Suaranya begitu pelan, tapi menunjukkan jelas kepanikan.

“Amy! Cepat, susul aku ke supermarket! Bawa Caleb dan Chloe ke hotel!” bisik Sophia memberikan perintah pada pengasuh kembar.

Sophia kini menoleh sekilas ke arah anak-anaknya yang masih sibuk memilih camilan, dan matanya kembali mencari-cari sosok pria yang barusan masuk—Lucas kini sudah berada di lorong tengah. Jaraknya dan pria itu tinggal sekitar tiga rak, dan itu membuat jantung Sophia berdebar lebih kencang dari biasanya. Sungguh, dia tak mau sampai Lucas melihat kembar.

Amy yang mendengar instruksi Sophia dari seberang telepon langsung mengiyakan meski sedikit bingung. “Tapi, Nyonya—”

“Jangan tanya! Cepat ke sini, Amy!” tegas Sophia dengan suara rendah, tapi keras. Pun dia segera mengakhiri panggilan tanpa menunggu jawaban.

Tak lama kemudian, Amy muncul dari lorong belakang, menghampiri Caleb dan Chloe dengan cepat tapi tetap tenang agar tak mencolok. “Ayo kita pulang dulu, Mommy menyusul sebentar lagi,” ucapnya sambil menarik tangan mereka.

“Lho? Tapi aku belum—” Caleb hendak protes, tetapi Chloe sudah lebih dulu tertarik dan menuruti Amy.

Sophia dari kejauhan melihat anak kembarnya dibujuk pergi oleh Amy. Rasa lega di dalam dirinya muncul. Dia kini berdiri tegak, menahan napas, mencoba menyesuaikan ekspresi agar tidak terlihat gelisah. Tepat ketika Amy dan kembar berhasil keluar dari pintu supermarket, dia bersembunyi kembali di lorong biskuit, membiarkan detak jantungnya turun perlahan.

Sophia menghela napas panjang, lega melihat Amy berhasil membawa Caleb dan Chloe keluar dari supermarket tanpa menimbulkan kecurigaan. Bahu yang tadinya tegang mulai merosot turun. Dia menarik napas sekali lagi sebelum mendorong troli ke arah kasir dengan langkah terburu-buru.

Tangan Sophia kini merogoh dompet dari dalam tas selempangnya dan memberikan kartu pada kasir wanita muda yang menyapa dengan sopan.

‘Cepatlah … sebelum dia muncul lagi,’ batin Sophia berbisik penuh kekhawatiran.

Transaksi selesai, Sophia buru-buru mengucap terima kasih, dan mengambil dua kantong belanjaan besar, meletakan kembali ke troli, dan mendorong buru-buru. Namun, baru beberapa langkah keluar dari pintu otomatis supermarket, langkahnya terhenti seketika—di kala sebuah suara berat dan dalam menyentuh telinganya—suara yang begitu dia kenali.

“Sophia?” panggil suara berat itu.

Langkah Sophia membeku. Tubuhnya menegang. Lehernya perlahan menoleh ke belakang, dan seperti yang dia khawatirkan, di sana berdiri Lucas. Tatapan pria itu tajam tapi datar, memandang Sophia seperti tengah membaca pikirannya.

Sophia memaksa bibirnya membentuk senyum tipis, senyum basa-basi yang hanya digunakan saat keadaan mendesak. Dalam hati, dia mengumpat. Padahal aku sudah bersembunyi mati-matian. Namun, pria itu ternyata tetap berhasil menemukannya.

“Oh, Lucas? Hi!” sapa Sophia dengan nada yang dibuat setenang mungkin, meski getaran samar menyelinap dalam suaranya.

Lucas menaikkan sebelah alisnya, menunjukkan kebigungan. Sorot mata pria tampan itu langsung jatuh ke arah troli belanjaan yang terdapat dua kantong besar. Dia menatap Sophia dengan ekspresi tak terbaca.

“Kau … membeli banyak es krim?” tanya Lucas kemudian, nadanya datar, tetapi menyelidik. Mata pria tampan itu mengarah pada kantong plastik transparan, dan dia menyipitkan mata, memperhatikan isi yang tampak jelas—ada es krim cup warna-warni dan dua lagi yang bentuknya khas untuk anak-anak.

Sophia menelan salivanya mendengar pertanyaan Lucas. Tubuh wanira itu menegang seketika. Lidahnya mendadak terasa kaku, tetapi otaknya langsung bekerja cepat mencari jawaban. Dia tak mau sampai Lucas mencurigai semua ini.

“Oh, ini! Kau tahu Joana, bukan?” ujar Sophia cepat sambil tersenyum canggung. “Dia baru saja tiba di sini dan membawa dua keponakannya. Dia memintaku membelikan es krim, dan camilan yang banyak untuk stok di hotel selama kami di sini,” lanjutnya berdusta.

Lucas menatap Sophia, matanya menyipit sedikit. Wajah pria tampan itu tetap tak berubah, tapi dari cara dia menatap, terlihat bahwa dia tidak sepenuhnya percaya. Matanya kini bergerak seolah membaca bahasa tubuh Sophia yang tampak gugup dan tak tenang.

Hening menyusul selama beberapa detik. Waktu seakan melambat. Namun, sebelum Lucas sempat membuka suara dan menyelidik lebih jauh, Sophia segera menyela dengan cepat serta menunjukkan tak ingin berlama-lama.

“Maaf, Lucas. Aku harus pergi. Keponakan Joana bisa mengamuk kalau menunggu terlalu lama!” ucap Sophia cepat sambil melangkah ke arah lift yang berada di seberang lobi kecil dekat supermarket.

Saat Sophia masuk ke dalam lift dan pintunya mulai menutup, dia langsung mengambil dua kantong belanja, dan meletakan troli di tempat khusus. Pun dia kini memeluk dua kantong belanjaannya erat-erat. Tampak jelas wajahnya menegang. Dadanya terasa sesak luar biasa.  

Sophia berlalu pergi, dan Lucas tetap masih mematung di tempatnya, terus mengamati kepergian wanita itu. Terlihat sorot mata Lucas dingin, dan menunjukkan rasa kesal. Ya, hal yang paling Lucas benci adalah dia ingin bersikap tak mengenali Sophia—tetapi tidak bisa.

Di sisi lain, tepatnya di dalam lift, Sophia mengatur napasnya dan memejamkan mata lelah. Hanya ada dia di dalam lift. Perasaan campur aduk melingkupi dirinya. Apalagi tadi ketegangan terjadi di mana dia membawa kembar ke super market, dan Lucas ternyata muncul. Entah, kenapa malah Lucas muncul di momen yang tidak tepat.

“Jangan sampai kita bertemu di kebetulan mana pun dalam kondisi aku membawa kembar. Aku tidak akan pernah membiarkan kembar mengenalmu,” gumam Sophia, dengan nad terdengar penuh tekad, tetapi tersirat luka dalam yang dia pendam.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Merindukanmu, Dalam Jerit Tangisku   Bab 19. Tinggal di Apartemen Baru

    “Ingin minum?” tanya Jacob menawarkan wine pada Sophia, tepat di kala wanita itu sudah selesai berdansa. Meski dia tak menyukai di kala MC mengumumkan pertukaran pasangan saat dansa, tetapi dia harus menghargai acara bibinya itu.Sophia berdeham sebentar, berusaha mengatur emosi dalam dirinya. Dia harus tetap tenang, tak ingin sampai Jacob mengetahui bahwa tadi dia sempat berdebat dengan Lucas. Tidak. Dia tidak akan pernah membiarkan siapa pun tahu tentangnya dengan Lucas.“Tidak, Jacob. Aku sedang tidak ingin minum alkohol,” tolak Sophia lembut, pada Jacob.Jacob mengangguk, menanggapi ucapan Sophia.“Hm, Jacob, apa kau keberatan mengantarku kembali ke hotel sekarang? Aku merasa sedang kurang sehat,” ujar Sophia lembut.“Kau sedang kurang sehat? Apa yang kau keluhkan?” Jacob dengan penuh perhatian, menyentuh kening Sophia. Pria tampan itu menunjukkan jelas rasa cemas yang membentang di dalam diri.Sophia tersenyum lembut. “Aku hanya sedikit pusing. Maaf, aku tidak bisa terlalu lama d

  • Merindukanmu, Dalam Jerit Tangisku   Bab 18. Perlawanan Sophia Carter

    “Sophia? Kenapa wajahmu kesal seperti itu?” tanya Joana di kala melihat Sophia masuk ke dalam kamar. Dia yang sedang berkutat pada iPad-nya langsung meletakan iPad-nya ke atas meja, dan menatap Sophia dnegan tatapan bingung serta terselimuti rasa penasaran yang membentang.Sophia menghempaskan tubuhnya ke sofa. “Aku tadi tidak sengaja bertemu dengan ibu Lucas di butik Margareth, Joana.”“Kau bertemu dengan ibu Lucas di butik Margareth?” ulang Joana memastikan, dengan raut wajah terkejut.Sophia mengangguk, menanggapi ucapan Joana.Joana terdiam sebentar. “Kau berada di lingkungan kelas atas. Kau berkenalan dengan Margareth Alford yang merupakan designer ternama. Jadi, aku tidak heran kalau kau bertemu dengan ibu Lucas.”Sophia menghela napas dalam. “Ya, menjadi fashion designer adalah impianku. Aku harus menerima segala konsekunsi termasuk kembali bertemu dengan mantan suamiku berseta keluarganya.”Joana menyentuh tangan Sophia. “Tidak banyak yang aku katakan padamu selain kau harus f

  • Merindukanmu, Dalam Jerit Tangisku   Bab 17. Sifat Tegas Sophia Carter

    Bel pintu apartemen berbunyi nyaring membuat Lucas menghela napasn kasar. Pria tampan itu sejak tadi hanya diam duduk di sofa sembari menatap kosong. Suara ding-dong itu berulang-ulang, semakin membuat kepalanya berdenyut. Dengan napas berat, dia akhirnya bangkit dari sofa dan menyeret kakinya menuju pintu.“Sayang, kau lama sekali membua pintu,” kata Sarah, ibu Lucas, dan langsung masuk ke apartemen putranya itu.Lucas menatap dingin ibunya yang datang ke apartemennya. “Mom tahu dari mana aku ada di sini?” tanyanya dengan nada kesal. Dia sedang malas untuk diganggu, tetapi ibunya malah muncul.“Mommy tadi tanya sekretarismu, dan dia bilang kau kemungkinan di apartemenmu yang ini, Jadi, Mommy langsung datang saja,” jawab Sarah dengan senyuman di wajahnya, tetapi seketika dia menyadari bahwa ada yang tak beres dengan raut wajah putranya. “Sayang? Apa kau sedan gada masalah? Wajahmu sangat kusut sekali,” lanjutnya dengan nada khawatir.Lucas hanya menatap ibunya sekilas, ekspresinya dat

  • Merindukanmu, Dalam Jerit Tangisku   Bab 16. Tak Bisa Mengendalikan Diri

    Sophia menutup pintu kamar hotel dengan cukup kencang, suara pintu tertutup cukup bergema di lorong hotel—menggema seperti jeritan hatinya sendiri. Lantas, tanpa sempat melepas sepatu atau merapikan dirinya, wanita itu berjalan cepat ke arah tempat tidur.Begitu mencapai ranjang, tubuh Sophoa terjatuh dengan lemas. Kepalanya terbenam ke bantal, dan pelan—bahunya mulai bergetar. Tangis itu, yang sejak tadi hanya bergetar di dada, akhirnya pecah kembali.“Kenapa dia harus datang lagi?” bisik Sophia lirih di sela isakan. “Kenapa dia harus menciumku seperti itu, seolah aku ini adalah miliknya.”Sophia menutup wajahnya dengan kedua tangan, jari-jarinya gemetar. Tubuhnya mengejang, seperti tak mampu lagi menahan tekanan yang menumpuk. Ada rasa marah. Ada rasa dipermalukan. Ada luka lama yang terkoyak tanpa ampun. Lucas—pria yang dulu dia cintai, yang telah menceraikannya, dengan tanpa dosanya menciumnya secara brutal dan panas.Hati Sophia benar-benar hancur, dan remuk. Dia merasa diinjak,

  • Merindukanmu, Dalam Jerit Tangisku   Bab 15. Ciuman Pakasaan

    Sophia menatap ke cermin, berusaha mengatur napasnya. Sungguh, dia merasa tak nyaman berada di sana. Ingin rasanya dia berlari sekencang mungkin. Namun, di sisi lain, dia ingin fokus pada kariernya. Hanya saja dia membenci lingkungannya yang mengharuskan dirinya kerap bertemu dengan Lucas. Entah, harus sampai kapan dia terus menerus bertemu dengan mantan suaminya itu. Perasaan tak nyaman selalu kerap masuk ke dalam diri, meski dia berusaha selalu mengendalikan dirinya.Sophia membasuh matanya dengan air bersih, lalu dia berbalik dan hendak bermaksud meninggalkan toilet, tetapi seketika langkahnya terhenti di kala ternyata Lucas berdiri di ambang pintu toilet. Ya, dia jelas ingat bahwa dirinya masuk ke dalam toilet wanita. Namun, kenapa bisa Lucas ada di sini? Otaknya benar-benar sekarang menjadi blank.“Lucas, k-kau kenapa di sini?” bisik Sophia, dengan suara yang pelan nyaris tidak terdengar, tapi cukup untuk memotong udara dingin yang memenuhi ruangan kecil itu.Lucas dengan santai

  • Merindukanmu, Dalam Jerit Tangisku   Bab 14. Kecemburan yang Sulit Diatasi

    Waktu menunjukkan pukul lima sore. Sophia kembali ke hotel. Dia melangkah pelan menyusuri lorong menuju kamarnya, masih dengan map proposal dari Margareth di tangan. Sesampainya di dalam, suasana hangat langsung menyambutnya.“Yeay, Mommy pulang!” seru Caleb dan Chloe di kala melihat Sophia sudah pulang.Sophia tersenyum bahagia selalu mendapatkan sambutan dari anak-anaknya. Dia membalas pelukan anak kembarnya itu, dan tatapannya teralih pada Joana yang ada di hadapannya.“Joana? Kau sudah datang?” tanya Sophia cukup terkejut.Joana tersenyum. “Kejutan. Urusanku di Paris sudah selesai. Jadi, aku bisa langsung ke sini.”Sophia mendesah kesal. “Kenapa kau tidak bilang padaku?”“Well, aku ingin memberikan kejutan,” jawab Joana, dengan senyuman di wajahnya, menunjukkan gigi putihnya.“Bibi Joana sudah datang.” Caleb dan Chloe kini memeluk erat Joana.Joana kembali tersenyum, dan memeluk kembar tak kalah erat.Sophia terdiam sebentar. “Caleb, Chloe, bisa kalian ke kamar Amy dulu? Mommy dan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status