Share

Bukan Mimpi

Aku tertegun menatap Ambar juga sekeliling ruangan kamar ini. Benar. Aku hanya mimpi. Perlahan, tanganku mengusap kasar air mata yang mulai mengering di wajahku.

"Ada apa?" tanyanya lagi. Ambar terlihat begitu khawatir.

"Aku mimpi Azam ...," lirihku.

"Hmm. Kirain kenapa." Ambar menghela napas dengan kasar.

"Tapi begitu nyata, sampai aku nangis gini."

"Beban di pundakmu itu terlalu berat, July. Sudah, tenang aja. Besok kamu pun akan melupakan rasa sakit itu, meskipun secara perlahan."

"Iya, carikan aku tamu yang royal, Mbar."

"Tenang aja, Jul. Tanpa kamu minta pun, aku bakalan kasih yang kakap. Gak mungkin aku kasih yang brekele. Hahaha." Aku dan Ambar tertawa bersama.

Aku jadi teringat kembali dengan almarhum Erna, tapi aku tak mungkin menangis di depan Ambar.

"Ya, sudah. Aku ke kamar lagi, deh."

"Iya."

Hanya Erna yang bisa membuatku tertawa lepas, aku menumpahkan rasa rindu pada Erna lewat air mata. Meminta kepada Tuhan, agar dirinya dimudahkan dan dijauhkan dari siksa kuburnya.

Aku
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status