Share

bab. 8

Author: Pena Arsy
last update Last Updated: 2023-02-18 14:03:17

Arumi menghampiri Dinda yang tengah menonton televisi di ruang tengah.

"Anak Mama makan dulu, yuk!" ucap Arumi sembari mengalungkan lengannya ke pundak bocah itu.

"Nanti aja, Ma. Filmnya lagi seru!" sahut Dinda. Matanya awas menatap layar televisi yang menayangkan film animasi hewan kesayangan Dinda.

"Nontonnya kan bisa nanti lagi. Dinda belum makan lho dari siang, nanti Dinda sakit!" bujuk Arumi.

"Tapi, Ma, filmnya lagi seru. Sebentar lagi si Ochan akan bertemu dengan ayahnya!" sahut bocah polos itu. Tiba-tiba ekspresi wajah Dinda berubah. Dinda yang awalnya tertawa senang saat melihat film kesayangannya, tiba- tiba menjadi murung saat menyebut kata ayah. Arumi tahu Dinda sangat merindukan papanya.

"Kamu kenapa, Sayang?" Arumi menyentuh pipi bakpau bocah itu. Menatapnya penuh cinta kasih.

"Dinda kangen papa, Ma," ucap bocah itu. Matanya terlihat sayu menatap mata sang mama. "Kapan sih, papa akan pulang ke rumah ini?" ucapnya lagi.

Arumi membalas tatapan Dinda. Ia menarik sudut bibirnya, tersenyum ke arah Dinda.

"Papa bilang hari ini papa akan pulang, Dinda jangan sedih lagi ya," ucap Arumi.

Mata bocah itu mengerjap. Sesaat kemudian binar bahagia terpancar jelas dari matanya, setelah mendengar perkataan Mamanya. Gadis kecil itu kemudian berdiri dan tersenyum lebar. "Beneran papa pulang, Ma?" Sekali lagi bocah itu bertanya pada Arumi.

"Ya tentu saja bener, apa pernah Mama bohongi Dinda?"

Gadis kecil itu mengangguk lalu berjingkrak senang. "Asyik papa pulang!" teriaknya sambil berlari mengelilingi sang Mama yang masih berjongkok di atas lantai. Arumi bisa tersenyum lega, melihat buah hatinya itu kembali ceria. Namun itu hanya sesaat. Karena sampai malam tiba, Ardi tak kunjung pulang ke rumah.

"Ma, kenapa papa belum juga pulang?" ucap Dinda. Ia mulai lelah menunggu kepulangan papanya. Berkali- kali gadis kecil itu menguap, tapi ia belum mau beranjak ke kamarnya.

"Sabar ya, Sayang. Mungkin papa sedang di jalan. Dinda tidur saja dulu, nanti kalau papa sudah pulang, Mama bangunin Dinda," ucap Arumi membujuk Dinda. Namun Dinda tetap keras kepala. Ia bersikeras menunggu kepulangan papanya.

Arumi melirik jam di layar gawainya, sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sirna sudah harapannya untuk mendapati suaminya pulang ke rumah. Arumi menatap Dinda yang sudah tertidur di atas sofa, dengan rasa iba. Anak sekecil itu masih membutuhkan kasih sayang ayahnya. Namun Ardi terlalu baik pada Dinda. Bahkan ia justru membencinya.

Dengan lembut, Arumi mencium kening bocah itu. Kemudian ia menggendongnya menuju ke kamar. Arumi duduk tepi ranjang, lalu meraih gawainya untuk menghubungi Ardi. Dengan gusar  Arumi menekan delapan digit nomor telepon Ardi.

"Hallo!" Arumi dibuat terkejut dengan suara wanita yang terdengar dari ujung telepon, saat sambungan telepon itu terhubung. Arumi kembali melihat layar gawainya, memastikan jika ia telah menekan nomor telepon dengan benar. 

Jantung Arumi langsung berdegup kencang, karena memang betul nomor itu adalah nomor Ardi. Tapi siapa wanita yang tadi mengangkat teleponnya? Ia yakin jika itu bukanlah suara Santi. Suara wanita itu begitu lembut dan manja. Tentu juga bukan suara Bu Hilda, karena Arumi sudah hafal dengan suara cempreng mertuanya. Dulu hampir setiap hari ibu mertuanya itu datang dan mengomel kepadanya. Tentu saja suaranya sudah terekam sempurna di dalam memori otak Arumi.

Arumi hendak bertanya, tapi sambungan teleponnya langsung terputus. Hatinya terus bertanya-tanya, siapakah perempuan yang mengangkat teleponnya?

===

Keesokan harinya, seperti biasa Arumi mengantar Dinda berangkat ke sekolah.

"Sayang, kamu belajar yang pinter ya!"

Arumi mencium kening putrinya, dengan lembut. Dinda mengangguk sambil tersenyum. Kemudian bocah itu berlari memasuki gerbang sekolah. Ia berhenti sejenak lalu melambaikan tangan ke arah mamanya, sebelum bocah itu berbalik badan dan membaur bersama teman-temannya.

Arumi tersenyum simpul. Ia bersyukur, Dinda bisa kembali ceria, setelah kekecewaan terhadap sang ayah. Semalaman bocah itu menunggu kepulangan Ardi. Namun hingga pagi menjelang Ardi tak juga kelihatan batang hidungnya.

Arumi masih penasaran dengan wanita yang mengangkat teleponnya semalam. Arumi memutuskan untuk pergi ke kantor Ardi. Ia harus menanyakannya pada Ardi. Ia juga ingin tahu, kenapa Ardi tidak jadi pulang kemarin. Arumi naik angkot, dan turun di depan kantor Ardi. Perlahan ia melangkahkan kakinya, dengan harapan segera bertemu dengan Ardi. Namun ketika sampai di depan gerbang, seorang satpam menghentikan langkahnya.

"Maaf anda dilarang masuk!" Satpam itu berdiri di depan Arumi, menghalangi jalannya. Matanya menatap Arumi dengan tatapan tajam. Menelisik penampilan Arumi dari ujung kaki, hingga ke kepalanya. Wanita berpakaian sedikit lusuh itu, tak pantas berada di kantor semegah ini.

"Maaf, Pak. Saya istrinya Pak Ardi. Apa boleh saya bertemu dengan suami saya sebentar?" ucap Arumi.

Satpam itu mengerutkan keningnya, sebelum berkata, "Pak Ardi hari ini tidak masuk kantor, karena ada keperluan keluarga. Masa anda istrinya tidak tahu?"

"Oh, ya sudah, Pak. Kalau begitu saya cari Mas Ardi di rumah ibu saja, terimaksih," ucap Arumi, lalu pamit undur diri.

Dengan gusar Arumi melangkahkan kakinya ke jalan raya. Kembali menumpang angkot, menuju ke rumah ibu mertuanya. Begitu sampai di sana Arumi begitu terkejut dengan keramaian di rumah Bu Hilda.

Berbagai karangan bunga menghiasi halaman rumah Bu Hilda. Meski tidak begitu ramai, tapi sepertinya di rumah ini sedang ada pesta.

Tega sekali mertuanya mengadakan pesta, tanpa memberitahunya. Dengan cepat Arumi melangkahkan kakinya menuju ke dalam rumah ibu mertuanya. Namun yang dilihatnya sungguh membuat hatinya hancur. Ardi tengah duduk bersanding dengan seorang wanita, sedang di depannya seorang penghulu tengah menjabat tangan Ardi.

"Saya terima nikahnya Aurel Sapta Kusuma dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai!"

Ardi dengan lantang mengucap ijab kabul. Suaranya menggema di seluruh sudut  ruangan itu.

"Bagaimana sah?" Penghulu bertanya pada semua orang yang duduk di sana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Alnayra
astaghfirullah
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   54

    Dokter Andrean buru- buru keluar dari rumah sakit begitu mendengar kabar Dinda diculik. Begitu pedulinya ia pada Dinda. Meskipun ia tak mmiliki hubungan apapun dengan Dinda, tapi anak itu berhasil mengisi salah satu bilik di hatinya. Keceriaan dan keberaniannya berhasil membuat dokter Andrean merasa tersentuh. Terlebih Dinda adalah anak Arumi, gadis yang pernah singgah di dalam hatinya, meski rasa itu hanya bertepuk sebelah tangan."Dokter, tolong saya. Dinda diculik dan penculiknya meminta uang tebusan seratus juta!" Kata- kata Arumi di seberang telepon tadi terus terngiang di kepalanya. Ia tak bisa membayangkan seperti apa perasaan Arumi sekarang. Sepertinya ia sedang panik dan kebingungan saat ini.Dokter Andrean sudah sampai di mobilnya. Tangannya hendak meraih pintu mobil, tapi tiba- tiba seseorang menghentikannya."Dokter Andrean!" Nyonya Tiara dan Tuan Hanggoro saling bergandengan berjalan ke arahnya.Dokter Andrean menajamkan penglihatannya menatap sepasang suami istri yang ta

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   53.

    Ardi menggamit lengan Arumi dan Dinda, memasuki sebuah restoran mewah di kota itu. Kehadiran mereka menarik perhatian beberapa pengunjung lain. Wajah cantik Arumi yang disorot oleh lampu temaram memiliki daya pikat tersendiri. Kecantikannya mampu menarik perhatian orang- orang yang tengah duduk, menikmati makan malamnya di restoran itu.Arumi memang selalu terlihat menarik di mata laki- laki. Mungkin karena hal itulah rasa cemburu Ardi begitu besar. Meskipun Arumi selalu bisa menjaga hati dan pandangannya tapi Ardi justru selalu mencurigainya. Bodohnya ia sampai termakan hasutan ibunya.Ardi semakin mengeratkan tangannya ke lengan Arumi. Sungguh ia merasa sangat beruntung memiliki istri secantik Arumi. Entah selama ini apa yang membuatnya buta sampai menyia- nyiakan istri seperti Arumi.Ardi terus melangkah sampai ketika pandangannya tertuju pada seorang lelaki yang melambaikan tangan ke arahnya.Ardi mempercepat langkahnya menuju ke meja lelaki yang tak lain adalah kliennya itu.Lela

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   52

    "Bu, lihatlah si Babu ini sudah berpakaian rapi, mau kemana dia?" Aurel berteriak ketika melihat Arumi dan Dinda berpakaian rapi. Arumi mengenakan gaun berwarna hitam yang dibelikan oleh Ardi beberapa hari yang lalu. Tubuhnya yang kurus nampak cantik berbalut gaun hitam yang nampak mewah dan elegan itu. Polesan make up tipis di wajahnya, tampak membuatnya semakin cantik. Tentu saja hal.itu membuat Aurel yang selalu iri dengan Arumi naik pitam.Arumi dekil dan penyakitan saja, Aurel iri karena Ardi tetap selalu mencintainya. Apalagi sekarang, Aurel tampak cantik dengan gaun yang dibelikan oleh Ardi. Ardi memang pintar memilih gaun. Gaun hitam itu pas sekali di tubuh Arumi. Aurel sempat melontarkan protes, karena suaminya tak pernah memilihkannya gaun seperti itu. Namun Ardi selalu berkilah. Selera fashion Aurel sangat tinggi, ia takut jika pilihannya tidak cocok untuk Aurel. Namun tentu saja semua itu hanyalah alasan Ardi. Ia memang tidak pernah mencintai Aurel. Perhatian dan kasih say

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   51.

    "Ardi…!" Bu Hilda berlari tergopoh- gopoh ke kamar Arumi. Arumi dan Ardi yang tengah bercengkrama, sontak mengalihkan perhatiannya pada Bu Hilda."Ada apa, Bu?" ucap Ardi seraya menaikkan alisnya."Aurel… Aurel pingsan!" ucap Bu Hilda sambil menunjukan wajah paniknya.Ardi mengernyitkan alisnya mendengar perkataan Bu Hilda. Tadi Aurel nampak baik- baik saja, kenapa tiba- tiba pingsan.Melihat putranya tak bergeming, Bu Hilda langsung menarik tangannya."Ayo, kita harus segera membawa Aurel ke rumah sakit!" "Tapi —" Ardi enggan meninggalkan Arumi. Saat - saat seperti ini adalah saat yang paling dirindukannya. Namun suasana syahdu itu harus rusak karena teriakan Bu Hilda."Ayo, Ardi! Aurel istrimu juga. Kalau sampai terjadi apa- apa padanya, kau juga harus bertanggung jawab!" Bu Hilda meninggikan suaranya, agar anak lelakinya itu mau mengikutinya. Sejenak Ardi menatap Arumi, seolah ingin meminta izin pada wanita itu. Arumi tersenyum sembari menganggukkan kepala, membuat seluruh keragua

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   50.

    Deru suara mobil berhenti di pekarangan rumah Bu Hilda. Beberapa saat kemudian Ardi terlihat turun dari mobil dengan menenteng beberapa kantong plastik dan tas belanja.Bu Hilda, Santi, dan Aurel tersenyum melihat tentengan di tangan Ardi. Sepertinya lelaki itu habis dapat bonus dari kantor sampai belanja sebanyak itu."Wah, kamu habis belanja, Mas?" Aurel mencium takzim telapak tangan suaminya, kemudian bergelayut manja di lengannya."Ya, aku tadi abis dari supermarket, aku juga mampir ke restorant biasa, untuk membeli makanan," sahut Ardi seraya mengangkat kantong plastik yang ditentengnya.Senyum Aurel semakin lebar, melihat logo restorant favoritnya di kantong plastik yang ditunjukkan suaminya itu."Wah, Mas Ardi memang suami idaman. Padahal aku ga minta dibeliin makanan, tapi Mas Ardi sudah pengertian." Aurel hendak meraih kantong plastik dan tas belanja di tangan suaminya itu, tapi belum sempat tangannya menyentuh kantong plastik dan tas belanja itu, Ardi sudah menjauhkannya dar

  • Mertuaku Racun Rumah Tanggaku   49.

    "Mama!" Dinda melepas genggaman tangan Ardi dan berhambur ke arah ranjang Arumi. Baru beberapa hari saja, ia tidak bertemu dengan sang mama, rasa rindunya sudah membuncah. Arumi yang masih lemah, dengan selang- selang infus masih terpasang di tubuhnya mencoba bangun untuk menyambut putrinya itu. Tak bisa dipungkiri, ia juga sangat merindukan Dinda."Sayang, Mama kangen banget sama kamu!" Air matanya meleleh saat tangannya berhasil merengkuh bocah perempuan yang masih memakai seragam SD tersebut."Bagaimana keadaan Mama? Apa perut Mama masih sakit? Biar Dinda obati!" ucap bocah polos itu. Selama ini, yang selalu ia lakukan saat sang mama berguling kesakitan menahan rasa nyeri di perutnya, adalah mengelus- elusnya. Kali ini Dinda pun melakukan hal yang sama, membuat Arumi tersenyum geli."Mama udah ga sakit kok, Sayang," ucap Arumi sembari membelai rambut gadis kecil yang dikuncir dua itu. Semua rasa sakitnya seolah musnah begitu melihat putri kesayangannya itu."Kalau begitu, kapan Mam

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status