Share

Mertuaku Tak Ingin Cucu Perempuan
Mertuaku Tak Ingin Cucu Perempuan
Penulis: Author RD

Bab 1. Melahirkan Anak Perempuan

"Mas ..." Suara Hana lirih terdengar di jam dua belas tengah malam.

Hana memegangi perutnya yang mulas. Saat ini usia kandungan Hana sudah cukup bulan. Adam yang saat itu baru hendak tidur, hanya bisa menghibur istrinya.

"Mas, sakit! Aku gak kuat, Mas! Ayo kita ke bidan yang dekat dari sini saja," ucap Hana sembari terus meringis kesakitan.

"Kamu tunggu di rumah aja dulu. Biar Mas ke sana dulu dan lihat ada enggaknya ibu bidannya, ya."

Hana mengangguk karena sungguh rasa sakit itu kini semakin sering dia rasakan. Sehingga untuk membuka mulut pun tidak sanggup.

Adam mengeluarkan motor dari rumah yang sudah mereka tempati kurang lebih satu tahun itu. Walaupun kecil, tapi rumah itu sudah rumah sendiri dan hanya ditinggali oleh mereka berdua. 

Tak sampai lima menit, Adam kembali lagi ke rumah. "Gak ada orangnya. Kamu sabar aja, nanti kalau sudah pagi, kita ke sana," ucap Adam dengan entengnya.

"Mas ... Aku mau minum." Hana merasakan haus yang teramat seperti orang yang habis berlari maraton. 

Dengan lemah, Hana meminta air kepada suaminya. Adam dengan sigap langsung mengambilkan air minum, walaupun dia sudah sangat mengantuk karena baru selesai menyelesaikan pekerjaan yang sempat tertunda.

Kontraksi yang Hana rasakan semakin menjadi-jadi. Setiap lima menit sekali, rasa sakit itu datang lagi.

"Mas ... Aku gak kuat! Antar aku ke bidan sekarang, Mas!" rengek Hana kepada Adam yang tertidur di sampingnya.

Jarum jam sudah berada di angka empat pagi. Dan sepanjang malam itu, Hana merasakan kontraksi seorang diri karena suaminya tertidur. Hana tak ingin membangunkan suaminya karena tahu kalau Adam juga capek.

Tapi saat menjelang subuh, rasa sakitnya sudah tidak tertahankan dan terpaksa Hana membangunkan Adam, suaminya. 

Kali ini Adam menuruti permintaan Hana karena tak tega juga melihat istrinya kesakitan. Hanya membawa buku KMS dan sebuah dompet, berangkatlah mereka berdua ke bidan yang hanya berjarak satu gang dari rumahnya yang sekarang.

Saat sampai di sana, terlihat satu perempuan berjilbab tengah menyapu tempat yang biasa digunakan oleh bidan praktek. Melihat kedatangan Adam dan Hana, perempuan itu mempersilahkan keduanya untuk masuk.

"Keluhannya apa, Bu?" tanya perempuan yang bisa dipastikan perawat di klinik bidan itu.

"Perut saya mulas dan sakit sejak tadi, Mbak. Aduh ... sakit!" Saat menjawab pertanyaan perawat, Hana merasakan kontraksi lagi.

"Baik, Bu. Silahkan berbaring di sana, ya, biar saya periksa terlebih dahulu."

Dituntun oleh Adam, Hana berjalan menuju kasur. Perlahan, dia berbaring di sana. Perawat yang Hana tidak tahu namanya itu lalu menyuruh Hana untuk mengangkat kedua kakinya.

"Ini sudah pembukaan delapan, Ibu!" seru perawat itu.

"Apa?" Hana sedikit terkejut karena sebelumnya tidak menyangka akan melahirkan hari itu.

Dua hari yang lalu, Hana baru saja periksa di dokter tempat biasa dia periksa. Dan dokter juga menyarankan untuk tidak dilahirkan dalam waktu dekat. Manusia hanya bisa memprediksi, tapi Allah-lah yang menentukan semuanya.

Sejak awal kehamilan, Adam dan Hana sepakat untuk tidak ingin tahu jenis kelamin anak mereka. Biarkan itu menjadi kejutan di hari kelahiran anaknya nanti.

"Nanti kalau sakitnya datang lagi, coba ambil nafas yang dalam, ya, Ibu. Dan jangan mengejan kalau belum pembukaan sepuluh karena nanti bisa berakibat robeknya jalan lahir," terang perawat berkacamata itu. Hana hanya mengangguk saja karena banyak teman-temannya yang juga menyarankan hal seperti itu, jadi Hana sudah tahu. 

Adam saat itu pulang kembali untuk mengambil baju yang sudah disiapkan di tas sejak jauh-jauh hari. Karena jaraknya dekat, Adam tidak begitu khawatir meninggalkan Hana sebentar.

Selang sepuluh menit kemudian, Hana berteriak. "Mbak, aku gak kuat, Mbak! Gimana ini? Kok aku pengen ngeden, ya?" rintihnya.

"Sabar, Bu, jangan dulu! Tarik nafas dan buang secara perlahan, Ibu." 

Hana mengikuti arahan dari perawat itu walaupun sebenarnya sangat sulit. Adam masih senantiasa mendampinginya di ruangan itu.

Perawat perempuan tadi segera memanggil bidan dan menyiapkan persiapan untuk persalinan. Dua kali Hana mengejan, dia hampir menyerah.

"Lagi, Bu! Kepala adiknya sudah keluar," seru Ibu bidan. 

"Ayo, Sayang! Anak kita sudah kelihatan kepalanya. Semangat, Sayang!" Adam meremas kencang tangan Hana dan juga mengelus rambut Hana sebagai penyemangat untuk istrinya itu.

"Owek! Owek! Owek!" Tangis suara bayi terdengar memenuhi ruang bersalin yang ukurannya tidak terlalu besar itu.

"Alhamdulillah, Ya Allah," batin Hana lega.

"Alhamdulillah ... terima kasih, Sayang!" Cup! Sebuah ciuman di kening diberikan oleh Adam untuk Hana.

"Anak kita cantik sepertimu," sambung Adam lagi.

"Anak kita perempuan, Mas?" tanya Hana yang dijawab anggukan oleh Adam.

"Alhamdulillah. Tapi —" 

"Sstttt! Gak usah membahas hal yang bisa membuat kebahagiaan kita rusak, ya, Sayang." Adam memotong perkataan Hana. Hana pun mengangguk pelan sambil menahan air matanya.

Adam dipanggil oleh bidan untuk mengadzani anaknya yang baru lahir. Sementara Hana, dia tengah dilakukan tindakan mengeluarkan ari-ari dalam perutnya. 

Setelah ari-ari dalam perutnya keluar, Hana langsung dijahit jalan lahirnya. Beruntung tidak ada robekan yang lebar pada Hana, jadi dia cukup dijahit dua saja. 

"Ini, Bu, bayinya! Silahkan disusui, ya," ujar perawat sambil membawa bayi perempuan mungil itu pada Hana. 

Perawat dan bidan membantu Hana saat baru pertama kali menyusui. ASI Hana saat itu belum keluar, tapi dia tidak berkecil hati karena support suami, bidan dan perawat di sana sangatlah baik.

"Mas mau telepon Ayah dan Ibu dulu, ya, Sayang. Kamu di sini dulu," kata Adam.

"Iya, Mas."

Adam keluar dari ruangan yang digunakan Hana setelah persalinan. Dia menekan nomer ibunya.

"Assalamu'alaikum, Bu."

"Waalaikumsalam, Dam. Ada apa, Dam?" tanya Ibu Laila.

"Alhamdulillah Hana sudah melahirkan, Bu. Anak kami sehat dan Hana juga sehat," sahut Adam dengan nada yang gembira.

"Alhamdulillah, Ya Allah! Yah ... Ayah ... Hana sudah melahirkan, Yah!" teriak Ibu Laila memberitahukan berita baik itu pada Ayah Adam yang bernama Guntur. 

Ibu Laila tentu saja sangat antusias dan gembira menyambut kelahiran cucu yang sudah dinantikannya. Pasalnya, Adam adalah anak tunggal. 

"Apa, sih, Bu, teriak-teriak?!" cebik Pak Guntur dari dalam kamar. 

"Hana sudah melahirkan, Yah. Keduanya sehat semua," jawab Ibu Hana yang bisa jelas terdengar oleh Adam.

"Pak! Pak! Istri Anda pendarahan hebat. Ayo kita bawa ke rumah sakit!" seru perawat yang lari keluar menyusul Adam.

Adam yang saat itu masih menelepon kelihatan panik. 

"Ada apa, Dam?" tanya Ibu Laila yang juga mendengar teriakan dari perawat itu.

"Dam! Adam ... Kamu dengar Ibu, kan, Nak?" 

Ibu Laila tidak tahu jika saat itu Adam lari membopong Hana masuk ke dalam mobil pribadi bidan untuk segera dibawa ke rumah sakit. 

Apa yang akan terjadi selanjutnya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status