Mertuaku Tak Ingin Cucu Perempuan

Mertuaku Tak Ingin Cucu Perempuan

By:  Author RD   Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
17Chapters
761views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Kebahagiaan Adam dan Hana bertambah ketika Hana melahirkan bayi perempuan yang sangat mungil. Walaupun Hana harus rela kedua tuba falopinya dipotong karena terjadi komplikasi saat persalinan, itu tidak membuat kebahagiaan keduanya berkurang. Baru beberapa Minggu merasakan kebahagiaan, rumah tangga Adam dan Hana diuji dengan permintaan Ayah Adam yang menginginkan cucu laki-laki dari anak satu-satunya itu. Lalu, apa yang akan terjadi jika Ayah Adam sampai tahu jika Hana tidak bisa hamil alami lagi? Simak kisahnya!

View More
Mertuaku Tak Ingin Cucu Perempuan Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
17 Chapters
Bab 1. Melahirkan Anak Perempuan
"Mas ..." Suara Hana lirih terdengar di jam dua belas tengah malam.Hana memegangi perutnya yang mulas. Saat ini usia kandungan Hana sudah cukup bulan. Adam yang saat itu baru hendak tidur, hanya bisa menghibur istrinya."Mas, sakit! Aku gak kuat, Mas! Ayo kita ke bidan yang dekat dari sini saja," ucap Hana sembari terus meringis kesakitan."Kamu tunggu di rumah aja dulu. Biar Mas ke sana dulu dan lihat ada enggaknya ibu bidannya, ya."Hana mengangguk karena sungguh rasa sakit itu kini semakin sering dia rasakan. Sehingga untuk membuka mulut pun tidak sanggup.Adam mengeluarkan motor dari rumah yang sudah mereka tempati kurang lebih satu tahun itu. Walaupun kecil, tapi rumah itu sudah rumah sendiri dan hanya ditinggali oleh mereka berdua. Tak sampai lima menit, Adam kembali lagi ke rumah. "Gak ada orangnya. Kamu sabar aja, nanti kalau sudah pagi, kita ke sana," ucap Adam dengan entengnya."Mas ... Aku mau minum." Hana merasakan haus yang teramat seperti orang yang habis berlari marat
Read more
Bab 2. Operasi
Adam sudah tak ingat lagi jika ia masih tersambung di telepon dengan ibunya. Saat ini dia fokus pada Hana. Sementara bayinya masih dia titipkan di klinik sang bidan."Bu, titip anak saya selama saya masih mengurus istri saya. Nanti saya telepon Ibu saya biar mengambil anak saya," ucap Adam pada Ibu Bidan."Tenang saja, Pak. Anak Bapak akan aman bersama kami. Semoga istri Bapak tidak ada masalah yang serius," jawab Ibu Bidan. Tak lupa pula Beliau mendoakan yang terbaik untuk pasiennya itu."Kalau begitu saya tinggal gak apa-apa, ya, Pak." Bidan itu pun pamit untuk kembali ke kliniknya karena juga punya tanggung jawab pada bayi yang masih merah itu.Sebelum Bidan pulang, Adam meminta nomor telepon Ibu Bidan agar lebih mudah dalam berkomunikasi. Hana masih ditangani oleh dokter di dalam. Adam pun berencana menelepon kembali ibunya karena tadi terputus.Baru saja Adam hendak menelpon ibunya, seorang dokter laki-laki keluar dari ruangan yang digunakan untuk menindak Hana."Suami dari pasi
Read more
Bab 3. Pulang ke Rumah Mertua
Adam mendekap istrinya dalam pelukan. Tentu saja dia tahu isi hati Hana setelah dia mengatakan uang sebenarnya. "Mas akan tetap mencintaimu apa adanya, Sayang. Kita akan besarkan anak kita satu-satunya bersama, ya? Kamu harus semangat agar cepat sembuh dan bisa pulang dari sini. Kamu sudah kangen, kan, sama malaikat kecil kita?" kata Adam pelan. Hana mengangguk pelan.Air matanya mengalir begitu saja ketika berada di pelukan Adam. Jika bukan karena Adam, Hana mungkin tidak akan sekuat itu. Cinta Adam mampu membuatnya menjadi kuat.Setiap hari, Adam mengajak video call Ibu Laila. Tak sehari pun dia lewatkan karena rasa kangen pada anak yang belum sempat dia gendong itu."Anak Ayah lagi apa? Doakan Ibu, ya, semoga cepat pulang dan gendong kamu," ucap Adam sambil mengarahkan kameranya kepada Hana.Hana tak sanggup berkata-kata. Air matanya mengalir begitu deras ketika melihat anak perempuannya itu. Lima hari berlalu. Hana sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Tentu saja hal itu disam
Read more
Bab 4. Perintah Ayah
Bukan tanpa alasan Hana mengatakan hal itu. Jauh sebelum mereka menikah, Pak Guntur selalu mengatakan jika Hana harus memiliki anak laki-laki dari Adam. Jika tidak, Adam akan dipaksa untuk menikah lagi.Ibu Laila yang mendengar percakapan anak dan menantunya itu terkejut. Minuman yang sejatinya untuk Adam dan Hana terjatuh dari tangannya. Gelas itu pecah berserakan di lantai. Selain gelas, ada piring yang berisi buah-buahan ikut pecah. "Astaghfirullah al'adzim!" ucap Ibu Laila lirih. Adam dan Hana bergegas keluar karena mendengar suara sesuatu yang pecah. "Ya Allah, Ibu! Ibu gak apa-apa, kan?" seru Adam yang melihat ibunya menutup mulut dengan kedua tangan. "Apa Ibu mendengar percakapan kami?" batin Hana. "Biar Adam bereskan dulu pecahannya, Bu." Adam dengan cekatan mengambil sapu dan mengumpulkan satu per satu pecahan piring dan gelas yang besar-besar. "Masuk dulu, Bu! Hana ... ajak Ibu ke kamar dulu," ujar Adam pada istrinya."Iya, Mas." Dengan mata yang sembab, Hana menuntun
Read more
Bab 5. Keras Kepala
"Ayah ... Adam mau bicara," kata Adam masih dengan nada sopan. Selama hidup, Adam belum pernah bicara kasar pada kedua orang tuanya dan itu sangat dihindari oleh Adam. Adam tahu karakter ayahnya seperti apa. Jika batu dilawan dengan batu, yang ada akan terjadi perpecahan. Pak Guntur duduk di ruang tamu dengan masih menahan amarah. Sedangkan Ibu Laila, Beliau ikut duduk bersama anak dan suaminya di sana. Ketakutan yang dirasakan Ibu Laila akhirnya terjadi juga. Awalnya Pak Guntur antusias saat diajak Ibu Laila mengambil cucunya di klinik bidan. Tapi, semuanya berubah ketika Beliau tahu jika cucunya perempuan bukan laki-laki."Ayah, kenapa Ayah bicara seperti itu? Tidakkah ada rasa kasihan melihat menantu Ayah yang baru saja melahirkan dan operasi? Belum cukupkah cobaan Hana dengan kehilangan rahim? Bagaimana hati Hana jika Adam menikah lagi hanya untuk memuaskan keinginan Ayah memiliki cucu laki-laki, Yah?" Panjang lebar Adam berkata-kata. "Iya, Yah. Laki-laki atau perempuan itu sa
Read more
Bab 6. Babyblues
Pak Guntur mendengar percakapan Adam dan juga Ibu Laila. "Kesempatan untukku bisa membuat mantu tak tahu diri itu mengerti posisinya di sini!" gumam Pak Guntur. Setelah Adam pergi, Pak Guntur lantas menunggu istrinya keluar dari kamar Hana. Benar saja, tak lama kemudian, Ibu Laila keluar dari kamar Hana dan pergi ke kamar mandi.Sudah menjadi kebiasaan jika Ibu Laila ke kamar mandi, Beliau bisa menghabiskan waktu setengah jam atau bahkan lebih. "Bagus! Waktu yang tepat untukku beraksi. Kamu kira Ayah akan menyerah begitu saja, Hana? Ayah akan tetap memaksa Adam menikah lagi, walaupun harus mengancamku," tekad Pak Guntur.Sebelum masuk ke kamar Hana, Pak Guntur memastikan jika istrinya sudah benar-benar masuk ke kamar mandi. Setelah itu, Beliau dengan langkah mantap berjalan ke arah kamar Hana."Oek! Oek! Oek!" Suara tangisan cucunya terdengar dari luar kamar. Kebetulan pintu kamar Hana tidak tertutup. Pak Guntur langsung masuk begitu saja dan mendapati Hana tengah menenangkan bayi
Read more
Bab 7. Tak Punya Perasaan
"Yah ... kenapa, sih, Ayah nekat seperti ini? Apa mau, Ayah? Istighfar, Yah!" kata Ibu Laila mengingatkan."Tahu apa kamu, Bu? Sudah, kamu diam saja!" seru Pak Guntur."Tunggu di sini sebentar, Pak! Saya mau panggil anak saya terlebih dahulu," kata Pak Guntur kepada dua orang laki-laki itu. Tak lupa, Pak Guntur mempersilahkan ketiganya untuk duduk.Senyum kedua laki-laki itu terasa sangat aneh bagi Ibu Laila. Berbanding terbalik dengan kedua laki-laki itu, perempuan yang disebut akan dinikahkan dengan Adam itu hanya menunduk. Tak sedikitpun dia berani menatap ke depan.Sementara ketiganya menunggu, Ibu Laila mengekor dibelakang suaminya. Ternyata Adam dan Hana sudah bangun dan keduanya tengah berada di kamar Ibu Laila mengambil Kanaya."Ada apa, Yah?" tanya Adam yang melihat ayahnya menghampirinya dengan senyum tak biasa."Ayo ikut Ayah sebentar! Ada yang ingin Ayah kenalkan sama kamu," ucap Pak Guntur. "Ikut kemana, Yah?""Jangan, Dam! Kamu di sini saja gak usah ikut ayahmu," seru I
Read more
Bab 8. Pergi dari Rumah
"Tunggu!" Suara menggelegar Pak Guntur terdengar dari arah dalam.Adam dan Hana menghentikan langkahnya dan membalikkan badan mereka. Terlihat Pak Guntur keluar dari dalam rumah dengan muka merah penuh amarah."Kalau kamu keluar dari rumah ini, Ayah tidak akan menganggap kamu anak Ayah lagi! Ingat itu, Adam!" ancam Pak Guntur.Bak disambar petir di siang bolong, Adam dan Ibu Laila terkejut. Mereka tak bisa mengatakan apapun selain istighfar. Tega sekali laki-laki yang seharusnya menjadi panutan Adam, malah berbuat seperti itu."Ingat itu! Dan Ibu, masuk ke dalam!" perintah Pak Guntur. Matanya tajam menatap Ibu Laila."Kalau Ayah mengusir Adam, Ibu akan ikut Adam! Ayah benar-benar tak punya perasaan!" Kali ini ada perlawanan dari Ibu Laila.Ibu mana yang tidak sakit hati jika sang anak diperlakukan tidak layaknya seorang anak. Hanya karena menantunya melahirkan cucu perempuan, Pak Guntur tega meminta anaknya menikah lagi dan sekarang bahkan mengusir Adam karena tidak mau menuruti perin
Read more
Bab 9. Ibu Hana Datang
Adam baru teringat jika dia sama sekali belum mengabari ibu mertuanya soal Hana yang sudah melahirkan. Sembari menunggu makanan yang dibungkus, Adam mencoba menghubungi mertuanya di kampung. Tut ... tut ... tut ....Terdengar suara khas jika telepon tersambung. Tak lama kemudian, ibu mertuanya yang bernama Ibu Nur mengangkatnya."Assalamu'alaikum, Le. Apa kabar kamu?" sapa Ibu Nur terlebih dahulu.Sudah lama Beliau menanti telepon dari anaknya. Beliau di kampung bersama dengan adik Hana yang masih sekolah di sekolah menengah pertama. Ayah Hana sudah meninggal sejak lama. Dan kini, Ibu Nur mengandalkan hasil dari berkebun untuk hidup sehari-hari."Waalaikumsalam. Alhamdulillah baik, Bu. Maaf, ya, Bu, Adam baru telepon Ibu sekarang. Adam hanya mau mengabarkan kalau Hana sudah melahirkan, Bu. Anak kami perempuan dan sehat, Bu."Ada binar kebahagiaan yang terpancar dari wajah Ibu Nur. Cucu yang dia nantikan ternyata sudah lahir."Alhamdulillah, Ya Allah! Ibu bahagia dengarnya. Anak laki
Read more
Bab 10. Tamu Tak Diundang
"Ibu apa kabar? Sehat?" Hana mencium tangan ibunya setelah meminta Ibu Nur duduk."Alhamdulillah Ibu sehat. Kamu juga baik-baik saja, kan? Mana cucu Ibu?" tanya Ibu Nur sambil matanya mencari bayi mungil Kanaya."Ada di kamar lagi tidur, Bu. Ibu diberitahu Mas Adam?" Hana sendiri lupa untuk memberi kabar pada sang Ibu."Iya. Kok kalian bisa lupa sama Ibu, sih? Sengaja, ya?" sindir Ibu Nur."Bukan begitu, Bu. Setelah melahirkan, Hana sempat pendarahan, Bu. Mungkin Mas Adam panik dan gak mau buat Ibu kepikiran. Tapi sekarang Hana sudah gak apa-apa." Hana sedikit menjelaskan kronologi kejadian saat dia melahirkan. "Astaghfirullah al'adzim! Maaf, Nduk, Ibu gak tau. Tapi sekarang kamu beneran gak apa-apa, kan, Nduk?" tanya Ibu Nur memastikan. Hana mengangguk pelan."Alhamdulillah. Nduk, Ibu mungkin tidak bisa lama di sini, kasihan adikmu di kampung sendirian. Ibu cuma dua hari di sini gak apa-apa, ya?"Menjadi single parent memang tidaklah mudah bagi Ibu Nur. Tapi, selama ini Beliau kuat
Read more
DMCA.com Protection Status