Home / Romansa / Miliarder Tampan itu Ayah Putraku / Bab 5: Perjanjian Kontrak Pernikahan Telah Selesai

Share

Bab 5: Perjanjian Kontrak Pernikahan Telah Selesai

last update Last Updated: 2023-07-04 15:59:21

“Kukembalikan Isabella Halka. Perjanjian kontrak pernikahan telah selesai.”

Isabella berusaha menahan air matanya agar tidak tumpah. Ucapan Evan berdengung layaknya lebah. Tiga bulan kebersamaannya selesai sudah. Pernikahannya dan Evan telah usai. Talak telah dilayangkan padanya. Ditatapnya mata biru Evan yang menurutnya indah. Pria itu sedang berbicara dengan Kartika yang berdiri di sebelahnya. Dia tidak fokus pada apa yang diucapkan Evan. Namun, dia lebih fokus pada wajah pria itu. Wajah itu dipandanginya dalam demi membuat memori di pikiran.

Kartika tersenyum senang. Wanita itu menerima amplop coklat tebal dari Evan Oliver. “Terima kasih sudah percaya padaku, Tuan Oliver. Jika berkunjung lagi ke Semarang, mampirlah kemari. Akan kusediakan wanita cantik untukmu.” Kartika mengulurkan tangannya mengusap lengan kiri Evan.

Mata Evan melirik Bella yang berdiri di sebelah Kartika. Sejak dalam perjalanan menuju kediaman Kartika, Bella hanya diam saja.  

“Tentu.” Evan mengangguk. “Boleh aku berbicara dengan Isabella sebentar?”

Kartika tersenyum lalu menjawab, “tentu saja boleh. Silakan.” Setelah itu Kartika undur diri. Wanita itu melenggang pergi membawa amplop tebal berisi uang dari Evan masih dengan raut wajah gembira.

“Isabella?” Evan memanggil Bella yang masih diam saja. “Ada yang ingin kamu sampaikan?”

Bella menunduk lalu menggeleng. Padahal, ada yang ingin dia sampaikan. Mengenai perasaannya pada Evan. Namun, dia tidak berani mengatakannya. Hari ini dia begitu emosional dan dia tidak tahu apa sebabnya. Dia hanya tidak bisa jauh dari Evan. Mungkin itu saja, 

“Kamu yakin?” Evan bertanya menegaskan apa yang dilihatnya.

Bella menghela napas. “Ada satu hal,” bisiknya. Satu hal lain yang pastinya Evan akan mengabulkannya. Bella yakin itu. “Apa kamu mau mengabulkannya?”

“Tentu.” Evan menjawab tanpa pikir panjang.

“Aku ingin kamu ….” Bella mendongak, lalu melanjutkan, “tersenyum untukku. Itu saja.”

***

Perpisahan itu telah terjadi satu bulan lalu. Namun, Bella masih teringat jelas ucapan Evan yang mengembalikannya pada Kartika. Bella menghela napas. Evan memberikan cukup banyak uang untuk bertahan hidup tanpa bantuan Kartika dalam satu tahun ke depan. Walau begitu, dia tetap tinggal di sekitar kediaman Kartika. Di sebuah kamar kos sederhana khusus perempuan.

“Jadi Mami tidak punya nomor ponsel Tuan Oliver?” Bella bertanya melalui sambungan telepon. Evan pun memberikan Bella sebuah hadiah yang belakangan diketahuinya sebuah ponsel lambang apel yang digigit keluaran terbaru. Dibantu Kartika, Bella belajar menggunakan ponsel pintar tersebut. 

“Tidak, Sayang. Dia datang begitu saja.”

Nada suara Kartika terdengar di telinga Bella seperti menyesal. “Baiklah,” jawabnya pelan. Dia merindukan Evan beberapa hari belakangan ini hingga kedua matanya bengkak karena menangis semalaman.

“Memangnya ada apa, Bella? Sepagi ini kamu meneleponku hanya menanyakan Tuan Oliver.”

Bella menatap layar televisi yang menampilkan sebuah berita mengenai pejabat politik yang tersandung masalah korupsi.

“Tidak ada, Mami. Hanya ingin tahu kabarnya saja.” Bella berkilah. Padahal dia sangat teramat rindu pada pria yang ternyata memiliki senyuman yang menggoda itu. Ya, Evan mengabulkan keinginannya untuk tersenyum. Bahkan, pria itu memeluknya seraya mengucapkan salam perpisahan dan terima kasih telah menemaninya selama berada di Semarang.

“Kuberitahu padamu, Bella. Kita dilarang untuk menemui lagi tamu istimewa itu. Apa pun alasannya. Paham?” 

“Ya, Mami.” Bella mengangguk pelan pada nada bicara Kartika yang penuh penekanan. 

“Apa kau ingin bekerja lagi? Sebab sudah satu bulan kau tidak datang ke rumahku. Itu berarti semenjak Tuan Oliver pergi, bukan?”

Bella melihat kalender yang sudah berganti. Benar, dia sudah lama tidak datang ke rumah Kartika. Terakhir dia di sana ketika meminta bantuan mencarikan kamar kos yang dekat. Dia enggan untuk pulang ke rumahnya di Grobogan. Dia masih enggan bertemu dengan Timo—Bapaknya. 

“Minggu depan boleh, Mami? Beri saya waktu sedikit lagi.” 

Bella meremas ujung kaus yang dipakainya. Siap tidak siap, dia harus kembali masuk ke rumah itu. Seperti yang pernah Kartika katakan padanya dahulu; ada jalan masuk tetapi tidak ada jalan keluar. Lagipula utang Timo pada Kartika belum lunas semuanya. Masih tersisa sedikit lagi. Uang banyak yang diberikan Evan pada kartika saat itu digunakan wanita itu untuk membayar utang Timo dan tidak diberikan pada Bella seperti apa yang diminta Evan. 

“Tentu saja.” Kartika menjawab pelan. “Tetapi jangan lewat dari minggu depan. Mengerti kan maksudku?”

“Ya, Mami. Saya mengerti.” Bella menjawab sedikit ragu lalu menutup telepon. Kartika pandai mengancam dan ucapan yang didengarnya barusan berupa ancaman. 

Bella kembali memerhatikan kalender yang tergantung di dinding. “Tidak ada cara lain selain melupakanmu, Evan.” Bella berbisik. 

Tangannya terulur menyentuh kalender tersebut. Sejurus kemudian alisnya berkerut. Tangannya bergerak menghitung angka demi angka dan membuka lembaran kalender sebelumnya. 

“Harusnya satu minggu lalu,” bisik Bella. Jantungnya berdegup tidak karuan. Dia mulai takut setengah mati. “Tidak. Mungkin aku terlambat saja. Benar seperti itu.” 

Tetapi nyatanya dia masih saja takut. Dinyalakan kembali ponselnya. mengobati rasa penasarannya, dia mulai memesan layanan pesan antar obat daring. Dia menekan beberapa kali layar tersebut. “Semoga hanya terlambat,” bisiknya. “Jika sampai itu terjadi, aku tidak tahu harus berbuat apa.” Nada suaranya mulai gemetar. 

Kartika pasti memakinya habis-habisan dan dia harus membayar denda yang tidak sedikit. Dia pernah melihat dengan mata kepalanya sendiri seorang wanita sepertinya dimaki-maki dan harus membayar denda. Itu terjadi dua hari setelah perjanjian kontraknya dengan Evan berakhir. 

“Kumohon,” pintanya kemudian duduk lemas di sofa.

Dok! Dok! Dok!

Pintu kamar kosnya diketuk tidak lama kemudian. 

“Permisi! Mbak Isabella?” 

Bella segera berdiri dari duduknya mendengar suara seorang pria berteriak memanggil namanya. “Pasti itu pengantar pesananku,” ucapnya pelan. 

“Permisi!” suara pria itu memanggil lagi.

Bella segera membuka pintu kamar kosnya. Dia disambut pria berjaket hijau memakai helm. “Ya, Pak?”

Pria itu menatap Bella sekilas. “Atas nama Isabella?” tanyanya menunduk menatap layar ponselnya.

“Ya, saya.” Bella menahan gemetarnya. Dia gugup bukan main. Kemudian pria itu memberikan pesanan tersebut padanya. “Terima kasih, Pak.”

Pria tersebut hanya mengangguk kemudian pamit pergi. Bella segera menutup pintunya dan bergegas menuju kamar mandi. Hari masihlah pagi jadi dia dapat melakukan tesnya. Dia pun belum makan dan minum setelah bangun tidur tadi. 

“Aku hanya ingin alat tes ini menunjukkan garis 1.” Bella berdoa. Dia takut bukan main. Dia takut jika alat tes itu menunjukkan garis 2 maka habislah sudah semuanya. Simpanan yang dia punya pastilah dikeluarkan untuk membayar denda yang tidak sedikit. Belum lagi utang Timo yang masih belum lunas. Kartika mengatakan padanya demikian. Entah berapa banyak Timo berutang pada Kartika. Padahal simpanan pemberian Evan tersebut hendak dia gunakan untuk membuka usaha toko bunga.

Dia menatap beberapa alat tes yang dia beli tersebut. Dibukanya salah satu alat tes dan mengangkatnya sejajar mata. Dipejamkan matanya lalu menarik napas dalam. “Tuhan,” bisiknya masih memejamkan mata. “Aku memang banyak dosa tetapi kumohon janganlah membuatku tersiksa dengan memiliki anak dari orang yang tidak akan pernah aku temui lagi.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 48 Samudera Membentang (ekstra part)

    “Ini Samudera? Ya ampun! Sudah besar!”Samudera memeluk erat seorang wanita tua dengan erat. “Nenek.” Dia memejamkan mata merasa rindu dengan wanita yang dipanggilnya nenek. Kedatangannya ke Indonesia untuk perjalanan bisnis membantu Evan.“Apa kabar Mama dan Papamu?”Samudera melepaskan pelukannya. “Sehat, Nek.”“Shilah apa kabarnya? Kenapa dia tidak ikut? Nenek rindu.” Chloe kembali bertanya. Mencecar Samudera.Samudera tersenyum. “Bukankah nenek sudah bertemu dengan Shilah dua minggu lalu?”Shilah merupakan adik Samudera. Usianya sekarang menginjak 15 tahun. Dia tidak menyangka akan memiliki seorang adik perempuan ketika dulu Bella sempat keguguran karena terlalu lelah dalam melakukan berbagai kegiatan. Mamanya tersebut sekolah lagi atas permintaan Papanya. Permintaan itu semata untuk memperbarui diri agar lebih baik lagi.“Yah itu sudah lama.” Chloe lalu terkekeh.Mata Samudera menatap berkeliling. “Ke mana Tante Lena, Nek? Nenek sendirian di rumah?” dia mulai sadar tidak ada Lena

  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 47 Bahagia Sepanjang Usia

    “Mentari menanyakan Samudera. Apakah kalian benar pindah ke Amerika?”“Benar, Mama.” Bella menjawab santun.“Ah begitu.”Jawaban pelan itu membuat Bella bingung. “Ada apa, Mama?”“Emm, apakah boleh Mentari bicara dengan Samudera? Di sana sudah malam, ya?”Bella tersenyum. Dia memang tidak tahu menahu bagaimana pertemanan Samudera dengan Mentari sebab putranya tersebut tidak pernah bercerita mengenai teman-teman sekolah padanya. Samudera akan menjawab jika hanya ditanya. Dan kalau tidak ditanya, anak itu tidak akan mengatakan apa pun mengenai kesehariannya.“Oh, boleh. Nanti saya telepon balik Mama Mentari ya. Samuderanya sudah tidur.”“Oh ganggu ya? Tidak perlu kalau ganggu.” Mamanya Mentari mulai tidak enak sebab menganggu tidurnya Samudera.“Oh tidak,” jawab Bella terburu-buru. Mungkin dengan berbicara pada Mentari, murungnya Samudera bisa teratasi. Dia bukannya tidak memerhatikan tadi. Dia melihat putranya yang tidak teramat ceria seperti biasa di Indonesia. Dia hanya berpikir Samu

  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 46 Pesta

    “Evan?!” Bella terkejut melihat Evan berdiri di hadapannya. Di tangannya terdapat koper berukuran sedang. Pria itu tersenyum lebar. Di tangan yang lainnya menggenggam ponsel.“Iya. Ini aku. Datang menemuimu, Isabella.” Evan berkata lembut. Dia melihat Bella yang begitu memprihatinkan.“Evan!” tanpa pikir panjang, dia memeluk erat pria itu. Evan menyambut pelukan erat Bella dengan mengusap kepalanya.“Istirahatlah. Suhu tubuhmu panas.”Bella tersenyum masih dalam pelukan Evan. “Aku merindukanmu, Evan.” Dia sudah seperti orang dimabuk cinta dan dia tidak peduli lagi pada malunya. Dia ingin mengutarakan apa yang dirasakannya saat ini.“Aku juga.” Evan tersenyum senang. “Secepatnya kita menikah. Aku tidak sabar lagi ingin bersamamu setiap hari. Saat pagi kubuka mata aku melihatmu. Begitu juga malam hari ketika aku menutup mataku.”Bella melepaskan pelukannya. Ditatapnya Evan sayu. “Apakah tidak bisa sekarang kita menikah? Di sini?”Alis Evan naik lalu dia tertawa. “Kamu yang sakit ternyat

  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 45 Calon Menantu

    “Selesaikan dulu masalahmu dengan Makena,” ucap Chloe lagi. Perkataan Evan telah membuat Chloe tidak habis pikir. Kekhawatirannya naik ke permukaan. “Aku tidak mau Bella dikatakan merebutmu dari Makena. Aku tidak mau Kakakku memusuhi Bella.”“Tante,” ucap Evan tenang. “Aku tidak ingin berpisah lagi dengan Bella. 10 tahun aku kehilangan jejaknya.”Chloe menggeleng. “Tidak.”“Tante, mengenai kedua orangtuaku itu tidak masalah. Mom dan Dad pasti senang.” Evan berkata lagi masih tenang sedangkan Bella hanya duduk menunduk di sisinya dengan kedua tangan saling bertaut.“Evan.” Hermann akhirnya bersuara setelah dia melihat raut khawatir di wajah Chloe. “Bella sudah kami anggap anak sendiri. Dia tidak akan pergi ke manapun lagi.”“Tapi —““Dengar,” potong Hermann ketika Evan hendak berbicara. “Selesaikan semua masalahmu dengan Makena. Setelah itu barulah kau datang kemari dan bawalah Bella bersamamu ke Amerika.”Evan menelan ludah. Pupus sudah harapannya untuk bersama Bella dengan cepat. Per

  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 44 Penjelasan Evan

    Teriakan itu milik Lena. Gadis itu berkacak pinggang. Di sebelah Lena terdapat Samudera dan Chloe. Kedua tangan Chloe menutupi mulutnya. Terkejut pula. Sedangkan Samudera seperti hendak kesal. Namun, melihat siapa yang memeluk sontak saja anak itu tersenyum lebar.“Om Evan!” dia berjalan cepat menyongsong Evan lalu memeluknya. Dia tidak perlu bertanya pada Evan mengenai ada hubungan apa antara keduanya. Menurutnya, jika dua orang dewasa berlainan jenis melakukan pelukan berarti mereka sayang dan saling cinta.Bella berdehem. Dia berusaha tersenyum walau hatinya gugup sekali. Diperhatikannya Chloe dan Lena yang pastilah butuh cerita yang lebih lengkap. Jika sudah seperti itu, dia mau tidak mau memberitahukan mereka.“Ada apa ini?” Chloe bersuara setelah teriakan Lena tadi.Kemudian Lena menyipitkan matanya menatap Evan. “Jangan ganggu Bella. Kau harusnya paham, Om.”Evan merangkul Samudera. Dia berdehem. “Lena, Tante, aku akan jelaskan,” ucapnya. Di menoleh pada Bella yang berdiri di b

  • Miliarder Tampan itu Ayah Putraku   Bab 43 Kesempatan Kedua

    “Aku tidak menyangka dia Darrel.” Bella berulang kali mengatakan kalimat itu. Alisnya berkerut. Sedetik kemudian dia seolah teringat sesuatu. “Aku pernah melihat foto wanita itu di kamarnya Darrel.”“Makena?” Evan menoleh pada Bella. Pria itu sedang berada di toko bunga. Duduk menikmati kegiatan Bella yang sedang hilir mudik merapikan bunga-bunga tersebut seraya minum kopi. Kopi buatan Bella yang menurutnya masih enak seperti dulu. “Ya. Aku melihatnya dulu ketika aku mencoba mengakhiri hidupku. Foto itu ada di kamarnya Darrel.” Bella mengatakan dengan ringan. Namun, Evan segera berdiri dari duduknya.“Apa?” tanyanya. Dia menghampiri Bella dan berdiri di hadapannya. Kedua tangan wanita itu menggenggam dua tangkai bunga mawar merah. “Kau melakukan apa?” Evan bertanya lagi. Berharap pendengarannya salah.Bella mendongak. “Yang mana?” alis Bella berkerut. Dia tidak mengerti pertanyaan Evan yang terdengar panik serta teerkejut.“Kau mencoba bunuh diri,” ucap Evan lirih. Dia tidak tahu hi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status