All Chapters of Miliarder Tampan itu Ayah Putraku: Chapter 1 - Chapter 10
45 Chapters
Bab 1: Dijual Bapak Kandung Sendiri
“Pak, jangan! Aku tidak mau seperti ini.” Bella bersimbah air mata. Kedua tangannya gemetar di sisi tubuhnya tatkala melihat wajah Timo yang begitu menakutkan baginya.“Kamu mau membantah Bapak?! Begitu?!” Timo melotot. Suaranya menggelegar memenuhi ruangan sempit. Bella pun berlutut memohon belas kasih bapaknya.Bella mendongakkan kepala. Dia berseru, “Pak, Bella mohon jangan! Apa pun Bella lakukan, asalkan jangan ini, Pak.” Kedua tangannya terulur memeluk kaki Timo erat dengan deraian air mata. Timo menghentakkan kaki agar kedua tangan Bella yang semakin memeluk erat kakinya bak lilitan ular terlepas. Pria setengah baya itu menggeram.“Apalagi kali ini? Kamu mau bantu apa?” tanya Timo masih berusaha agar Bella terlepas dari kakinya. “Entah berapa kali kamu berkata sama seperti itu! Mana buktinya?!”Bella menengadah. Wajahnya tersirat ketakutan. “Pak, kali ini Bella janji akan memenuhi segala keinginan Bapak. Namun jangan ini, ya, Pak? Bella mohon!”Timo tidak menggubris. Dia semak
Read more
Bab 2: Perjanjian Kontrak Pernikahan
“Kamu jangan sekali-kali kabur. Paham? Tuan Evan sudah membayarmu mahal.” Kartika menatap Bella tajam. Nada bicaranya penuh penekanan setiap kata. Bella menunduk. “Kamu paham?”Dia sangat paham. Sudah masuk tidak akan bisa menemukan jalan keluar walau pintu itu terbuka lebar. Sebagai jawabannya, Bella mengangguk. “Bagus.” Kartika bersedekap menatap Bella yang duduk di hadapannya masih mengenakan kebaya pengantin sederhana berwarna putih tulang yang sedikit kebesaran di tubuh mungil itu. “Satu lagi, utang Timo masih banyak. Jadi, bersikap baiklah pada Tuan Evan sebab diakhir kontrak nanti, kamu akan mendapatkan pesangon besar.” Kartika berkata lagi. Satu kakinya yang mengenakan sepatu hak tinggi berwarna merah mengetuk pelan.Bella mendongak mendengar penuturan Kartika tersebut. “Maksud Mami? aku harus bersikap baik bagaimana?”Pertanyaan itu disambut gelak tawa Kartika. Bahunya berguncang. Mereka berdua sedang berada di kamar besar di rumah mewah itu. “Kamu polos sekali,” gumamnya
Read more
Bab 3: Hanya Istri Kontrak
“Aku ada rapat mendadak. Aku sudah memesan sarapan untukmu. Makan dan jangan menungguku—Evan.”Bella membaca catatan kecil yang tertempel di lampu tidur. Alisnya terangkat. ‘Tulisan tangan Evan bagus juga,’ pikir Bella. Kemudian, mata Bella tertuju pada jam dinding yang menunjukkan hampir pukul 11:00. Sebentar lagi waktunya makan siang dan dirinya baru bangun tidur. Sarapan itu sudah ada di meja seberang tempat tidurnya. Bella menghela napas pelan. Dia tidak berniat untuk bangun dari tidurnya. Untuk pertama kalinya, dia merasakan bagaimana menjadi seorang istri sepenuhnya dan untuk pertama kalinya pula dia bangun tidur kesiangan. Salahkan Evan dan hasrat besar pria itu padanya semalaman. Matanya kembali terpejam. Namun, segera terbuka lagi sebab perutnya mulai perih. Mau tidak mau, Bella bangkit dari tempat tidurnya dan meraih jubah kamar yang tergeletak di nakas samping tempat tidur. Brak!Pintu yang menjeblak terbuka membuat Bella serta merta menoleh terkejut. Evan pulang lebih
Read more
Bab 4: Isabellaku
“Jalan hidupmu akan berliku.” Alis Bella naik tatkala seorang peramal melihat tapak tangan kanannya. “Begitu?” Bella bertanya pelan. Dia kini berada di pasar malam. Malam itu suasana kota Semarang cerah. Evan mengajaknya berkeliling kota Semarang setelah pulang berbisnis. Sebuah pasar malam menarik perhatian Bella dan pria itu menurutinya. Setelah berkeliling pasar malam, Bella memutuskan untuk masuk ke tenda peramal. Hanya iseng saja. Itu yang ada di pikirannya. Evan diajaknya tetapi pria itu tidak mau dan memilih untuk membeli jagung bakar.“Percintaan?” Bella bertanya lagi. Dia menatap serius peramal wanita berpakaian ala gipsi. Wanita itu mengangguk. Diperhatikannya tangan Bella lagi, lalu berkata pelan, “sabarlah.”Alis Bella semakin naik mendengar ucapan itu. “Aku harus bersabar?”Peramal yang Bella tidak tahu namanya tersebut mengangguk. Tatapannya iba. “Tuhan tahu bahwa kau adalah orang yang baik. Keadaan yang membuatmu seperti ini,” ucapnya. Bella segera menurunkan tanga
Read more
Bab 5: Perjanjian Kontrak Pernikahan Telah Selesai
“Kukembalikan Isabella Halka. Perjanjian kontrak pernikahan telah selesai.”Isabella berusaha menahan air matanya agar tidak tumpah. Ucapan Evan berdengung layaknya lebah. Tiga bulan kebersamaannya selesai sudah. Pernikahannya dan Evan telah usai. Talak telah dilayangkan padanya. Ditatapnya mata biru Evan yang menurutnya indah. Pria itu sedang berbicara dengan Kartika yang berdiri di sebelahnya. Dia tidak fokus pada apa yang diucapkan Evan. Namun, dia lebih fokus pada wajah pria itu. Wajah itu dipandanginya dalam demi membuat memori di pikiran.Kartika tersenyum senang. Wanita itu menerima amplop coklat tebal dari Evan Oliver. “Terima kasih sudah percaya padaku, Tuan Oliver. Jika berkunjung lagi ke Semarang, mampirlah kemari. Akan kusediakan wanita cantik untukmu.” Kartika mengulurkan tangannya mengusap lengan kiri Evan.Mata Evan melirik Bella yang berdiri di sebelah Kartika. Sejak dalam perjalanan menuju kediaman Kartika, Bella hanya diam saja. “Tentu.” Evan mengangguk. “Boleh aku
Read more
Bab 6 Belum Ikhlas
“Kalau dilihat dari siklus datang bulan Mbak Isabella yang terakhir kali, usia kandungan berjalan empat minggu, ya.” Dokter Febri tersenyum menatap Isabella yang menahan air mata. Tangan dokter tersebut terulur mengusap lengan kanan Bella. Hanya dengan perlakuan seperti itu telah berhasil meruntuhkan pertahanan Bella yang telah dibangunnya sejak tadi pagi. Sekedar ingin memastikan apa yang dilihatnya pada alat tes kehamilan, Bella memutuskan untuk datang ke klinik dokter Febri. “Saya harus bagaimana, Dok?” Bella berkata setengah berbisik. Dia tidak bisa berpikir jernih untuk saat ini. “Jalani, ya, Mbak. Ikhlas,” jawab dokter Febri. Wanita dipenghujung usia 45 tahun tersebut menatap Bella dengan iba. Bella mendongak. Ada satu keinginan tiba-tiba terlintas di kepalanya begitu saja. “Dok, bantu saya gugurkan. Ya?” Dokter Febri menggeleng pada permintaan Bella lalu menjawab, “jangan timpakan kesalahan pada yang tidak berdosa, Mbak. Siapa tahu anak yang Mbak kandung nanti membawa kebe
Read more
Bab 7: Kecerobohan dalam Sebuah Amplop
“Kau baik-baik saja?” tangan kekar dengan sigap menarik Bella berdiri. Wanita itu mendongak menatap siapa yang menariknya. Tenyata pengawal Kartika. Pria itu berdiri tanpa ekspresi masih menggenggam lengan kanan Bella. Bella mulai berandai-andai jika pria yang ada di sebelahnya adalah Evan tentulah hatinya senang bukan main. Nyatanya bukan. “Bella?” Suara Kartika yang berulang kali bertanya apakah dia baik-baik saja membuat Bella memusatkan pandangannya. Kartika sudah berdiri di hadapannya dengan tatapan khawatir. “John, dudukkan dia di kursi.” Kartika berkata lagi pada pengawalnya yang bernama John. Tanpa banyak kata, John membimbing Bella duduk di kursi kayu yang ada di kamar itu. Pandangan Bella masih berkunang ditambah lagi perutnya yang mulai mual. Ditahannya rasa tidak enak di perutnya seraya memejamkan mata. “Kau pucat sekali. Apakah perlu kupanggil dokter Febri kemari?” Ucapan itu sontak membuat Bella membuka mata lalu menggeleng. Gelengan kepala membuatnya sakit. “Tidak
Read more
Bab 8: Bayar Denda
“Kuberikan waktu dua hari untukmu berpikir. Jika kau ingin tetap di sini, maka gugurkanlah kandunganmu. Aku tahu siapa yang berani melakukannya. Dan itu bukan dokter Febri.”Itulah yang dikatakan Kartika pada Bella. Batas waktu yang diberikan Kartika akan habis sebentar lagi. Namun, Bella belum mengambil keputusan. Sebelumnya sangat teramat yakin ingin menggugurkan kandungannya akan tetapi entah kenapa dia mulai meragukan keinginannya tersebut. Dia mulai bimbang harus melakukan apa. Kini, pikiran dan hati nuraninya bertolak belakang. Diperhatikan ponsel pemberian Evan. Ponsel yang teramat mahal baginya dan tidak akan sanggup dibelinya.“Evan,” bisiknya. “Aku ingin bertemu denganmu.” Lalu dipejamkan matanya demi menahan air matanya yang ingin tumpah. Saat ini dia berada di sebuah restoran keluarga ternama di Indonesia. Restoran tersebut ramai sebab jam makan siang. Bella sengaja datang sendiri ke restoran yang berada di mall tersebut. Di hadapannya tersaji makanan yang ingin sekali dia
Read more
Bab 9: Percobaan yang Gagal
“Paket! Permisi, Isabella Halka?! Paket!” Suara nyaring kurir pengiriman barang berteriak di depan muka rumahnya membuat Bella urung melakukan apa yang tadi dia niatkan. Alisnya berkerut mendengar suara kurir pengiriman berteriak memanggil namanya lagi. Dia merasa tidak membeli barang apa pun secara daring. Walau begitu, dia tetap turun dari kursi plastik baksonya lalu menuju ruang tamu. “Isabella?!” lagi, kurir berteriak memanggil namanya. “Ya? Sebentar.” Bella merapikan rambutnya lalu membuka pintu rumahnya. Dia mencoba tersenyum walau hatinya masih kalang kabut. “Paket, Mbak.” Kurir tersebut mengangsurkan padanya sebuah paket ukuran sedang pada Bella. “Isabella Halka, kan?” Bella mengangguk. “Benar.” Kurir menyodorkan lagi paketnya. “Paketnya, Mbak.” “Oiya.” Bella menerima paket tersebut dengan bingung. Dia merasa tidak pernah membeli apa pun di lokapasar. ‘Atau mungkin aku lupa pernah membeli sesuatu? Mungkin saja.’ Mengangkat bahu, Bella tersenyum pada kurir paket tersebut.
Read more
Bab 10: Percobaan Kembali Gagal
“Asal kamu tahu, Ibumu itu sekarang jadi perempuan tidak benar!” Timo mengulangi ucapan itu lagi. Untuk kesekian kalinya pada Bella. “Dia nikah lagi dengan orang kaya dan melupakan kita. Apa namanya itu kalau bukan perempuan tidak benar?!” nada suara pria itu meninggi di akhir kalimat.Bella yang sedang mengelap lemari buffet hanya memilih diam. Dia selalu menjadi pendengar ketika Timo mengoceh seperti itu. Dia baru saja tiba dari sekolah ketika Timo menyuruhnya mengelap lemari buffet yang berdebu.“Sudah belum?” Timo menatap Bella dengan mata menyipit. “Orang yang mau beli lemarinya mau datang.”Bella memejamkan mata sekilas. Tiba-tibanya Timo meminta dirinya membersihkan lemari buffet itu ternyata untuk dijual.‘Pasti untuk judi,’ batin Bella. ‘Berapa banyak barang lagi yang mau dijual? Televisi sudah, blender sudah, sekarang lemari.’ Ingin dia meneriaki Timo. Namun, dia tidak berani. Dia takut pria itu murka padanya.“Bella!” Timo membentaknya. “Dengar tidak?!”Plak!Tamparan menda
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status