Share

Sahabat Terbaik

"Diana, sejak kapan kamu disini?" tanya Lia yang melihat Diana sudah berada di depan pintu apartemen miliknya.

Diana berlari menghampiri Lia sambil tersenyum cengengesan. "Sekitar lima menit yang lalu."

Lia hanya manggut-manggut mengerti.

"Dia siapa?" tanya Diana saat melihat pemuda tampan yang berdiri di samping Lia.

Lia menepuk pelan dahinya, hampir saja ia lupa dengan keberadaan Rian.

"Kenalin, ini Rian. Dia adalah rekan di tempatku berkerja," Lia memberi jeda sesaat. "Rian, ini Diana sahabatku."

"Hai Diana," sapa Rian begitupun sebaliknya. Ia mengulurkan tangannya yang langsung disambut riang oleh Diana.

Mata Diana seperti tidak mau lepas dari Rian, pemuda tampan tersebut seolah menghipnotisnya dengan pesona yang tampak menyilaukan.

Rian yang merasa sedikit risih dengan tatapan Diana memilih pamit pergi. "Aku balik dulu ya."

Lia tersenyum singkat. "Iya."

Lia menoleh ke Diana, gadis itu terdiam seperti patung, mulut yang sedikit terbuka dan mata yang yang terus menerawang mengikuti kepergian Rian.

"Diana."

"Diana," panggil Lia kembali. Namun, gadis tersebut masih sibuk dengan dunianya.

"Woii! Ilernya tumpah tu," peringat Lia.

Dengan gerakan cepat, Diana mengatup bibirnya dan mengelap area sekitar mulut.

"Gak ada kok," bantah Diana yang sukses membuat Lia tertawa terpingkal, yang benar saja, Diana begitu polos mempercayai perkataannya.

Melihat Lia yang tertawa ngakak membuat Diana tersadar, bahwa dirinya baru saja dibohongi Lia.

"Dasar temen lucnat," cerca Diana kesal.

"Habisnya kamu sih, lihat cowok sampe segitunya." Jujur Lia sembari menggelengkan kepalanya.

Diana kembali tersenyum cengengesan, ia membayangkan wajah Rian kembali.

"Udah cukup halunya, cepat masuk," ajak Lia yang sudah membuka pintu.

Diana kemudian mengikuti langkah Lia masuk ke dalam kamar apartemen. Ia melepaskan sepatu dan menggantinya dengan sandal begitu pula dengan Lia.

"Oh ya, kenapa kemari?" tanya Lia saat keduanya duduk di sofa.

Diana melirik sekilas Lia dengan ekor matanya. "Kenapa tidak suka aku menginap di sini."

"Bukan itu, aku hanya bingung, bukankah ibumu baru pulang kemarin. Ku pikir kalian akan menghabiskan waktu bersama," ucap Lia jujur.

Diana tertawa hambar. Andai saja yang dikatakan Lia itu benar maka, ia dan ibunya mungkin sedang bersama sekarang tetapi, hal tersebut tidak terjadi. Ibunya terlalu sibuk dengan pekerjaannya.

"Mama balik ke London, katanya terjadi beberapa kendala untuk ajang fashion bulan ini, itu sebabnya dia harus kembali kesana." terang Diana menunduk.

Lia sungguh mengerti perasaan Diana saat ini. "Jangan sedih gitu dong, kan ada aku."

Lia merentangkan kedua tangannya bermaksud memeluk sahabatnya itu namun, Diana langsung mencegah pergerakannya.

"Mandi dulu sana!" Peringat Diana menepis tangan Lia agar menjauh darinya.

Sementara Lia hanya tersenyum kikuk, ia kemudian bangkit dari sofa dan pergi ke kamar mandi.

🍀 🍀 🍀

Setelah selesai mandi, Lia mencium aroma makanan yang membuat perutnya keroncong, dengan cepat ia memakai pakaian dan pergi ke dapur.

Di sana ia mendapati Diana yang tengah sibuk berkutat dengan alat masak, memang tidak dapat diragukan lagi, selain cantik Diana juga pintar memasak. Kemampuan memasaknya bahkan mampu menandingi chef bintang lima. Sebenarnya Lia juga bisa memasak hanya saja tidak se pandai Diana. 

Diana adalah gadis yang berasal dari masyarakat kalangan atas atau bisa di bilang, orang yang lumayan terpandang. Orang tuanya termasuk pengusaha kaya di negeri ini. Namun sikap Diana tidak seperti anak orang kaya kebanyakan. Ia tidak pernah sombong atau pemilih dalam berteman itulah hal yang paling dikagumi Lia.

Lia ingat, Saat mereka kuliah dulu, dimana semua orang sibuk memamerkan tas bermerek tetapi, Diana ia sama sekali tidak tertarik, padahal hampir setengah dari barang mahal tersebut berasal dari perusahaan fashion yang dikelola ibunya. Ia bisa saja meninggalkan Lia dan berteman dengan gadis yang setara dengannya. Namun, Diana tidak melakukannya, ia lebih suka hidup sederhana asalkan hal tersebut membuat dirinya nyaman.

Sungguh Lia amat beruntung memiliki sahabat seperti Diana.

"Ngapain diam disitu, lagi merenungkan nasib," tuduh Diana yang menyadari kehadiran Lia, ia kini tengah sibuk menyajikan pasta di atas piring.

"Anggap saja iya," sahut Lia yang telah duduk di kursi. "Wahh, pasta seafood."

Mata Lia ikut berbinar melihat makanan yang tergeletak tepat didepannya, bukan hanya itu, liurnya serasa ikut menetes.

Setelah selesai memasak, Diana melepas celemek yang ia gunakan dan duduk di kursi.

"Boleh dimakan sekarangkan?" tanya Lia memastikan.

"Gak, sepuluh tahun kemudian baru boleh di makan," ketus Diana.

"Keburu mati kelaparan kalau gitu," sahut Lia asal.

Setelah itu tidak ada suara, keduanya sibuk menyantap makanan dalam diam.

"Enak banget," puji Lia setelah menghabiskan sepiring pasta hanya dalam waktu singkat.

Diana tersenyum bangga. "Tentu saja kan aku yang masak."

Lia langsung menghadiahkan keduanya jempolnya kepada Diana.

"Aku gak perlu dua jempol darimu, cepat cuci piring sana." ujar Diana menunjuk piring kotor dengan dagunya.

"Siap bos," balas Lia, ia segera mengumpulkan piring kotor lalu, mencucinya.

* * *

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status