“Ibu, kemana kakak? Dia belum kembali sejak kemarin.”
Danastri, perempuan berusia 45 tahun itu mengambilkan sepotong paha ayam ke piring Freya sembari berujar, “Kakakmu mungkin tidak kembali. Makanlah. Ibu sudah berusaha menghubunginya tapi tidak kunjung dijawab.”
Freya sedikit tidak percaya tapi ia mengangguk mengerti. Pikirnya, mungkin saudaranya itu tengah sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak bisa pulang. “Kakak mungkin sibuk.”
Danastri tersenyum kecil dan kembali dengan makanannya. Mencoba mengabaikan pertanyaan Freya yang membuatnya juga khawatir akan sesuatu, namun pilihannya sudah bulat dan ia harus mengabaikan apapun yang terjadi.
Suara ketukan pintu membuat Danastri dan Freya saling pandang. Kerutan pada kening keduanya jelas mengatakan kebingungan. Siapa yang datang dipagi buta?
“Temanmu?”
Freya menggeleng. “Hari ini sekolah libur dan tidak ada tugas. Tidak mungkin temanku berkunjung apalagi sepagi ini, kan?”
Jawaban Freya membuat Danastri mulai bimbang dengan siapa tamu yang datang. Tidak mungkin Alena kembali, kan?
“Aku akan membuka pintunya.”
Danastri tidak bisa mencegah Freya yang lebih dulu berjalan pergi sebelum sempat ia cegah. Danastri menghembuskan napas berat berharap yang datang bukanlah Alena atau perempuan itu.
“Kakak!”
Danastri memejamkan matanya dalam. Ia belum siap memberitahu apapun kepada Alena dan kenapa anak itu pulang sepagi ini? apakah keluarga mempelai pria membuat anaknya tersiksa?
“Dimana, Ibu?’ tanya Alena lembut dan merapikan rambut Freya yang sedikit berantakan. Tetapi bukannya menjawab, Freya terus menatap sosok di belakang Alena yang seolah tidak peduli dengan keberadaannya.
“Kakak … siapa dia?”
Alena tersenyum kecil. “Dia-”
“Kakakmu dijual padaku.”
Freya membulatkan mata mendengar jawaban pria tersebut serta Alena yang berusaha tetap tenang dengan sahutan Geovan. Bisa-bisanya pria itu!
“Jangan dengarkan dia. Ayo masuk dulu.”
Alena menarik lengan Freya untuk masuk ke dalam rumah. Mengabaikan Geovano yang mengikuti mereka dengan mata mengedar melihat rumah kecil Alena yang bahkan tidak sebanding dengan rumah yang ia miliki. Sungguh perbedaan yang menakjubkan.
Alena mendapati Danastri yang duduk di ruang makan tanpa mau menoleh sedikitpun padanya. Melihat raut wajah ibunya membuat Alena tahu bahwa ibunya juga terpaksa melakukan ini padanya, meski Alena tidak tahu keuntungan apa yang diterima oleh ibunya, tetapi Alena yakin ibunya telah memikirkan semuanya.
Alena kecewa tetapi tidak menyalahkan ibunya.
“Ibu, kakak sudah pulang.” Freya memberitahu dengan senyuman lebar sembari kembali duduk di kursinya. Mempersilakan Alena dan juga pria asing untuk ikut duduk.
Geovano menatap meja kecil yang digunakan untuk makan. Kursi tampak usang dan beberapa perabotan yang tergeletak di atas meja lain. Meski merasakan perbedaan yang luar biasa, tetapi Geovano berusaha tetap tenang. Rumah Alena sungguh tidak pantas dihuni.
“Freya kakak minta tolong kamu makan di dalam kamar, boleh?”
Freya menatap heran tetapi kemudian mengangguk dan segera pergi dengan membawa piring makannya. Alih-alih memusatkan perhatiannya kepada Alena, Danastri justru juga ingin pergi.
“Ibu.”
Danastri menahan tangis mendengar Alena memanggilnya. “Kamu boleh kecewa atau bahkan marah sama Ibu. Ibu tidak akan melarang karena ini memang kesalahan yang Ibu perbuat.”
Geovano terkekeh. “Sudah tahu salah juga merugikan saya.”
Danastri menundukkan pandangan. “Maaf.”
“Kamu pikir dengan maaf semua masalah saya selesai? Dimana Alisya?”
Alena sedih melihat ibunya tersudutkan, tetapi ia juga tidak berhak melarang Geovano yang memang dirugikan dalam masalah ini. Bagaimanapun juga, Alena sudah menyetujui untuk bekerja sama dengan Geovano untuk mengusut masalah Alisya.
Danastri menggeleng. “Saya tidak tahu dimana perempuan itu. Saya hanya bertemu sekali dan tidak ada komunikasi sama sekali.”
Geovano tertawa. “Kamu pikir bisa membodohi saya? Saya bisa menuntut keluarga kamu karena melakukan penipuan.”
Alena menatap Geovano yang mengancam ibunya.
“Saya sungguh tidak tahu dimana perempuan itu. Saya tidak berbohong.”
Danastri beranjak dan memberikan ponsel sekaligus amplop dengan isi uang di dalamnya. Memberikannya kepada Geovano untuk diperiksa.
Geovano segera mengecek ponsel dan tidak menemukan nomor apapun. “Dimana kamu bertemu dengan Alisya?”
Danastri menatap Alena, merasa bersalah dengan anaknya. “Di hotel starlight.”
Itu hotel yang dirinya gunakan untuk melakukan pernikahan.
Geovano menghembuskan napas panjang lalu beranjak. Berjalan keluar tanap memperdulikan Alena yang masih berdiam diri menatap Danastri.
“Ibu.”
Danastri tidak bisa menahan air matanya. “Maafkan Ibu, ya? Ibu janji tidak akan mengulangi kesalahan lagi.”
Alena memeluk ibunya. Keluarganya memang miskin setelah ditinggalkan oleh ayahnya yang meninggalkan banyak hutang, apalagi Freya juga memiliki penyakit yang membutuhkan biaya banyak.
“Jaga diri baik-baik sama Freya, ya? Alena akan berusaha membantu.”
Danastri mengangguk. “Kamu juga jaga diri. Kalau ada yang menyakiti kamu bilang saja sama Ibu.”
“Mereka baik, Ibu. Tapi keberadaan Alena yang salah dan membuat mereka kecewa.”
“Maafkan, Ibu.”
“Sudah tidak apa-apa. Alena bisa mengerti posisi Ibu juga sulit. Alena akan berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik dan membantu ekonomi keluarga kita, ya?”
***
“Kenapa kamu mengancam ibuku?”
Geovano melirik Alena yang baru saja masuk ke dalam mobil setelah cukup lama pria itu menanti. “Kamu pikir dengan bicara baik-baik wanita itu akan mengerti?”
Alena menatap tidak suka bagaimana Geovano merendahkan ibunya. “Kita tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan ibuku berhubungan dengan Alisya, tetapi tidak juga menggunakan kekerasan, bukan?”
“Kekerasan?” tanya Geovano menatap murka pada Alena. “Ibumu yang menyetujui dan menggantikanmu ke pernikahanku. Dimana letak aku melakukan kekerasan padanya? Dia masih baik-baik saja dan menerima uang yang tidak seberapa.”
“Tuan aku tahu kamu kecewa. Lagipula kita masih harus menyelidiki semuanya. Ibuku sudah mengatakan bahwa dia tidak berkomunikasi dengan Alisya dan hanya bertemu satu kali. Bagaimana kamu langsung meng-klaim kalau hanya ibuku yang bersalah?”
Geovano menarik rahang Alena, membuat gadis itu meringis. “Jelas-jelas ibumu juga bersalah. Kenapa kamu membela orang yang bahkan menjerumuskan dirimu pada hal yang tidak kamu sukai?”
Geovano tertawa menyadari sesuatu. “Ah … atau memang ini rencanamu menggagalkan pernikahanku? Kamu ingin menikahi pria kaya untuk membuat keluargamu hidup layak?”
Alena mengerutkan kening. Sungguh tidak mengerti isi pikiran Geovano yang semakin merendahkan dirinya. Ia melepaskan tangan Geovano paksa. “Jikapun ingin aku tidak akan memilih pria sepertimu, Tuan.”
Jemarin Geovano mencengkeram. Bisa dilihatnya Alena tidak peduli dan lebih memilih melihat ke depan. Geovano segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Membuat Alena berusaha kerasa menahan ketakutannya.
Geovano segera keluar dari mobil, berjalan masuk ke dalam ruamh mewah dengan dua orang yang menjaga pintu. Alena menghembuskan napas panjang. Jika tidak karena terpaksa, Alena sudah pergi dari kehidupan Geovano dan tidak peduli dengan apapun. Sayangnya mereka sudah terlanjur menikah.
Meskipun hanya formalitas, tetap saja jika berpisah Alena akan berubah status menjadi janda.
Tok! Tok! Tok!
Alena menoleh ketika kaca mobil diketuk. Ia menurunkan kaca mobil dan melihat satu pelayan yang tersenyum begitu melihatnya.
“Nyonya besar meminta Anda segera masuk dan menyapa keluarga, Nona.”
Rose menggeleng. “Saya tidak tahu kemana nyonya pergi.”Geovano mengangguk dan meminta Rose segera pergi. Alena benar-benar selalu mencari masalah dengannya. Tidak bisakah gadis itu berdiam diri dan menikmati semua fasilitas yang ada di dalam rumahnya tanpa melakukan sesuatu yang membuat Geovano berpikir?Geovano akan keluar saat melihat Alena memasuki ruang kerjanya. Melihat penampilan gadis itu yang hanya mengenakan pakaian kusut dan wajah tanpa make up sama sekali. Penampilan seperti itu dibuat keluar rumah? Mau mencoba menjadi pengemis jalanan?“Kenapa kau ke sini?”“Rose mengatakan padaku kau mencariku. Jadi, aku datang.”Geovano memberikan intruksi untuk Alena segera keluar. Gadis itu berbalik dan melangkah pergi, tetapi ketika berada di ambang pintu ia kembali menoleh. Melihat Geovano yang menatap ke arahnya dengan satu alis terangkat.“Maaf aku tidak bilang sebelum keluar.” Alena menutup pintu setelahnya, membuat Geovano mengernyit.“Wanita itu benar-benar!”Geovano kembali me
Alena mengernyitkan kening. Jadi … Geovano mengajaknya ke rumah keluarganya?Alena segera turun dan mengikuti pelayan yang menjemputnya. Bisa dilihatnya rumah mewah milik keluarga Geovano yang bahkan lebih luas dari rumah yang Geovano tinggali. Pria itu benar-benar kaya!Alena tersenyum kaku begitu sampai di depan keluarga Geovano, sedangkan pria itu bahkan duduk santai dengan bermain ponsel.“Menantu kita sangat cantik.”Alena sangat kaku mendapatkan pujian dari nenek? Alena tidak yakin, tetapi melihat ke empat orang di sini wanita itu memang sudah berusia dengan rambut yang berwarna putih dan kerutan wajah yang terlihat jelas.“Duduklah.”Alena mengambil duduk di samping wanita ber-uban yang memberikannya isyarat. Pelukan hangat bisa dirasakan oleh Alena setelahnya, melihat senyuman ketiga orang yang terlihat tulus. Sangat berbeda dengan pria es yang duduk diujung sana.“Siapa namamu?”“Alena.”Velonia, ibu Geovano tersenyum. “Nama yang cantik seperti orangnya.”“Terimakasih, Nyonya
“Ibu, kemana kakak? Dia belum kembali sejak kemarin.”Danastri, perempuan berusia 45 tahun itu mengambilkan sepotong paha ayam ke piring Freya sembari berujar, “Kakakmu mungkin tidak kembali. Makanlah. Ibu sudah berusaha menghubunginya tapi tidak kunjung dijawab.”Freya sedikit tidak percaya tapi ia mengangguk mengerti. Pikirnya, mungkin saudaranya itu tengah sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak bisa pulang. “Kakak mungkin sibuk.”Danastri tersenyum kecil dan kembali dengan makanannya. Mencoba mengabaikan pertanyaan Freya yang membuatnya juga khawatir akan sesuatu, namun pilihannya sudah bulat dan ia harus mengabaikan apapun yang terjadi.Suara ketukan pintu membuat Danastri dan Freya saling pandang. Kerutan pada kening keduanya jelas mengatakan kebingungan. Siapa yang datang dipagi buta?“Temanmu?”Freya menggeleng. “Hari ini sekolah libur dan tidak ada tugas. Tidak mungkin temanku berkunjung apalagi sepagi ini, kan?”Jawaban Freya membuat Danastri mulai bimbang dengan siapa tamu ya
“Luna.”Pelayan yang baru saja keluar dari kamar majikannya itu menoleh dan mendapati pelayan utama yang memanggilnya. “Ya, Rose?”“Apa nyonya beristirahat?”“Ya, baru saja tertidur setelah melihat kami bekerja.”Rose tampak manggut-manggut dengan jawaban Luna. “Baiklah, kau bisa pergi.”Luna kemudian pergi meninggalkan Rose sendiri. Pelayan itu menatap ke arah pintu kamar yang tertutup. Senyumnya tersungging dengan langkahnya yang pasti.Suara derit pintu yang terbuka dengan perlahan membuat Alena yang baru saja akan terlelap kembali terjaga. Matanya mencoba tetap terpejam dengan suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya. Alena merasa ada yang aneh.“Kenapa juga tuan mau menikahi perempuan ini? Dia tampak tidak cukup baik dengan penampilan usang.”Alena mendengarkan meski ia menyetujui ungkapan seseorang itu.“Wajahnya memang cukup menarik tapi siapa yang tahu isi hatinya? Dia mungkin hanya membutuhkan uang tuan.”Satu pendapat Alena tentang seseorang ini. dia pasti sangat menyukai
Seorang perempuan dengan gaun putih pernikahan menjuntai berjalan di tengah ramainya tamu yang datang. Wajahnya tidak terlihat jelas dengan tudung yang menutup. Rambutnya tergerai dengan sebuah mahkota yang tertutup pula. Semua mata masih memandang, saling mengagumi dengan penampilan juga bertanya akan bagaimana rupa dari sang pengantin perempuan.Di depan sana, seorang pria dengan seulas senyuman memandang bagaimana wanitanya berjalan mengarah padanya. Begitu anggun dan tampak jauh lebih sempurna.Senyuman itu menghilang begitu saja begitu menyadari sesuatu. Matanya menyorot tajam pada cara berjalan serta bentuk tubuh yang sedikit kebesaran mengenakan gaun pengantin tersebut. Langkah perempuan itu semakin dekat, begitu pula dengan kernyitan pada kening sang pria.Dia … bukan wanitanya!“Siapa dirimu?!”Alena, gadis itu yang yang sejak tadi berusaha menahan diri untuk tidak kabur dari acara sacral ini gelisah. Pandangannya menyorot pada pria di depannya meski samar.“A-aku-”Pria itu