"Daisy ...."
Daisy terduduk di ranjang. Ia memeluk tubuhnya sendiri. "Tidak ...." ia meracau sendiri.
"Daisy ...." aku duduk di sebelah Daisy. "Semua akan baik-baik saja. Aku akan melindungimu."
Aku menyentuh telapak tangannya yang dingin.
"Aku ...." Daisy menatapku dengan mata berkaca-kaca. "Aku takut dengan Kent."
"Kau akan baik-baik saja." Aku membawa Daisy ke dalam dekapanku. "Aku janji, akan melindungimu."
"Kenapa? Kenapa kau ingin melindungiku terus? Kau punya kesibukan sendiri."
"Karena ...." jeda sejenak. "Karena aku mencintaimu."
Daisy terdiam, lalu menatap mataku lekat-lekat. Wajahku semakin dekat dan hanya berjarak beberapa senti saja dari wajah Daisy. Ketika suasana berubah menjadi romantis, tiba-tiba saja pintu kamar Daisy terbuka lebar.
Aku dan Daisy salah tingkah, kami melihat ke arah pintu dan menemukan sosok Carie menatap kami dengan mata terbelalak.
"Hai, Carie ... masuklah." Daisy
"Drew ... awas!" Tiba-tiba Alexa berteriak. Aku melihat ke arah kiri dan sebuah mobil range rover melaju kencang ke arah mobil kami dan kecelakaan besar baru saja terjadi.Mobil kami berputar, posisi kepalaku berada di bawah. Aku merasakan dara mengalir dari dahiku. Hal terakhir yang aku lihat adalah, Alexa terlempar jauh ke aspal.Lalu, semuanya menjadi gelap.***Kepalaku rasanya ingin pecah, aku bisa merasakan samar-samar cahaya lampu yang ada di atas. Lalu, perlahan-lahan aku membuka mata. Dan melihat kondisi di sekelilingku, tidak ada siapapun di sini. Hanya ada aku yang baring di atas brankar rumah sakit."Drew, kau sudah sadar?" Ibu tiba-tiba masuk ke dalam ruanganku. Matanya sembab seperti habis menangis."Ibu sangat mencemaskanmu." Ibu langsung memelukku."Apa yang terjadi?" tanyaku."Kau dan kakakmu mengalami kecelakaan."Aku memejamkan mata sejenak dan berusaha mengingat-ingat. "Di mana Alexa?" Aku melepas peluk
"Orang yang menabrakmu baru saja meninggal." Ibu dan aku menatap Ayah dengan mata melotot lebar. "Dan, polisi bilang kalau pelaku dalam keadaan mengantuk saat membawa mobil." "Apa?" Aku nyaris berdiri dari brankar, tapi Ibu menahan tubuhku. "Apakah polisi tidak tahu siapa dalang dari tabrakan itu?" "Drew, tidak ada dalangnya. Pelaku memang mengantuk saat membawa mobil dan tidak sengaja menabrakmu." "Tidak mungkin. Pasti ada seseorang yang menyuruh pelaku menabrak mobil kami dengan sengaja." "Ayah sudah katakan itu, tapi polisi menertawakan Ayah. Karena tidak mungkin pelaku membahayakan nyawanya." "Sial!" Aku mengepalkan kedua tangan. "Pasti ada CCTV di sekitar sana. Seharusnya polisi mencari tahu bukti-bukti yang ada." Ayah hanya bisa terdiam. "Aku harus mencari pengacara. Dan aku tidak ingin kasus ini ditutup secepat itu. Pelaku yang sebenarnyar harus di tangkap!" "Kau harus tetap tenang, Drew. Dokter b
Andreas terlihat sangat marah. Aku lupa kalau Andreas lebih hebat daripadap aku, apalagi jam terbangnya lebih tinggi. Dia lebih punya segalanya dan bisa melakukan apapun. Dan, harusnya aku menyadari hal itu."Maafkan aku." Aku hanya bisa terkekuk lesu. "Seharusnya aku tidak membawa Alexa ke dalam masalahku.""Harusnya tidak! Sekarang, kau lihat kondisi Alexa? Jika terjadi sesuatu kepada Alexa. Bukan hanya Kent yang akan aku bunuh, tapi juga kau!" Andreas menunjukku. Matanya seolah mengeluarkan bara api yang hendak membakarku."Sudah, hentikan perkelahian ini. Tidak ada yang mau semua ini terjadi." Ayah berusaha meredakan amarah Andreas. "Bahkan, aku sendiri sebagai Ayahnya juga tidak rela jika putriku kenapa-kenapa." Ayah menahan tangis.Gedebuk! Ibu mendadak pingsan dan tubuhnya jatuh ke lantai. Semua langsung panik. Terutama Ayah. Evans segera memanggil suster di luar, kemudian Ayah dan Evans membawa Ibuku menuju ruangan lain bersama para suste
"Kau tidak menyukaiku?""Apa?" Daisy mendongak terkejut."Aku sudah menyatakan perasaanku. Lalu, bagaimana denganmu sendiri? Apa kau tidak menyukaiku?""Um ...." Daisy menyelipkan sejumput rambutnya ke belakang telinga. "Aku ...."Ponselku tiba-tiba berdering. Sial! Ini bukan waktu yang tepat untuk merusak suasana. Aku berusaha mengabaikan ponselku dan menanti tanggapan dari Daisy. Wanita itu terus melirik ponselku yang tidak berhenti berdering."Siapa tahu itu penting," kata Daisy.Aku mendengus kesal. Lalu mengambil ponselku dan melihat nama Rehan berkelap-kelip di layar."Ya, ada apa?" aku menerima panggilan."Pak, dugaan kita benar. Kent adalah dalang dibalik semua ini. Dia membayar seorang laki-laki agar sengaja menabrak kalian. Dan Kent membayar uang sejumlah satu milyar kepada keluarganya.""Apa?" aku terkejut. Sungguh Kent tidak punya hati nurani. Ia merelakan nyawa seseorang demi menghancurkan aku dan keluargaku
"Drew ...." pintu ruanganku tiba-tiba terbuka. Perhatian kami teralihkan pada ayahku yang sudah berdiri di ambang pintu."Ada apa, Yah? Bagaimana kondisi Ibu?" "Ibumu baik-baik saja. Tapi, Alexa ...." kalimat Ayah terhenti."Kenapa dengan Alexa?""Alexa sudah siuman," kata Ayah.Membuat aku dan Daisy bernapas legah."Sekarang Alexa sudah dipindahkan ke kamar rawat inap biasa. Dokter bilang, ini keajaiban dari Tuhan yang telah membuat kondisi Alexa semakin kuat.""Haa...." aku mengehela napas sambil menatap langit-langit. "Aku ingin melihat kondisinya sekarang." Aku nekat mencabut infusku sendiri sehingga keluar darah dari tanganku.Daisy dan Ayah langsung syok. Terutama Daisy, ia menahan bahuku untuk segera beranjak dari kasur."Drew, kau tidak boleh kemana-kemana. Pikirkan kondisimu sekarang.""Kenapa tidak boleh? Aku sudah sembuh!" aku tidak sengaja berteriak di depan Daisy. "Ayah, dimana Alexa dirawat sekarang
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Tapi, Daisy masih tetidur pulas di sofa sambil meringkuk di balik selimut. Aku tidak tega membangunkannya. Dia semalaman ada di ruangan ini bersamaku, dengan embel-embel menjagaku. Meski sebenarnya jadi sebaliknya, aku lah yang menjaga Daisy sepanjang malam. Tapi tidak masalah, melihat dia ada di dekatku saja membuatku merasa nyaman."Pagi Tuan Drew." Dokter tiba-tiba membuka pintu ruanganku sambil menyapa dengan suara keras."Ssshh!" Aku buru-buru meminta Dokter untuk diam."Sorry, aku tidak tahu." Suara Dokter itu berubah menjadi pelan sambil menatap Daisy sekilas. "Aku ingin memerika kondisimu lagi." Dokter berjalan semakin mendekatiku dan menempelkan stetoskopnya di dadaku. "Melihat hasil pemeriksaan terakhir, kau sudah di perbolehkan pulang hari ini," ujar Dokter tersebut yang membuat hatiku senang."Alexa bagaimana?" aku bertanya."Dia masih harus dirawat untuk beberapa hari kedepan. Mengin
"Bukankah kita sudah diperbolehkan pulang hari ini?" ia membalas tatapanku penuh keyakinan.Aku mengerutkan dahi. Bukankah Daisy sejak tadi tertidur pulas? Lantas, darimana dia tahu kalau aku akan pulang hari ini. Atau jangan-jangan, dia hanya pura-pura tidur sejak tadi."Kau sudah terbangun sejak tadi?""Hmm....""Kau mendengar kalimatku?""Kalimat yang mana?""Saat aku berbisik di telingamu.""Oh, saat kau bilang ingin bunuh diri jika aku menolak cintamu?""Shit!"***Di sepanjang perjalanan pulang selama berada di mobil, aku hanya bisa merutuki diriku sendiri karena sudah mengungkapkan hal yang terlalu dramatis di depan Daisy. Mungkin, Daisy akan berpikir kalau aku ini berlebihan atau gila."Daisy ...." aku memberanikan diri memulai percakapan setelah cukup lama kami hanya saling diam."Ya?" Daisy menoleh ke arahku."Kau bisa masak, kan?""Um...." Daisy memutar bola mata. "T
"Um...." Daisy memutar bola matanya. "Sayangnya, aku juga tidak ingin punya hubungan main-main dengan lelaki. Jadi, aku akan menolak cintamu. Maaf, Drew ....""Apa?""Kecuali ....""Kecuali apa?""Kecuali kau berniat ingin melakukan hubungan yang lebih serius lagi denganku.""Maksudnya?""Menikah."Aku mundur selangkah. Tubuhku mendadak menjadi kaku, dan mulutku terkatub rapat. Menikah? Bahkan aku belum memikirkan hal itu sama sekali. Memangnya apa enaknya menikah, sih? Lihat saja Alexa dan Andreas. Hidupnya terlalu terikat. Alexa selalu melarang Andreas pergi kemana pun yang Andreas senang. Hah, pasti terasa membosankan jika harus menikah."Kenapa?" kedua alis Daisy terangkat."Aku belum siap." Lalu, aku berbalik badan dan kembali duduk di kursi.Daisy menghela napas. "Kalau begitu, kau tidak perlu menaruh perasaan lebih padaku. Karena aku tidak ingin dijadikan sebagai mainan."Aku tidak pernah memperlakuk