Waktu terus berputar dari siang kembali malam, hari masih berlanjut hingga tuhan berkata cukup.
Di tempat lain, Malik tak sadarkan diri, sekujur tubuhnya penuh luka, terikat tangan dan kakinya ia terus mengerang kesakitan."Rasakan itu bajingan, kamu akan kita siksa sampe mampus, cuih". Gertak Dahlan sembari meludahi muka Malik. "Kita buang saja nih orang bro". Usul pria berambut panjang."Mending kita jual saja organ dalamnya, kan lumayan tuh buat beli sabu lagi, yah kan". Usul pria lain bertato macan di tangannya."Boleh juga usul lo bro". Sahut Dahlan menyetujui saran itu .Perlahan tali yang mengikat Malik dilepaskan satu persatu, pertama dari tangan kemudian kaki. Malik masih tak sadarkan diri.
Ketika semua tali terlepas, Malik dimasukan kedalam karung besar bekas tepung terigu kemudian di taruh di bagasi dan dibawa entah kemana."Aku dimana ini". Lirih Malik setengah sadar.
"Uhuk-uhuk". Batuk Malik karena susah bernafas. Hampir seluruh tubuh Malik berselimut tepung, ia kesulitan melihat, bernafas bahkan bergerak. Dalam kesulitan itu Malik teringat wajah Salima yang sudah pasti mengkhawatirkannya."Semoga kamu baik-baik saja Sal". Ucap Malik khawatir."Aku harus keluar dari sini secepatnya". Malik berusaha membuka tali yang mengikat tangannya.Dengan usaha ekstra keras bahkan membuat tangannya lecet Malik berusaha melepaskan diri. Ia kemudian teringat bahwa dalam saku celananya terdapat rokok dan korek api. Ia menggapainya, segera ia nyalakan korek itu hingga tali yang mengikatnya mulai terbakar dan sekali lagi Malik harus menahan rasa sakit."Rrrrrr". Erang Malik menggigit lengan untuk menahan rasa sakit.
Perlahan namun pasti, tali yang mengekangnya mulai kendor. Dengan kesempatan itu Malik menghentakkannya begitu keras, akhirnya dapat lepas dari tali kekangan itu.
Sejenak Malik istirahat, mengatur kembali nafasnya yang kian memburu.
Mengumpulkan tenaga untuk kembali berusaha meloloskan diri. Kemudian Malik melepaskan tali yang mengikat kakinya. Setelah semua lepas ia membakar karung itu namun tak mudah karena sebagian besar lapisan dalam karung terselimuti tepung.
Malik tak menyerah, ia mencari cara lain. Malik berpikir sejenak.Ia merogoh ke semua saku mencari alat yang bisa membantunya untuk meloloskan diri. Namun ia tak menemukan apa-apa. Ketika ia meraba pinggang, ia menyentuh sabuk. Tanpa pikir panjang ia langsung menemukan ide.Malik lepas sabuk dari pinggangnya. Menggunakan pinggiran sabuk yang tajam sebagai pisau darurat.Perlahan Malik gesekan pinggiran sabuk itu."Astaghfirullah susah amat". Gerutu Malik sembari mengatur nafasnya.Keajaiban pun terlihat, gesekan pinggiran sabuk itu mulai ada hasilnya. Karung yang begitu tebal akhirnya sedikit demi sedikit terkoyak membentuk lubang kecil. Malik semakin semangat menggosokkannya. Dari hanya muat jemari hingga muat tangannya.Malik terus menggosok hingga seluruh tubuhnya dapat keluar. Setelah hampir satu jam lamanya, Malik bisa meloloskan diri.
"Alhamdulillah akhirnya keluar juga". Ucap Malik."Suara apa itu bro". Salah satu penjahat itu mendengar suara Malik.
"Suara apaan bro". Sahut Dahlan."Tadi gua dengar ada orang ngomong di belakang, lo denger ga". Tutur pria berambut panjang."Gua ga denger apa-apa bro, mungkin itu halusinasi lo kali". Jawab Dahlan."Mungkin juga yh tadi kan kita habis minum-minum bisa saja efeknya masih gua rasa". Sahut pria berambut panjang sembari menyetir mobil itu.Mereka pun kemudian hening kembali. Malik di bagasi bisa bernafas lega.Malam semakin gelap, kabut di jalan semakin senyap, suara kepakan burung cabak terdengar nyaring, sesekali hinggap pada dahan pohon-pohon kering.Malik masih mencari neng Ayu, sesuai petunjuk dari tukang cilok yang ia temui selepas sholat Maghrib, Malik melangkah gontai menuju ke tempat rumah makan yang berada di samping kanan jalan.Dari kejauhan terlihat begitu ramai, sampai-sampai antrean panjang menjadi pemandangan indah saat kesan pertama sampai di rumah makan itu.Malik mencari sekeliling, matanya bagai burung elang yang mengincar mangsanya.Di Sudut kiri ia melihat wanita berjilbab berbaju hitam seperti yang neng Ayu kenakan. Ia hampiri.
Senja bersinar di ufuk barat, menemani cahaya yang kian berlalu terganti oleh samar gelapnya malam.Hari mulai gelap, Malik bersama bapak Marzuki dan neng Ayu tengah berkemas pulang dari pasar menuju ke tempat peristirahatan."Neng pulang duluan yah sama A Malik bapak mau mampir ke rumah pak ustadz dulu di belakang pasar bilang yah sama ibu nanti pulangnya agak malaman". Cakap bapak memberit
Matahari sepenggalah seperempat kepala, menandakan terik sinar matahari sudah hampir berada pada puncaknya. Hampir semua makhluk tengah mencari tempat untuk berteduh, ada yang di bawah rumah, kios-kios dan ada juga yang di bawah naungan rindangnya pohon-pohon besar.Tapi tidak dengan Malik yang masih asyik menjajakan dagangannya di pasar."Malik sini". Panggil bapak menyuruh Malik mendekat."Iya pak". Sahut Malik melangkah pelan berpaling dari ibu penjual getuk yang tengah kesusahan mencerna setiap saran dari Malik."Kamu jaga dagangan bapak yah, bapak mau pulang sebentar mau nganterin pesanan orang di kampung sebelah". Pinta bapak kepada Malik agar tak jauh-jauh dari dagangannya itu.
Matahari sepenggalah seperempat kepala, menandakan terik sinar matahari sudah hampir berada pada puncaknya. Hampir semua makhluk tengah berteduh di bawah naungan rindangnya pohon-pohon besar.Tapi tidak dengan Malik yang masih asyik berdagang di pasar."Malik sini". Panggil bapak menyuruh Malik mendekat."Iya pak". Sahut Malik melangkah pelan berpaling dari ibu penjual getuk yang tengah kesusahan mencerna setiap saran dari Malik."Kamu jaga dagangan bapak yah, bapak mau pulang sebentar mau nganterin pesanan orang di kampung sebelah". Pinta bapak kepada Malik agar tak jauh-jauh dari dagangannya itu.
Hiruk pikuk kehidupan masyarakat pedesaan begitu terasa sangat hangat dikala Malik sampai di tengah pasar. Malik bertemu dengan seorang ibu penjual getuk yang tengah dirundung kemalangan karena sampai berjam-jam menunggu dagangannya belum satupun dicicipi pembeli bahkan menawar pun belum ada.Melihat kondisi itu Malik dengan segala upaya mendiskusikan rencana pemasaran produk getuk agar laku keras dipasaran dan tidak melulu harus mengungu pembeli."Makanan ini apa namanya Bu?". Tanya Malik kepada ibu penjual sembari memegang makanan yang ada di depannya."Ini namanya getuk nak, makanan khas orang Sunda, khususnya di daerah sini dahulu cukup terkenal akan kelezatan rasanya". Tutur ibu penjual getuk menceritakan tentang getuk."Hmm begitu yah bu, kok sekarang dagangan ibu masih banyak yah apa ada yang salah Bu dengan dagangan ibu?". Tanya Malik keheranan karena cerita kelezatan getuk tak mampu menepis kenyataan.
Mentari pagi mulai tampak dari kejauhan, menghangati setiap insan makhluk di bumi. Suara kicau burung menyambut riang kedatangannya di pucuk-pucuk daun pohon cemara.Malik duduk termenung di samping pak Marzuki yang sedang fokus menyetir mobilnya."Nak Malik sudah betah belum di sini". Bapak Marzuki memulai pembicaraan berusaha mengusir keheningan."Alhamdulillah Pak saya sudah betah, tapi pak". Malik ingin mengucapkan sesuatu namun tidak enak hati."Tapi apa nak". Bapak Marzuki penasaran apakah ada hal yang disembunyikan oleh Malik."Sebenarnya saya juga rindu tempat yang seharusnya saya berada yaitu kampus Pak, takutnya saya di DO kalau belum juga kembali". Sahut