Share

Menyebalkan

"Put, bayarin dong. Aku engga bawa uang. Nanti kalau udah nikah kan aku yang nafkahin kamu," ucap Liam dengan wajah tak berdosa membuat Putri semakin geram.

🌸🌸🌸

Merasa geram Putri segera meninggalkan Liam. Tak peduli rengekan Liam, yang meminta agar Putri mau membayar angkutan umum untuknya. Alhasil mereka diteriaki para penumpang yang kesal karena angkutan umum mereka tak kunjung jalan.

"Neng, udah bayarin aja dulu pacarnya. Nih angkot biar jalan," ucap salah satu penumpang membuat Putri semakin kesal pada Liam.

"Iya dong, My Beautiful FAT Girl. Bayarin aku dulu. Aku janji akan jadi suami yang baik buat kamu kelak," ucap Liam membuat Putri membulatkan matanya.

"Bang, tunggu bentar ya, Bang. Saya merayu calon istri dulu," ucap Liam pada Sang supir angkutan umum yang mulai geleng-geleng kepala melihat tingkah dua bocah SMA.

"Bodo amat, bayar aja sendiri. Terserah mau pakai apa. Aku engga peduli," ucap Putri segera berlari meninggalkan Liam.

Saat melihat Liam hendak berlari mengejar langkah Putri, Sang supir angkutan umum turun dan menarik Liam.

"Jangan kabut dong," ucap sang supir mencengkeram lengan Liam.

"Saya enggak akan kabur, Bang." Liam memang benar-benar tak berniat kabur. Dia hanya ingin merengek supaya Putri mau membayar angkutan umum untuknya.

"Naik di depan, situ bayar dengan jadi kenek saya," ucap Sang supir angkutan umum membuat Liam mengerucutkan bibirnya kesal. Sekali lagi Liam menatap tubuh Putri yang sudah jauh darinya. Bahkan kali ini gadis itu menjulurkan lidahnya untuk meledek.

Dan sebagai pria yang bertanggung jawab, tampan juga kesatria tangguh, Liam pun menerima kemauan Sang supir angkutan umum.

"Oke deh saya jadi kenek Abang," ucap Liam melepas seragam putih dan membuatkan kaos hitam di dalamnya yang hanya dia gunakan. Semua itu dia lakukan demi tak ada yang bisa melihat namanya yang terukir di seragam sekolah.

"Cakung! Cakung! Gadung! Gaduuuung!" Teriak Liam untuk pertama kalinya menjadi seorang kondektur angkutan umum.

"Tuh di sana ada ibu-ibu lagi nyebrang. Bantu sebrangin sambil tanya mau ke mana," ucap sang supir menghentikan laju mobilnya dan menunjuk ke arah ibu dengan dua anak yang digandeng hendak menyebrang jalan.

Dengan semangat yang tinggi, tak peduli peluh sudah membasahi pakaiannya, bocah tengil itu segera berjalan santai menahan laju mobil demi menyebrang jalan. Kemudian pria itu mendekati target penumpang.

"Permisi, Bu. Sini saya bantu menyebrang jalan," ucap Liam ramah. Bocah itu meraih tangan salah satu anaknya dan mulai melambaikan tangan demi keselamatan proses penyebrangan jalan.

"Mau ke mana, Bu? Pulogadung? Cakung?" Tanya Liam ramah.

"Terminal Pulo gadung, Dek."

"Sini, Bu. Naik angkot saya aja," ucap Liam membuat sang ibu muda dengan dua anak ikut naik angkutan umum itu.

Sepanjang hari Liam sibuk menarik penumpang. Dan betapa beruntungnya supir angkutan umum. Hari ini muatan di angkutannya selalu penuh. Apalagi ketika penumpangnya para gadis SMA yang biasanya enggan berdempetan, kali ini rela berdempetan hingga kelebihan muatan demi menatap wajah sang kondektur yang gantengnya Masya Allah.

"Bang, kembaliannya ambil aja." Bahkan ada beberapa anak gadis yang rela kembaliannya tidak diambil sebagai bonus karena berhasil cuci mata di dalam angkutan umum.

Suasana hati ini pun mulai teduh. Nuansa jingga mulai tampak di langit Jakarta. Memberikan aroma senja yang sejuk dan damai di antara hiruk pikuk laju lalu lintas yang ramai.

Liam tampak senang menghitung sejumlah uang recehan di tangannya. Tak menyangka aktifitas mencari uang itu sangat menyenangkan baginya. Sebuah pengalaman bahagia walau harus menjadi seorang kondektur angkutan umum.

"Wah, Bang. Hasil narik angkot banyak juga ya?" Tanya Liam menghitung sejumlah uang tebal berwarna abu-abu dan kuning di tangannya.

"Biasanya sih biasa aja. Tapi hati ini kayaknya gara-gara kamu yang jadi kenek jadi banyak deh penghasilannya," ucap sang supir tersenyum bahagia. Pasalnya hari ini dia bisa membawa yang lebih untuk istri dan anaknya.

"Nih, Bang. Semuanya ada Rp.324.500," ucap Liam memberikan uang recehan kepada sang supir.

"Makasih ya, Tong. Nih buat ente," ucap sang supir angkut sambil memberikan 10 lembar uang berwarna kuning pada Liam.

"Wah banyak banget, Bang." Ucap Liam kegirangan.

Bukan perkara tak terbiasa memegang uang membuat hati Liam membuncah bahagia, pasalnya dia terbiasa menengadahkan tangan pada orang tuanya dan langsung diberikan sejumlah uang sesuai keinginan. Liam, Sang pewaris tunggal PT Nugraha Jaya benar-benar merasakan bahagianya mendapatkan uang dengan keringat sendiri. Walau nilainya tak seberapa.

"Enggak apa-apa. Abang malah makasih banget udah dibantuin," ucap Sang supir angkut.

"Wah ini sih bisa buat latihan nafkahin calon istri," gumam Liam tengil membuat sang supir angkutan umum tertawa geli.

"Sekolah dulu yang bener, Tong. Biar bisa kerja enak. Jangan jadi supir angkot. Duitnya dikit."

"Abang bisa aja. Besok saya ikut lagi ya, Bang?"

"Siap! Rumah ente di mana, Tong. Biar Abang anterin sampe rumah," ucap sang supir angkutan umum menawarkan.

"Wah boleh nih. Lumayan kan grat*s," ucap Liam terkekeh.

Sang supir pun mengantar Liam. Namun tak ingin identitas aslinya yang menjadi anak orang kaya terlihat, Liam meminta untuk diantar sampai di jalan yang cukup dekat dengan gerbang perumahannya.

"Sampai sini aja, Bang."

"Enggak apa-apa. Sampe rumah aja."

"Gang rumah saya sempit. Saya jalan kaki aja. Makasih ya, Bang."

Kini Liam berjalan cukup jauh ke arah gerbang perumahan. Namun baru beberapa meter bocah itu melangkahkan kakinya, suara klakson mobil membuatnya menoleh ke belakang.

"Liam, naik!" Teriak sang Papi dari kursi kemudi.

Liam pun segera masuk ke bangku penumpang belakang. Aroma keringat segera memenuhi ruang dalam mobil. Bocah itu diam dan terus menekuk wajahnya dalam aksi ngambek.

"Kamu habis dari mana aja? Kok baru pulang?" Tanya sang Papi pada putranya.

"Kan tadi pagi Papi cuma kasih uang sepuluh ribu. Uangnya habis buat baik ojek. Yaudah aku pulang jalan kaki," ucap Liam beralasan. Wajah bocah itu dibuat terkesan lelah. Berharap sang Papi mau berbaik hati memberikan uang lebih. Syukur-syukur mau mengembalikan motornya.

"Bau banget sih kamu," gumam Sang Papi mencubit hidungnya.

"Namanya juga jalan kaki," ucap Liam santai.

"Makanya jangan bandel."

"Aku engga bandel, cuma sedikit nakal," ucap Liam santai. Selalu saja seperti itu.

"Itu sih sama aja." Sang Papi enggan berdebat dengan putranya yang keras kepala. Dia pun memilih terus melajukan mobilnya hingga mobil itu berhenti di depan sebuah bangunan megah dan mewah. Tak beberapa lama kemudian seorang satpam keluar untuk membukakan gerbang.

"Malam, Pak." Sang penjaga keamanan rumah mewah itu menunduk hormat pada majikannya.

Setelah mobil terparkir cantik di garasi, Liam pun segera keluar dari mobil. Bocah itu berjalan santai melewati papinya. Membuat sang Papi menutup hidung karena aroma menusuk dari tubuh putranya.

"Buruan mandi sana. Bau banget."

"Siap, Bos!" Liam melakukan gerakan tegap dan hormat pada papinya. Membuat pria paruh baya itu geleng-geleng kepala melihat tingkah putranya yang selalu saja santai.

"Assalamualaikum, Maaaakkkk." Liam berteriak saat masuk ke rumah besarnya.

"Wa'alaikum salam, ya Allah Liam. Kamu dari mana aja. Mami telepon enggak aktif," ucap sang mami segera menghampiri putranya.

"Hp Liam lowbat, minta ganti iPhone 12pro," celetuk Liam santai.

"Kamu bau banget sih?"

"Kan Liam jalan kaki. Dikasih uang sepuluh ribu buat berangkat sekolah doang. Enggak makan, enggak jajan, pulangnya ngegembel pula," ucap Liam berdrama.

Sang Mami pun luluh menatap putranya dengan iba. Sungguh ibu mana yang rela putranya menderita seperti ini.

"Nanti Mami bilang deh sama Papi supaya motor dan ATM kamu dikembalikan," ucap sang Mami mengusap wajah Liam yang berpura-pura lesu.

"Enggak bisa. Kalau Papi bilang disita selama satu bulan ya tetap satu bulan. Jangan terlalu dimanjain, Mi. Nanti dia keenakan. Cepat mandi sana! Jangan bikin polusi udara," ucap sang Papi tegas membuat Liam menghentakkan kakinya pergi menjauh. Sungguh menyebalkan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status