Liam menatap wajah gadis cantik berpipi chubby di sampingnya memerah. Mungkin karena teriknya matahari yang membakar. Atau mungkin karena malu mengetahui warna underware yang dia gunakan diketahui olehnya. Liam pun tersenyum membayangkan betapa malunya gadis itu.
Namun sesaat kemudian Liam terdiam menatap wajah Putri yang terus mengerucutkan bibirnya. Sungguh Liam tak bermaksud membuat gadis itu marah. Tapi apalah daya semua yang dia lakukan hari ini berujung kesialan bagi Putri. Liam sadar Putri adalah cewek nerd yang pastinya enggan berurusan dengan hukuman guru seperti ini.
"Put, aku minta maaf." Liam mengatakannya dengan lembut. Seperti semilir angin yang menyejukkan telinga Putri. Sayangnya Putri benar-benar marah membuat gadis itu enggan menjawab.
"Put, maafin aku. Aku benar-benar engga bermaksud membuat kamu ikut dihukum seperti ini," ucap Liam menyesali sikapnya tadi di kelas.
Putri yang awalnya diam akhirnya menoleh ke arah Liam. Netra coklat gadis itu menatap tajam wajah tampan Liam yang dipenuhi keringat.
"Kamu pikir dengan meminta maaf semuanya selesai? Toh aku tetap ikut dihukum dan enggak akan merubah keadaan kan?" Ucap Putri ketus. Keusilan Liam benar-benar menciptakan kesialan baginya. Terlebih lagi masalah yabg harus dia hadapi dengan para gadis yang rabun hingga bisa mengidolakan pria ini. Putri yakin hari-harinya akan sulit setelah ini.
"Aku minta maaf," ucap Liam dengan wajah penuh rasa bersalah. Dan putri malah membuang wajahnya. Enggan menatap wajah tampan yang terlanjur menyebalkan itu.
Kini Putri mulai lelah. Dia merasa betisnya memanas. Bahkan rasa sakit itu menjalar hingga ke tumit kaki. Sungguh Putri tak terbiasa berdiri lama di bawah pancaran sinar matahari yang membakar. Semua ini menguras energinya. Namun mau tidak mau Putri harus menahannya.
Dan akhirnya suara nyaring bel akhir pelajaran pun berbunyi. Membuat gadis itu menghempaskan nafas lega. Seolah semua beban yang dipikulnya telah berakhir. Dari kelas semua siswa berhamburan keluar karena pelajaran Pak Ilham adalah jam pelajaran terakhir.
Putri pun berlari menuju kelas. Disusul dengan Liam yang mengikuti langkahnya. Gadis itu mengabaikan semua ucapan Liam. Terus merapihkan mejanya dan memasukkan semua buku ke dalam tas. Semuanya dia lakukan dengan cepat dan mulut terkunci rapat.
"Put, kamu marah ya sama aku?" Tanya Liam.
"Kamu bisa kan pikir sendiri," ucap Putri menahan kesabaran.
"Aku benar-benar minta maaf. Kita jadi kan pulang bareng?" Tanya Liam memastikan perjanjian mereka.
"Aku udah enggak peduli, Liam. Mau kamu apakan buku perpustakaan yang tadi aku pinjam. Mau kamu rusak, mau kamu buang atau mau kamu hilangkan pun enggak masalah. Lebih baik aku ganti rugi dari pada urusan lagi sama kamu," ucap Putri tegas membuat rasa bersalah yang membubung tinggi semakin menjulang di hati Liam.
Kini Liam hanya bisa menatap Putri yang sudah berjalan keluar kelas. Liam pun segera mengejar Putri demi mengemis maaf dari gadis itu. Sungguh melihat Putri marah membuat hatinya terluka. Terlebih lagi amarah gadis itu terjadi karena ulahnya.
Dan di saat dia mengejar Putri, Liam melihat Rendi. Dengan segera Liam mengejar Rendi.
"Ren, ini gue kembaliin kunci motor Lo. Gue engga jadi pinjam," ucap Liam kemudian kembali berlari mengejar Putri. Meninggalkan Rendi yang geleng-geleng kepala melihat tingkah sahabatnya mengejar gadis gendut. Pasalnya Liam adalah idola para gadis di sekolah, mengapa pria itu harus terpikat pada gadis gendut yang kutu buku?
Kini Liam kembali kehilangan jejak Putri. Pria itu pun memutar pandangannya demi mencari sosok gadis pujaan hati. My Beautiful FAT Girl-nya. Dan beruntung Liam sempat melihat Putri yang baru saja menaiki angkutan umum berwarna merah.
Liam pun mengejar angkutan umum yang terlanjur berjalan. Dengan langkah panjang dan cepat Liam berusaha menyamai kecepatan mobil angkutan umum itu. Sambil terus berteriak.
"Bang!!! Tungguin, Bang!!!" Liam tak putus asa. Pria itu terus melawan rasa lelah demi mengejar angkutan umum yang dinaiki oleh Putri. Putri pun geleng-geleng kepala menyaksikan keanehan sikap Liam. Putri benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran bocah itu.
Ciiitttt...
Suara derit rem pun berbunyi. Rupanya sang supir sudah menyadari ada penumpang yang mengejar angkutannya. Dan kini Liam mulai masuk ke deretan kursi di mana para penumpang harus berdempetan.
"Hai, Put." Liam menyapa Putri seolah mereka teman dekat. Nyatanya Putri enggan berdekatan dengan Liam. Bocah yang seringkali berbuat onar di kelas. Dan hari ini berhasil menariknya untuk ikut dihukum. Tanpa senyuman Putri membuang wajahnya.
"Akhirnya kita jadi juga pulang bareng," ucap Liam memulai percakapan dengan gadis pujaannya. Sikap yang membuat Putri semakin ilfil pada pria itu.
"Ini bukunya aku kembalikan. Terima kasih ya," ucap Liam berusaha mengajak Putri berbincang. Pria itu terus memancing agar Putri mau bicara dengannya.
Kini Putri memandang ke arah buku yang disodorkan Liam. Sejujurnya Putri enggan mengambil buku itu, tapi karena rasa tanggung jawab atas apa yang sudah dia pinjam di perpustakaan, membuatnya mengambil buku yang diberikan Liam.
"Sama-sama," ucap Putri singkat.
"Rumah kamu di mana, Put?" Tanya Liam mengabaikan rasa sempit akibat berdesakan di dalam angkutan umum. Padahal nyatanya ini adalah hal pertama kali yang dia lakukan seumur hidup.
"Di atas bumi, di bawah langit," ucap Putri asal.
"Oh masih di bumi ya. Kirain di kayangan. Habis cantiknya kayak bidadari," ucap Liam menggombal membuat seorang ibu-ibu menahan tawa akibat ucapan bocah itu.
"Yaela Tong Tong... Jajan aja masih minta orang tua. Bisa banget ngerayu cewek." Celetuk salah satu ibu-ibu yang ada di samping Putri. Membuat Putri merasa sangat malu. Gadis itu pun mengusap wajahnya dengan telapak tangan sambil terus mengunci bibirnya rapat-rapat.
"Neng, jangan pacaran dulu. Pacarannya kalo udah kerja. Biar modal sendiri. Masa pacaran modal sama orang tua," ucap ibu-ibu yang ada di hadapan Putri membuat gadis itu semakin kuat menggenggam rasa malu.
"Dia bukan pacar saya, Bu." Kini Putri melakukan klarifikasi yang sebenarnya tidak penting.
"Iya, Bu. Masih calon pacar," celetuk Liam membuat Putri membulatkan matanya karena terkejut. Sungguh apa yang terlontar dari bibir Liam tak pernah ada yang sesuai dengan ekspektasinya. Liam selalu penuh dengan kejutan hingga membuat syarafnya kejang-kejang menahan emosi.
"Yeee... Baru dibilang jangan pacaran. Malah calon pacar," celetuk ibu-ibu itu lagi.
"Maksudnya calon pacar nanti kalau udah kerja, Bu. Hehehe. Sekarang mah masih pedekate," ucap Liam sok akrab membuat Putri semakin muak.
"Kiri, Bang." Putri berteriak agar angkutan umum menepi. Sungguh dia ingin segera turun dari angkutan umum karena atmosfer di dalamnya begitu panas.
"Lho Put kok turun?" Tanya lia. Melihat Putri bergerak turun dari angkutan umum. Liam pun bergerak menyusul.
Pria itu menatap Putri yang memberikan uang berwarna kuning ke supir angkut. Sedangkan Liam sibuk merogoh kantongnya yang kosong.
"Put, bayarin dong. Aku engga bawa uang. Nanti kalau udah nikah kan aku yang nafkahin kamu," ucap Liam dengan wajah tak berdosa membuat Putri semakin geram.
Citra baru saja hendak menghampiri Putri. Tapi nyatanya dia justru malah melihat putri berlari keluar dari perpustakaan. Tubuh gadis Itu tampak berguncang."Putri nangis kenapa?" Gumam Citra dalam hati nya. Namun sesaat kemudian dia justru melihat Liam yang duduk di meja perpustakaan."Putri kok keluar? Dia kenapa?" Tanya Citra pada Liam."Aku nggak tahu," jawab liang masih menatap kearah pintu perpustakaan. Padahal nyatanya di sana sudah tidak ada Putri."Lho kok kamu nggak tahu? Kan terakhir kali kamu sama dia," ucap Citra bingung."Kamu salah ngomong kali, terus dia marah deh jadinya," ucap Citra membuat Liam mengangkat bahunya."Kamu habis ngomong apa sama Putri?" Tanya Citra."Aku nembak dia lagi. Tapi kayaknya dia mau nggak suka sama aku deh," ucap Liam tertawa sumbang. Hal ini tentu saja membuat Citra ikut tertawa. Citra sudah tak punya rasa sakit di hatinya melihat Liam ya masih menyukai Putri. Karena kini di
Sore ini menjadi sore yang berbahagia. Seolah sinar jingga yang menghiasi langit biru ikut meramaikan kebersamaan Putri, Citra dan Liam. Mereka baru saja selesai membersihkan toilet sekolah. Rasa lelah hinggap di tubuh mereka. Tapi kebersamaan membuatnya merasa bahagia dan tidak terbebani sama sekali.Sejak saat itu mereka mulai belajar bersama. Berusaha keras untuk menjadi bintang kelas hingga akhirnya bersaing secara sehat untuk mendapatkan juara kelas.Putri dan Liam selalu bergantian menjadi juara 1 dan 2. Sedangkan Citra menjadi juara 3 nya. Tak hanya itu, Citra juga menjadi pribadi yang lebih baik. Tidak pilih-pilih kawan. Dan seragam yang digunakannya pun patuh pada aturan.Dan di hari menjelang kelulusan, Putri bersama Citra selalu saja berada di perpustakaan. Mengisi waktu kosong tanpa jam pelajaran.Mereka berpencar di perpustakaan, mencari buku-buku favorit mereka. Setelah Putri mendapatkan buku kesukaannya, gadis itu pun dudu
Usai berbincang dari hati ke hati, Putri dan Citra pun keluar dari ruangan menghampiri kedua orang tua mereka."Kami sudah saling minta maaf dan saling memaafkan. Mulai hari ini kami akan berteman," ucap Putri tersenyum ke arah Citra."Syukurlah kalau begitu," ucap Ilyas tersenyum. Kemudian Pak Ilyas pun menghampiri Pak Rayyan, mengulurkan tangannya."Minta maaf atas kesalahan putri saya kepada putri Anda ya, Pak.""Tidak masalah, Pak. Mereka masih remaja butuh melakukan kesalahan untuk tahu mana yang benar dan mana yang salah," ucap Rayyan begitu bijaksana."Baiklah kalau begitu. Masalah selesai. Untuk Citra. Berdasarkan diskusi kami para orang tua, kamu tetap mendapatkan hukuman. Yaitu membersihkan toilet sekolah," ucap Pak Annas membuat Citra menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dia terlalu pasrah."Iya, Pak." Ucap Citra mengang
“Put, maafin gue. Gue yang salah,” ucap Citra lemah.*****Putri menatap tangan Citra yang terulur ke arahnya. Gadis itu tersenyum. Tak menyangka Citra mau minta maaf padanya. Karena yang dia tahu, Citra adalah gadis super ampuh yang tak mau mengakui kesalahannya. Jangankan meminta maaf mengakui kesalahan saja dia enggan. Bahkan dia kerap kali memutarbalikkan fakta agar orang yang yang menjadi korban seolah bersalah. Inilah kenyataan yang terjadi pada Putri.Putri masih belum meraih jabatan tangan Citra. Gadis itu kembali menoleh ke atas. Hendak menatap wajah Citra. Sayangnya Citra membuang wajahnya ke arah lain. Gadis itu benar-benar angkuh.Putri pun tersenyum melihat tingkah Citra."Kalau nggak ikhlas minta maaf, nggak usah minta maaf," ucap Putri tenang. Buat Citra kembali menatap wajah Putri dengan geram. Citra berusaha menahan emosinya dengan kuat. Sungguh gadis dihadapannya ini membuatnya terbakar amarah. Bahkan
Liana berjalan tergesa menuju kelas Citra, putrinya. Sungguh dia benar-benar panik saat tau dia telah mencari masalah dengan investor terbesar di perusahaan suaminya. Kali ini dia harus bisa memastikan Citra meminta maaf pada Putri.TOK TOK TOK...Liana mengetuk ruang kelas Citra yang sedang menerima pelajaran. Hal itu tentu saja membuat guru yang sedang mengisi kelas menghentikan penjelasannya. Kemudian berjalan menuju pintu.Ceklek.“Selamat pagi, Bu. Ada yang bisa saya bantu?” Seorang wanita berpakaian rapi layaknya seorang guru pun menyapa Liana.“Permisi, Bu guru. Perkenalkan saya liana. Ibu dari Citra. Mohon maaf mengganggu waktunya sebentar. Saya harus bertemu dengan putri saya yang namanya Citra. Apa kah boleh?” tanya Liana sopan.“Kalau boleh tau apakah hal yang harus dibicarakan adalah hal yang mendesak? Karena saat ini sedang ada pemberian materi pelajaran,” u
Kini Rayyan mulai menyetel rekaman pada kamera SLR milik Liam. Pria itu tersenyum puas melihat reaksi Liana. Pasalnya dia baru menyadari kalau ternyata Citra yang mencari masalah. Sedangkan Putri hanya berusaha membela diri. Dan dua gadis yang menjadi saksi adalah teman Citra yang berniat mengganggu Putri."Setelah anda melihat rekaman Kamera SLR ini. Apa anda masih berpikir bahwa Putri bersalah, Pak Annas?" Tanya Rayyan."Saya minta maaf atas kesalahan ini. Saya akan menindaklanjuti kasus ini. Terima kasih atas bukti rekaman nya Pak Rayyan," ucap Pak Annas."Daddy dapet kamera ini dari siapa?" Tanya Putri penasaran."Nanti Daddy kasih tau. Sekarang yang penting Daddy mau memenuhi janji Daddy untuk membatalkan hukuman skorsing kamu, Nak." Rayyan mengusap lembut puncak kepala putrinya. Sedangkan Liana menampilkan wajah pucat. Dalam rekaman itu jelas terlihat bahwa Citra memang sangat bersalah. Awalnya Citra bersama dua temannya yang hendak memb
Kini Putri dan Daddy-nya mulai membelah jalanan ibu kota Jakarta dengan kecepatan sedang. Mereka bergerak menuju sekolah Putri. Dan akhirnya mereka pun sampai di depan gerbang sekolah."Alhamdulillah, sampai juga," ucap Rayyan."Alhamdulillah. Iya, Dad.""Parkirnya di mana Nak?" Tanya Rayyan."Masuk aja ke dalam, Dad. Nanti diparkir di sebelah kanan aja," ucap Putri."Oke siap tuan putriku yang cantik," ucap Rayyan membuat Putri Tersipu malu dan mencubit pinggang Daddy-nya."Daddy ada-ada aja. Jangan godain aku kayak anak kecil deh," ucap Putri tertawa senang."Tapi emang iya. Aura kan tuan putrinya Daddy yang cantik," ucap Rayyan."Makasih Daddy. Dad belok kanan kita parkir di sana aja," ucap Putri menunjukkan tempat parkir yang cukup luas.Setelah mereka memarkir motor, mereka pun turun dari motor. Seperti biasa, Rayyan membantu putrinya melepaskan helm. Barulah dia melepaskan helmnya sendiri.
Keesokan harinya. Putri bangun dengan wajah sembab. Gadis itu turun ke ruang makan setelah mandi dan sholat subuh. Rayyan yang melihat wajah putrinya sembab pun segera memanggil putrinya."Aura, Sayang. Sini, Nak." Panggil Rayyan menyiapkan kursi tepat di sampingnya. Putri pun tersenyum dan segera menghampiri ayahnya."Udah jangan nangis terus. Insyaallah, Allah maha melihat. Yang benar tak mungkin kalah," ucap Rayyan mengusap rambut putrinya."Lagian sih kamu, De. Jangan suka ngeladenin orang makanya," ucap Aray pada adiknya."Sssttt... Udah jangan diperpanjang. Maafin Mommy ya. Kemarin Mommy marah-marah sama kamu, Nak.""Iya Mommy. Enggak apa-apa. Aura tau Mommy pasti marah karena kecewa," ucap Putri."Iya, Sayang. Daddy udah cerita ke Mommy," ucap Aurel mengecup pipi gembul putrinya yang menggemaskan walau sudah kelas 2 SMA."Iya Mommy
"Duh, Den. Non Aura kasihan banget. Dimarahin sama kakak-kakaknya. Kok bisa dapet surat panggilan dari sekolah sih, Den? Mana Tuan Rayyan belum pulang," ucap Bude khawatir."Tuan Rayyan?" Tanya Liam."Iya. Itu ayahnya Non Aura. Kasihan dia lagi dimarahin sama kakaknya dan Mommy nya," ucap Bude membuat Liam kehilangan kata-kata.*****Liam benar-benar terkejut. Sungguh tak menyangka informasi yang didapatnya benar-benar di luar dugaan. Selama ini Putri adalah gadis yang sederhana. Dia bahkan terlihat seperti orang yang susah. Dia sama sekali tak pernah menunjukkan kehebatan orang tuanya. Makanya kemarin waktu Liam diajak ke rumah Bude dan Pakde, Liam pikir mereka adalah keluarga Putri. Benar-benar sama sekali tidak ada terbesit dalam pikirannya bahwa putri adalah anak dari majikan Bude dan Pakde.Bahkan Liam sempat berfikir Putri menangis karena beasiswanya dicabut. Padahal kenyataannya jika tahu seperti ini Putri tentu tidak mempermasalahkan tentan