Share

Sengketa

Lelaki berkemeja biru kemudian beranjak ke meja kerja. Menandatangani dokumen-dokumen yang dibawa Zven. Sepertinya, dia harus menyiapkan tangan dan mata untuk menyelesaikan semua itu.

Detik demi detik berlalu. Tanpa terasa, pekerjaan Pieter sudah selesai semua. Lelaki itu pun merenggangkan otot-ototnya yang pegal.

Perlahan, diliriknya Cyenna yang masih tertidur pulas. Padahal, sudah dua jam semenjak Pieter berkutat dengan dokumen-dokumennya.

Saat akan menghampiri, ponselnya berbunyi. Lelaki itu pun segera menyambar benda pipih warna hitam tersebut.

"Astaga naga!" ujar Pieter, mengungkapkan keterkejutannya.

Lelaki itu menepuk jidat. Dia bahkan melupakan rencana penting yang sudah disiapkan jauh-jauh hari. Gara-gara Xela sakit perut, sih. 

"Na, bangun!" 

Sontak, gadis cantik itu terbangun karena seruan Pieter. Dia bangkit dengan kesadaran yang belum utuh. Gelagapan.

"Ke-kenapa, Tuan?" tanyanya dalam kondisi setengah sadar.

Pieter menatapnya dengan sorot mata tajam, tak mau dibantah. "Kita pergi sekarang!"

Cyenna tidak berani membantah. Gadis berkemeja rosemary itu pun segera memulihkan kesadarannya. Perlahan, dia turun dari sofa. Mengikuti jejak langkah Pieter menuju mobil.

"Nggak ada yang ketinggalan, 'kan?" tanya lelaki bersurai hitam sebelum melajukan mobilnya dari tempat parkir.

Menggeleng cepat. "Saya nggak bawa apa-apa, Tuan."

"Bagus. Jangan lupa pakai sabuk pengaman! Kalau perlu, pegangan yang kencang," perintah Pieter tanpa memandang wajah Cyenna.

Mulanya, gadis itu tak paham dengan apa yang dibicarakan Pieter. Akan tetapi, setelah roda mobil menginjak jalanan, barulah Cyenna paham. Pieter berkendara dengan kecepatan tinggi.

"Aaa!" jerit Cyenna ketika Pieter mulai kebut-kebutan di jalan raya.

Gadis berkemeja rosemary sungguh ketakutan dibuatnya. Pemandangan di sekitar jadi terlihat blur karena saking cepatnya Pieter mengemudi. Tubuh juga rasanya menjadi sangat ringan.

Senam jantung yang dialami Cyenna tak berhenti sampai di sana. Beberapa kali, Pieter mengerem mobilnya secara tiba-tiba. Gadis itu jadi ketakutan setengah mati. Bahkan, sampai memejamkan mata terus-menerus. Berdoa kepada Tuhan supaya selalu diberikan perlindungan, kesehatan, serta keselamatan.

15 menit setelahnya, barulah gadis bersurai hitam dapat menarik napas lega. Pieter memarkir kendaraannya di depan sebuah toko. Cyenna segera memanfaatkan kesempatan itu untuk keluar.

Kaki Cyenna terasa cukup lemas. Alhasil dia berjongkok di samping mobil sembari memijit tengkuk. Isi perut seperti ingin keluar. Menyapa keindahan dunia.

Setelah agak baikan, dihirupnya udara segar puas-puas. Mencoba melupakan cara menyetir Pieter yang ugal-ugalan. Beruntung, Tuhan masih menyayangi keduanya. Mereka tiba dengan selamat di tempat tujuan.

"Kamu tunggu di sini aja, Na. Enggak lama, kok," pesan lelaki tersebut sembari nyelonong masuk ke toko.

Cyenna tak merespon dengan sepatah kata pun. Gadis itu hanya melirik Pieter dengan tajam. Sebelum akhirnya mengacung-acungkan tangannya yang menuding ke arah toko.

"Parah! Tuan nggak punya rasa bersalah sedikit pun setelah nyetir nggak karuan kayak tadi? Ih, parah, sih," gerutu gadis itu sambil mencoba menahan emosi. 

Perempuan mana yang masih bisa cengengesan setelah dibawa bertarung dengan maut? Ngebut dengan kecepatan 180 km/jam. Belum lagi, acara ngerem mendadak karena terhalang lampu merah. Sudahlah, jantung rasanya seperti mau melompat dari tempatnya.

15 menit kemudian, barulah Cyenna dapat menenangkan diri. Tapi di hatinya, terselip rasa curiga. Mengapa Pieter tak kunjung kembali? Katanya cuma sebentar, nyatanya lama.

"Aku samperin aja kali, ya. Semoga tokonya nggak luas banget," harap gadis itu seraya masuk.

Di sana, netranya langsung terpaku pada dua lelaki yang tengah melancarkan baku hantam. Satpam terlihat kewalahan memisahkan mereka. Sebagian pengunjung menyingkir, tapi ada pula yang merekam perkelahian tersebut.

Mengenali kemeja yang dikenakan salah satu lelaki, Cyenna bergegas mendekat. Takut kalau itu sungguhan Pieter.

"Stop, Tuan!" teriak gadis itu saat mengenali wajah Tuannya yang sudah babak belur.

Jeritan Cyenna tak digubris sama sekali. Dua orang itu masih saling baku hantam dengan satpam yang mencoba melerai keduanya.

Tak punya pilihan lain, gadis berkemeja rosemary mengambil ancang-ancang. Dia berlari, kemudian menerjang Pieter yang hendak menendang musuhnya. Perut Cyenna sedikit terkena kaki lelaki itu. Tapi, tidak begitu sakit.

Dalam sekejap, keduanya jatuh ke lantai. Perkelahian pun berhasil dihentikan oleh ART tersebut.

"Tuan gapapa?" tanya gadis itu saat melihat wajah Tuannya yang memprihatinkan.

Pieter terlihat masih marah. "Minggir! Aku mau ngasih pelajaran buat pria sombong itu!"

"Cukup! Tuan nggak boleh berkelahi lagi! Tuan mau, saya dipecat?" marah Cyenna tanpa menyingkir dari atas tubuh Pieter.

Tiba-tiba, seseorang menarik kerah kemeja Cyenna. Gadis itu sempat tak bisa bernapas. Hingga akhirnya terduduk di lantai. Rambut panjangnya terurai ke depan. Membuat penampilan Cyenna bak hantu cantik mempesona.

Mendongakkan kepala. Mencoba mencari tahu siapa yang mencari keributan dengan dia dan Tuannya. Namun ketika saling bertukar pandang, keduanya terdiam sempurna.

"Theo?" ujar gadis itu tak percaya.

Lelaki yang sudut bibirnya mengeluarkan darah itu pun terkesiap. Kemudian menebak secara asal, "Oh, jadi itu calon suami lo?"

Cyenna bangkit. Marah bila dibilang sebagai calon istri Pieter. Maaf saja, dia masih sayang nyawa. Tidak mau memiliki suami yang menyetirnya ugal-ugalan.

"Nggak usah nyebar hoax! Dia Bos gue. Lagian, beliau udah punya pacar!" amuk Cyenna.

Menyahut dengan sinis, "Gue gak percaya!"

"Ya, itu hak lo kalau nggak percaya. Lagian kenapa, sih, sampai ribut sama Tuan gue? Bikin susah aja. Ntar kalau gaji gue dipotong, gimana? Lo mau tanggung jawab?" omel Cyenna sambil menyingsingkan lengan kemejanya. 

Cyenna Lamour bukannya hendak menantang Theodore Roshan untuk berkelahi. Gadis itu bermaksud membantu Tuannya untuk bangkit. Dia harus cepat diobati.

Theodore menatap sahabatnya tanpa kedip. Bukan karena kecantikannya, tapi membantu Pieter untuk bangkit. Sejak kapan Cyenna mau menyentuh laki-laki selain dirinya dan Rendra? 

"Ayo pulang, Tuan. Biar saya yang menyetir," ajak gadis itu.

Pieter menolak dengan tegas, "Aku nggak bakal pulang sebelum dapetin cincin itu!"

Theodore buru-buru menjawab, "Nggak bisa! Cincin itu milik gue! Gue mau tunangan, bulan depan."

"Dan aku mau menikah, minggu depan!" sahut Pieter, tak kalah sengit.

Cyenna jadi sebal. Kenapa sih, kedua orang ini bertengkar gara-gara sebuah cincin? Apa memang barangnya sangat bagus?

"Lo mau nikah sama Cyenna, ngasihnya cincin satu miliar? Kurang mahal!" gerutu Theodore.

Gadis berkemeja rosemary langsung memelototkan mata, "Hey, gue cuma ARTnya Tuan Pieter. Lo ngerti bedanya pembantu sama pacar, 'kan?"

"Gue nggak semudah itu untuk ditipu, Cyenna. Lo nggak mungkin jadi pembantunya dia. Sekarang, gue tanya sama lo. Siapa nama pacarnya Tuan lo?" ucap Theodore sembari berkacak pinggang.

Glek!

ART tersebut langsung melirik lelaki yang dia topang, "Tuan, itu ditanyain nama pacarnya."

"Xela. Kenapa? Mau kamu embat?" balas Pieter dengan sorot mata tajamnya.

"Dih, najis!" celetuk Theodore. Hampir saja dia meludah di sana.

Sesaat kemudian, lelaki tersebut diam. Bertanya sambil mengernyit, "Bentar, Xela yang kerja jadi HRD di perusahaan Alpha Centaurary?"

"Iya. Kenapa? Cantik, 'kan?" sombongnya. Tapi kemudian, meringis kesakitan karena tadi bibirnya sempat kena tonjok.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status