Share

Wisang Sakit

last update Last Updated: 2023-09-26 08:42:58

Rasanya sedikit aneh  tidak mendengar suara Wisang  beberapa hari ini di rumahnya. Taka bertanya pada Genta, tetapi anaknya pun tidak tahu alasan di balik ketidakhadiran gurunya tersebut.

“Pak, Tuan Dimas meminta bertemu!” ucap Magda di line telepon. Magda  seorang sekretaris  Taka yang cantik dan menaruh hati pada pria tampan keturunan Jepang itu.

‘Suatu kebetulan yang bagus, aku bisa sekalian bertanya kepada Dimas mengenai kabarnya Wisang,’ ucap Taka di dalam hatinya sambil berjalan keluar dari ruangannya.

Di ruangan tamu kantornya, Taka melihat Dimas tengah duduk bersama seseorang. Seperti biasa, wanita itu adalah sekretarisnya yang sudah cukup dikenal juga oleh Taka karena selalu mengekori kemanapun Dimas melangkah. 

“Hai Bro, apa kabarmu?” tanya Dimas langsung menyambut kedatangan Taka yang menghampiri mejanya.

Kedua pria itu pun berangkulan saling memberi salam.

“Hai, aku Sandra,” ucap wanita itu sambil menyodorkan tangannya. Namun Taka mengabaikannya.

“Bagaimana kabarmu? Oh ya … bagaimana dengan Wisang? Cukup lama aku tidak melihat kalian jalan bersama,” tanya Taka yang justru mengalihkan perbincangannya dengan menanyai kabar mengenai Wisang. 

Senyuman Dimas pun terbit.

“Kau ini, selalu saja menanyakannya. Dia ada di rumah seperti biasa. Dia sibuk dengan semua materi lesnya. Wanita itu benar-benar terlampau kaku, dia tak pandai memahamiku. Selalu sibuk dengan lesnya, tidak seperti wanita lainnya yang banyak kegiatan lain yang bisa membuat gairah kita para lelaki semakin jatuh cinta,” ucap Dimas kepada Taka dengan sangat entengnya. 

Taka bisa melihat gestur Sandra yang terlihat puas dengan kalimat Dimas tersebut. Hal ini memunculkan tanya di benak Taka.

Senyuman Taka pun menyimpul. Pria keturunan Jepang ini merasa sangat kesal dengan Dimas, meski begitu dia tak bisa menunjukkannya sedikitpun karena tidak ingin jika Dimas sampai mencurigai kedekatannya dengan Wisang.

‘Kau hanya tidak tahu  seperti apa Wisangmu itu, Dimas.’ 

“Jika aku jadi kau, aku justru sangat ingin seorang wanita yang tetap di rumah menyambut kepulanganku. Itulah aku,” ucap Taka sambil mempelajari sebuah proposal yang disodorkan oleh Dimas kepadanya. 

“Hey Bro, ngomong-ngomong aku datang ke sini untuk urusan bisnis bukan mengurusi para wanita. Lagi pula mengerti apa kau soal wanita, pria single sepertimu tidak akan tahu apa-apa. Sangat pusing sekali memiliki seorang istri yang kaku dan lugu,” ucap Dimas sambil terlihat asyik menunjukkan ponselnya kepada Sandra. 

“Kau benar, mungkin aku pria single yang tidak tahu menahu seorang wanita. Tapi jangan lupa jika aku juga sudah pernah beristri dan istriku dulu … “ ucap Taka terhenti.

Kenangan mengenai mendiang istrinya membuatnya seketika merasa kembali kehilangan.

Tentu saja, ditinggalkan sang istri saat pernikahan mereka masih seumur jagung bukanlah hal yang mudah untuk Taka melupakannya.

“Jika aku jadi kau, akan lebih baik jika aku menjadikan istriku sendiri sebagai sekretarisku,” ucap Taka terkesan menyindir apa yang dilakukan oleh Dimas dan Sandra saat ini. 

Kedua orang itu terlihat saling bergenggaman tangan diam-diam di atas paha Sandra dengan ditutupi tas wanita itu.

Bola mata menyipit milik Taka mendadak melebar saat melihat Sandra bergelayut manja kepada Dimas setelah tegurannya itu. 

Hal ini membuatnya terganggu sekali. 

Tak ingin memperpanjang kunjungan Dimas, Taka segera menandatangani MOU kerjasama terbaru perusahaannya dengan perusahaan Dimas yang bergerak di bidang benang sebagai supplier resmi di perusahaannya itu.

Dimas memang sudah beberapa tahun ini menjadi mitra bagi perusahaan yang dikelola oleh Taka dalam menyediakan material produksinya

“Aku sendiri tidak mengerti sampai kapan kau akan sendiri? Carilah wanita, jangan terlalu sibuk mencari uang. Anakmu akan semakin besar, sementara kau belum menikmati hidupmu,” ucap Dimas di akhir perbincangan mereka.

Pria itu tampak bahagia sekali setelah melihat Taka dengan mudah menandatangani MOU nya, padahal ada beberapa perubahan di dalam proposal pengajuan tersebut yang ternyata luput dari pengawasan Taka.

“Baiklah kami pamit,” ucap Dimas kepada Taka. 

Pria itu kemudian meninggalkan ruangan tamu kantornya. Sementara Taka langsung merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya mencoba menghubungi Wisang. 

“Halo, kau ada dimana?” tanya Taka saat Wisang mengangkat panggilannya. 

Setelah berbincang beberapa saat, Taka pun bersiap untuk pergi. Kebetulan semua janjinya hari ini sudah selesai dan sudah waktunya makan siang. Taka memilih salah satu restoran favoritnya yang memiliki menu oriental untuk mengajak Wisang makan siang di sana. 

Setengah jam berlalu, Taka sudah tiba di halaman rumah makan yang di reservasinya itu. Tapi mendadak dia menjadi ragu ketika melihat mobil milik Dimas terparkir di sana. Bola mata Taka pun mengelilingi sepanjang restoran yang memiliki dinding transparan itu.

“Mereka di sini!” ucap Taka saat melihat jelas jika Dimas bersama Sandra tengah menikmati makan siang mereka. 

“Jadi wanita itu rupanya,” ucap Taka sambil terus memperhatikan gestur tubuh Dimas dan Sandra yang sama sekali tidak mencerminkan jika mereka adalah atasan dan bawahan. 

Praduga Taka pun semakin kuat ketika melihat beberapa kali Dimas menyuapi Sandra makan. Sesuatu yang sangat tidak mungkin dilakukan oleh atasan kepada staf nya.

Taka mendecih sebal. 

Pria keturunan Jepang ini pun langsung menelpon pihak restoran dan membatalkan reservasinya. Dia tidak peduli dengan sepuluh dolar yang sudah ditransferkan untuk mereservasi salah satu ruangan makan di dalam restoran tersebut.

Taka tidak ingin Wisang sampai tahu jika Dimas tengah berselingkuh di sana. 

Baru saja Taka hendak memutar balik mobilnya, pria itu menghentikan laju mobilnya saat melihat ke arah tangga di pintu masuk restoran. 

“Wisang!” ucapnya saat menyadari jika Wanita itu sudah berdiri di sana mungkin sejak tadi. 

“Sedang apa dia berdiri di situ?” ucap Taka menjadi gemas sendiri karena melihat Wisang justru tengah memandangi Dimas yang sedang asyik-asyikan dengan Sandra di dalam sana.

Taka menghentikan langkahnya, dia melihat Wisang begitu lemah sehingga dia membiarkan begitu saja suaminya bersama wanita lain.

Merasa tak tahan dengan sakit hati yang pastinya cukup menyakitkan untuk Wisang mengetahui dirinya diselingkuhi, Taka kemudian melangkah turun dan bergegas menghampiri wanita itu. 

“Manusia macam apa kau ini? Ayo pergi dari sini!” ucap Taka sambil menggenggam tangan wanita itu hendak mengajaknya pergi. 

“Ayo masuk, bukankah kau mengajakku makan di sini? Jadi ayo kita masuk,” ucap Wisang sambil meneruskan langkahnya naik menuju pintu masuk restoran tanpa mempedulikan ajakan Taka. 

“Kau sudah tak waras? Kau ingin melihat mereka lebih dekat? Kau ingin menyakiti dirimu sendiri?” ucap Taka sambil memandangi Wisang yang justru terlihat datar saja itu.

Senyuman menyimpul di sudut bibir Wisang.

“Aku punya satu kesimpulan untuk Dimas, dia menikahiku tanpa mencintaiku. Selesai.” ucap Wisang dengan raut wajahnya yang dingin membuat Taka geleng-geleng kepala. 

“Aku sudah membatalkan reservasinya, aku tidak mengerti apa yang kau pikirkan. Kau ini punya hati atau tidak?” ucap Taka yang menjadi bingung dengan sikap Wisang yang tidak masuk akal ini. 

“Baiklah jika begitu, ayo pergi!” sahut Wisang dengan tetap tenang. 

Taka pun mengikuti langkah Wisang menuju parkiran, wanita itu nampaknya sudah mengenali mobil miliknya sehingga Taka tidak perlu lagi menunjukkan di mana mobilnya terparkir. 

“Kau yakin kau baik-baik saja?” tanya Taka lagi. 

“Semua akan membaik saat kau bisa berkompromi dengan keadaan. Tenanglah, aku tidak apa-apa,” ucap Wisang sambil membuang wajahnya ke arah luar mobil. 

Perlahan mobil berwarna hitam itu pun merayap di jalanan dan bergabung dengan kendaraan lainnya di ibukota ini dalam padatnya lalu lintas pada jam makan siang seperti saat ini. 

Taka menjadi tak enakan, pria ini mendapatkan jawaban dari pertanyaannya yang tadi tidak sempat diajukannya kepada Dimas. Dari apa yang sepintas dia ketahui hari ini, sudah jelas dan sudah cukup jawaban bagi Taka untuk mengetahui bagaimana rumah tangga Wisang dengan Dimas selama ini.

“Tenanglah, aku ada disini untukmu,” gumam Taka di dalam  hatinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My Beloved Partner   Saat Semesta Menantang Janji

    Angin malam menyelinap dari celah-celah jendela kontrakan kecil itu, membawa aroma hujan yang belum sempat turun. Wisang berdiri di dekat jendela, menatap lampu jalanan yang berpendar redup, seolah menggambarkan pikirannya yang kusut dan tak bersuara. Taka duduk bersila di atas kasur, menatap punggung Wisang yang seperti menjauh—meski jaraknya hanya beberapa langkah dari tempatnya. "Aku lelah, Tak," ucap Wisang lirih, tapi cukup jelas untuk menggetarkan dada Taka. "Aku pikir... aku bisa jadi kuat di mana pun kita berada. Tapi nyatanya, aku tetap jadi bahan bisik-bisik. Di perusahaan dulu, di yayasan, bahkan sekarang di sekolah. Seakan... kehadiranku dalam hidupmu adalah beban." Taka berdiri, langkahnya pelan. Ia memeluk punggung Wisang dari belakang, menggenggam erat pinggangnya. "Jangan bilang gitu. Kamu bukan beban. Kamu... satu-satunya alasan aku bertahan di semua kesulitan ini." Tapi Wisang melepaskan pelukannya. Perlahan, tapi pasti. "Tapi aku nggak merasa cukup, Tak. Bahk

  • My Beloved Partner   Antara Cinta dan Luka yang Tak Terucap

    Langit sore itu redup, seolah semesta ikut bersekutu dengan kekacauan yang menggulung hati Wisang. Angin menerpa dedaunan pepohonan di halaman sekolah dengan kasar, menciptakan irama yang ganjil—tak tenang, tak damai. Ia berdiri di dekat pagar sekolah, menatap mobil-mobil yang melintas di kejauhan dengan pandangan kosong."Kamu nggak masuk ke ruang guru?" suara Taka dari belakangnya terdengar lirih.Wisang menoleh pelan. Senyum yang terukir di wajahnya begitu tipis, seperti bayangan dari sebuah kebahagiaan yang mulai rapuh."Nggak, aku cuma butuh udara," jawabnya pendek.Taka mendekat, berdiri sejajar. Beberapa detik mereka diam. Ada ruang hening yang biasanya terasa nyaman, tapi kali ini, sunyi itu terasa seperti celah besar yang menganga."Tentang Nara... aku—""Sudah," potong Wisang pelan. "Aku tahu kamu nggak salah. Aku tahu kamu nggak pernah bermain api. Tapi, Tak, semua ini mulai terasa berat buatku."Taka menatap wajah yang begitu ia cintai itu dengan sorot penuh luka. "Aku ngg

  • My Beloved Partner   Runyam!

    Suasana di sekolah terasa agak berbeda. Nara terlihat santai berjalan masuk ke ruang guru, sambil membawa tas besar berisi dokumen dan beberapa peralatan sekolah untuk anaknya, Deno.Di ruang guru, Wisang dan Taka sedang sibuk mempersiapkan materi kelas. Saat Nara masuk, mata beberapa guru langsung tertuju padanya, bisik-bisik kecil mulai terdengar.Nara tersenyum manis ke arah Wisang, tapi ada kilatan saingan di matanya.“Bu Wisang, kabar baik ya? Aku dengar kamu sekarang Wakil Kepala Sekolah. Keren! Anak-anak pasti beruntung punya ibu guru sekaligus wakil kepala yang perhatian seperti kamu.”Wisang mengangguk sopan. “Terima kasih, Bu Nara. Semoga bisa menjalankan tugas dengan baik.”Nara menatap Taka yang sedang menyiapkan laptopnya. “Tak, anakmu udah siap-siap ke sekolah? Aku nanti antar Deno, ya. Biar mereka bisa berteman.”Taka mengangguk pelan. “Iya, nanti kita atur jadwalnya.”Siang Hari – Kelas 1ANara berdiri di samping meja guru saat Deno masuk ke kelas. Beberapa anak menata

  • My Beloved Partner   Munculnya Mantan Terindah Taka

    Senin Pagi – Rapat Mingguan GuruHari itu semua guru dikumpulkan untuk rapat mingguan. Topiknya: “Etika dan Profesionalisme dalam Lingkungan Kerja.”Waka Kesiswaan membuka sesi dengan berita mengejutkan.“Ada kabar bahwa beberapa guru kita menjalin hubungan pribadi yang lebih dari sekadar rekan kerja. Kami ingin mengingatkan pentingnya menjaga profesionalisme dan batasan.”Seluruh ruangan menjadi bisik-bisik penuh spekulasi.Taka dan Wisang, duduk berjauhan seperti biasa, tetap menunjukkan wajah tenang.Tapi di bawah meja, Bu Wisang mengetik pesan di HP-nya:"Kamu cerita ke siapa soal kita?”"Nggak cerita ke siapa-siapa. Tapi mereka pasti mulai curiga.”“Makanya, mendingan kita tetap rahasiain dulu aja, kan?"“Atau justru kita harus jujur aja. Biar nggak ada fitnah.”Setelah rapat bubar, mereka bertemu di ruang guru yang sedang sepi.“Tak, aku tahu kamu orang yang terbuka. Tapi hubungan kita ini... bukan hal yang harus diumumkan juga, kan?” kata Wisang pelan, sambil memeriksa map nila

  • My Beloved Partner   Wisang dan Taka Semakin Bingung

    Hari itu, geng 5C sedang mengintai dari balik jendela perpustakaan. Target mereka: Pak Dypram Mahessa.“Lihat deh, beliau lagi rapat, tapi...” bisik Laras sambil memegang kertas catatan operasi.“…beliau sering nengok ke HP, terus senyum-senyum sendiri,” tambah Putri.Adit menyipitkan mata. “Aku yakin, ada wanita misterius di balik senyuman itu.”Fino mengangguk bijak. “Bisa jadi... mantan cinta lama? Atau LDR? Atau janda beranak satu?”“Kenapa harus janda?” tanya Laras heran.“Drama lebih kuat,” jawab Fino mantap.Setelah Rapat – Koridor Sunyi, Lalu Tiba-Tiba...Pak Dypram keluar dari ruang rapat. HP-nya berdering. Ia menjawab sambil berjalan.“Iya... maaf, tadi masih rapat. Iya, hari Sabtu bisa. Nggak, aku nggak lupa. Aku udah simpan tanggalnya, kok.”Geng 5C menyandarkan diri ke dinding.“Catat. Hari Sabtu. Janjian,” ujar Laras.“Kayaknya bukan sama tukang servis AC, ya?” celetuk Putri.Adit memicingkan mata. “Mungkinkah... beliau punya kekasih?”“Dosa besar kalau kita nggak cari t

  • My Beloved Partner   Masih Misi Menjodohkan

    Saat Pulang SekolahLaras dan geng 5C sudah menyiapkan rencana tahap ketiga: Operasi Ngopi Berdua di Kantin.“Pak Taka suka kopi hitam. Bu Wisang suka teh tarik. Kalau kita bisa dudukin mereka di meja yang sama di kantin guru, terus tinggalin dua gelas itu di sana… BAM! Chemistry akan meledak!” ucap Laras penuh keyakinan seperti ahli strategi perang.Adit menyambar, “Tapi gimana caranya biar mereka duduk bareng tanpa curiga?”Putri mengangkat tangan, “Gampang. Suruh Pak Taka ke kantin buat ambil kue titipan anak-anak. Terus bilang ke Bu Wisang kalau ada guru yang mau konsultasi soal puisi di kantin.”---15 Menit Kemudian – Kantin GuruTaka masuk dengan langkah santai, dahi berkerut melihat ada teh tarik dan kopi hitam di meja kosong. Ia baru mau duduk saat—Wisang muncul dari pintu lain, juga tampak heran. “Pak Taka?”Mereka saling tatap. Lalu perlahan duduk.“Ini... ulah anak-anak lagi, ya?” ujar Wisang sambil tersenyum geli.Taka menyeruput kopi, pura-pura santai. “Mungkin. Tapi sa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status