FAZER LOGINSelene terdiam sejenak di depan beberapa potret yang terpampang di tembok kediaman keluarga Cromwell saat memasuki rumah mewah tersebut.
Ada banyak potret di situ, dan hampir di setiap potret terdapat wajah Oliver Cromwell, kepala keluarga Cromwell dan CEO Cromwell corp saat ini.
Selene berjalan menyusuri lorong tersebut dan melirik sebuah potret baru seorang wanita dengan riasan dan perhiasan yang terkesan mewah.
Rietta Cromwell, Istri kedua Oliver.
Disebelah potret itu terdapat potret seorang laki-laki berambut hitam, Ronan Cromwell. Anak pertama Rietta. Dibawahnya terdapat potret keluarga yang membuat Selene mendengus. karena potret itu hanya terdapat Oliver, Rietta, Ronan dan juga Rosetta, Adik tiri Selene.
Adik tiri yang baru saja memungut sampah miliknya. Yah memang sama-sama sampah sih jadi cocok.
Selene kembali berjalan dengan lebih cepat, tak sudi melihat potret keluar bahagia itu. seluruh tembok galeri itu dipenuhi oleh potret mereka.
Namun dari sudut matanya, Selene melihat 5 potret dengan wajah yang berbeda, tersembunyi namun ada. Sebuah bingkai yang menampakkan wajah Daniela, istri ketiga Oliver.
Daniela terlihat bersama kedua anak kembarnya seorang anak perempuan laki-laki yang masih menduduki bangku Sekolah Menengah Pertama, Dylan dan Delia Cromwell.
Dan dua di antara lima potret itu adalah potret Layla Cromwell, istri pertama Oliver dan juga ibu Selene.
"Istri pertama tapi potretnya cuma dua." Selene tersenyum getir.
Saat memperhatikan potret anggota "keluarganya", Selene bertemu dengan Dylan dan Delia.
"Ah... kakak."
"...Selamat sore kak"
Selene tersenyum tipis. Diantara seluruh keluarga Cromwell Dylan dan Delia yang masih anak-anak di mata Selene merupakan anak-anak yang malang.
"Sore Dylan, Delia..."
Selene menyadari Daniela, ibu si kembar sedang tidak bersama mereka.
"Ibu kalian tidak ikut?"
"ah... itu..." Delia sedikit ragu.
"Ibu sedang tidak enak badan." Dylan mengambil alih percakapan itu.
"Oh..."
Walau hanya sekilas Selene dapat melihat tangan anak laki-laki itu bergetar. Seperti sedang menahan sesuatu. Selene ingin sekali bertanya namun ia dalam hati tahu apa kemungkinan yang terjadi.
“Rietta?”
Mendengar nama itu kedua saudara kembar tersebut terpatung.
“Bingo.’
Selene menghela nafas.
“Mari kita ke ruang makan dahulu, ayah akan marah kalau kita telat.”
Ketiga orang itu lalu memasuki dining room. Di dalam ruangan itu sudah ada Rietta dan Ronan anak tertua wanita itu.
"Selene, sangan melegakan ternyata kamu masih ingat punya rumah"
Rietta menyapa Selene yang masuk dengan tenang dan langsung duduk di depannya sambil tersenyum, walau senyum itu tak sampai pada matanya.
"Tentu saja aku ingat... tempat ini kan juga rumahku"
Selene membalas dengan senyuman politik yang tak kalah manis membuat Rietta tersenyum masam untuk menutupi kekesalannya.
Dylan dan Delia juga ikut duduk di barisan kursi yang sama dengan Selene.
Melihat itu Rietta mengalihkan pandangannya ke arah si kembar,
"Anak-anak, kemana Daniela?"
Dylan menjawab sedikit ketus.
"Ibu sedang tidak enak badan"
Hal itu membuat Rietta menampakkan senyum simpatik yang terlihat di buat-buat.
"Oh... apa ia sakit karena terjatuh di kolam tadi sore?"
Ucapan itu membuat Delia mematung dan Dylan mengepalkan tangannya di bawah meja.
"Sungguh malang... berikan salamku padanya ya?"
Tak lama kemudian Oliver memasuki dining room bersama dengan Rosetta yang terlihat menggandeng lengan pria paruh baya itu.
Oliver langsung menempati posisi di kepala meja sedangkan Rosetta menempati kursi di sebelah Rietta tentu saja sambil mengirimkan senyuman meremehkan ke arah Selene.
Oliver berdehem rendah. Tanpa senyum dan basa-basi, pria dengan kedudukan paling tinggi di rumah itu langsung berbicara tentang berita yang ingin ia sampaikan.
"Romano Engineering Group membuka kemungkinan kerja sama besar dengan kita." Mulainya.
Hal itu membuat seisi rumah bertanya-tanya, apa kepentingan Romano Group sampai-sampai seluruh keluarga inti dipanggil seperti ini?
“Ayah telah diberikan kesepakatan dengan mantan CEO Romano Group untuk melakukan pernikahan bisnis demi kepentingan bersama dalam jangka panjang.”
Mendengar kata “menikah” Rosetta menegakkan punggung, terlihat langsung tertarik. Selene yang berada di depannya terdiam.
"Tapi Leonard Romano mengajukan satu syarat."
Semua mata tertuju pada Oliver.
"Dia ingin memilih sendiri calon istrinya."
Hening.
'Memilih? Apa bisa begitu? Bukankah hal seperti ini biasanya bersifat dipaksakan?' Selene bertanya-tanya dalam hati.
"Oleh karena itu," lanjut Oliver, "akan ada pertemuan makan malam pribadi. Romano akan dinner bersama kandidat dan akan memilih sendiri.”
Rosetta menyeringai tipis.
Delia menunduk, bahu kecilnya mulai terlihat tegang membuat kakak laki-lakinya langsung menggenggam tangannya memenangkan.
Selene menghela napas tipis.
'Keluarga Cromwell memiliki tiga orang putri... dan Romano ingin memilih? Apa jangan-jangan...'
Oliver melirik ke arah saudara kembar SMP itu.
"Delia."
Gadis kecil itu mendongak.
"Ayah sebenarnya juga sudah mengajukan namamu..."
Kata-kata itu membuat Selene langsung menegakkan bahu dan Delia yang tepat berada di sebelahnya menahan nafasnya terlihat getaran kecil di bibir gadis kecil itu.
'Apa ayah gila?! Delia masih SMP!!!' Teriak Selene dalam hati.
Namun Oliver belum selesai.
"...tapi Leonard Romano menolak keras keterlibatan siapa pun yang masih di bawah umur."
Wajah Delia pun seketika berubah. Ketakutan yang tadi lewat di matanya langsung melembut. Gadis kecil itu menghembuskan napas panjang. Tegangan di dadanya runtuh digantikan dengan rasa lega. Selene yang berada di sebelahnya juga ikut menghembuskan nafas lega.
'Untunglah Leonard Romano itu bukan pedofil yang suka anak-anak dibawah umur.'
Oliver mengangguk tipis lalu melanjutkan,
"Jadi kandidat resmi hanya dua."
Semua mata berpindah.
"Selene."
"Rosetta."
Rietta meminum tehnya untuk menutupi senyum liciknya.
Rosetta tersenyum lebih lebar.
Selene? Diam tak berkutik.
"Ayah-" Rosetta angkat suara duluan. "bukankah ini hampir seperti audisi?" Lanjutnya.
Nada manisnya penuh rasa percaya diri.
"Aku yakin Romano akan kasi nilai lebih pada gadis yang bisa tampil sesuai dunia bisnis."
Pandangan Rosetta melirik Selene tajam.
Message-nya jelas
'Obviously not you.'
Selene tidak membalas tatapan itu. Ia justru lebih fokus menatap piring makan yang nyaris tak disentuh. Pikirannya berkecamuk memikirkan banyak hal, tentang kuliahnya, mimpinya, dan ketakutan akan pernikahan politik. Saking fokusnya Selene bahkan tak menyadari tatapan Rosetta yang diarahkan padanya.
"Kalian akan diberi dua tanggal terpisah," lanjut Oliver.
"Lalu Romano akan mengambil keputusan diam-diam."
Ronan, anak laki-laki tertua berdehem pelan.
"...Kalau dia tidak memilih salah satu?"
Oliver menghela napas.
"Maka kerja sama batal."
Mata hazel pria itu lalu menatap tajam Selene dan Rosetta secara bergantian
"Di antara kalian berdua harus bisa memikat si Romano itu, kalian mengerti kan?"
Rosetta tanpa ragu tersenyum cerah.
"Ayah tidak usah khawatir, bisa kupastikan dia pasti tidak akan bisa menolak ku"
"Benar, Rosetta sangat menawan, sudah pasti bisa menaklukkan hati Romano itu"
Mendengar itu Selene menatap Rosetta dengan tatapan aneh,
'Bukankah baru tadi sore kau bersenang-senang bersama Matteo? kenapa tiba-tiba kau semangat sekali tentang ini?' pikirnya.
Oliver mengangguk puas lalu melirik Selene.
"Selene?"
"Akan aku usahakan."
“Sel.”“Selene.”“SELENE!”Panggilan terakhir itu membuat Selene sedikit tersentak.“Hah! Selene akhirnya menatap Fiona yang sedari tadi sudah memanggilnya beberapa kali semenjak dosen sudah keluar kelas. Saat ini kelas yang tadinya dipenuhi mahasiswa cuma tertinggal Selene, Fiona dan beberapa anak yang terlihat ingin melanjutkan tugas kelompok.“Are you okay? Kamu dari tadi kelihatan banyak pikiran”Selene menghela nafas sejenak. Memang benar, sejak makan malam semalam pikiran Selene langsung kemana-mana. Memang benar makan malam itu awalnya ditujukan untuk Leonard Romano agar bisa menemukan calon istrinya. Tapi tetap saja, Selene tidak menyangka di antara dirinya dan Rosetta, dirinya lah yang akan dipilih. Selene menggelengkan kepalanya untuk menjernihkan pikiran lalu menatap Fiona yang sedari tadi hanya terdiam menatap Selene dengan tatapan aneh.“Sel, what’s wrong?”‘What’s wrong? A lot!’Itu yang dipikirkan Selene tapi sekali lagi gadis itu hanya menghela nafas. “Ayo pergi du
“Fyuhhh katanya 30 menit malah lanjut hampir sejam-an”“Kau telat sih!”“Lah? Orang Prof. Adrian yang buat janji dadakan!”“Jangan berantem di depan sini…” Ucap Selene sambil menatap tiga teman setim-nya Pintu ruang dosen tertutup pelan di belakang Selene. Koridor kampus sudah sepi. “Kita ke resto ramen yang di simpang tiga depan yuk?” Ajak Fiona.“Boleh” kali ini Hana nyeletuk, dan Alex mengangguk.“Maaf guys… aku skip dulu ya? Aku ada janji” Jawab Selene dengan sedikit rasa bersalah.Untung saja teman temannya ini mengerti.“Kalau acaranya bagi-bagi warisan, aku minta jatah ya?” Celetuk Fiona dengan nada bercanda.Selene hanya terkekeh sambil melambaikan tangannya ke arah tim karya ilmiahnya, karena pamit terlebih dahulu karena ada janji penting. Gadis itu masih memegang catatan revisi saat langkahnya berhenti mendadak. Karena refleks melihat jam tangan.18:41.Makan malam Romano dijadwalkan jam 19:00. Dari kampus ke restoran saja sudah 20 menit dan itupun jika normal traffic, kal
Jendela kaca setinggi langit-langit membentang memenuhi satu sisi ruang kerja. Dari jendela yang membentang itu, pelabuhan utama kota terlihat seutuhnya. Dari atas situ, terlihat kesibukan pekerja serta peralatan peralatan berat dari Romano engineering corp.Kontainer satu persatu ditarik seperti bidak catur, pekerja berhelm tampak serupa titik-titik putih, serta percikan api las berkedip seperti kunang-kunang.Seorang pria dengan setelan hitam melekat sangat pas pada tubuh tinggi ramping. Mata biru itu menyapu pemandangan dari atas tower Romano, satu tangannya menggenggam mug berisi kopi.Pria itu, Leonard Romano CEO of Romano Engineering Corp.“Pak,” Robert, sekretaris pribadi Leonard membuka suara, “Para eksekutif masih mempertanyakan keputusan anda untuk melakukan pernikahan politik dengan Blackwood Corporation.”Leonard dengan tenang meminum kopinya.“Saya yang nikah kenapa mereka yang nolak?” Mendengar itu Robert berkata jujur.“Mereka ingin mendorong putri mereka untuk menjadi
Selene terdiam sejenak di depan beberapa potret yang terpampang di tembok kediaman keluarga Cromwell saat memasuki rumah mewah tersebut.Ada banyak potret di situ, dan hampir di setiap potret terdapat wajah Oliver Cromwell, kepala keluarga Cromwell dan CEO Cromwell corp saat ini.Selene berjalan menyusuri lorong tersebut dan melirik sebuah potret baru seorang wanita dengan riasan dan perhiasan yang terkesan mewah.Rietta Cromwell, Istri kedua Oliver.Disebelah potret itu terdapat potret seorang laki-laki berambut hitam, Ronan Cromwell. Anak pertama Rietta. Dibawahnya terdapat potret keluarga yang membuat Selene mendengus. karena potret itu hanya terdapat Oliver, Rietta, Ronan dan juga Rosetta, Adik tiri Selene.Adik tiri yang baru saja memungut sampah miliknya. Yah memang sama-sama sampah sih jadi cocok.Selene kembali berjalan dengan lebih cepat, tak sudi melihat potret keluar bahagia itu. seluruh tembok galeri itu dipenuhi oleh potret mereka.Namun dari sudut matanya, Selene melihat
"Ayo kita putus."Selene terpaku, ponsel dengan case berwarna lilac masih menempel di telinga, suara kafe berdengung samar di sekitarnya.Kalimat itu datang tanpa peringatan, membuat nafas Selene tercekat."Semua tentang kamu, kamu, kamu! Aku capek dengernya!"Lanjut suara di seberang, yang sampai pagi tadi masih ia sebut pacar."Terus terang... kamu gak nganggap aku pacar kan?"Detik itu, Selene terpaku, mata hazel-nya memanas dan pandangannya sedikit mengabur. Padahal lima menit sebelumnya, gadis itu masih tersenyum dengan penuh kebahagiaan.Gadis itu baru saja menerima email bahwa karya ilmiahnya terpilih untuk ajang kompetisi nasional, suatu hal yang ia kejar berbulan-bulan tanpa tidur yang cukup."Apa... maksudmu?"Padahal ia hanya ingin berbagi berita baik dengan orang yang seharusnya menjadi sandaran dan orang terdekatnya, Matteo Hickins, pacar yang sudah setahun lebih bersamanya.Sayang, dunia nyata tak seindah bayangannya."Kamu bahkan nggak sadar kalau kamu itu egois" ujar pr
Saat awal bertemu dulu, Selene mengira ia akan menikahi pria yang berbahaya dan harus diwaspadai. Pria dengan rambut pirang dan bermata biru itu terkenal dingin, to the point dan tidak suka basa-basi.. Orang-orang mengenal Leonard Romano sebagai pria yang hidup sesuai dengan nama yang diberikan padanya sejak lahir. Leonard, yang memiliki arti singa, dan juga simbol kekuatan, keberanian, dan kepemimpinan. Tidak salah... Tapi apakah kalian tahu jika singa itu masih satu keluarga dengan kucing? . . . Malam itu, dari dalam sebuah penthouse luas yang bernuansa monochrome seorang wanita berambut ash brown bergelombang sedang duduk santai di atas sofa berwarna abu-abu. Pendingin udara berdengung lembut, bercampur dengan aroma kopi yang baru saja diseduh gadis itu. Selene Romano dengan santai mengotak atik tablet yang berada di tangannya, sibuk menyelesaikan laporan penelitian yang belum ia selesaikan. Beberapa menit berlalu sampai pria yang katanya “berbahaya” itu muncul dari ar







