LOGIN
Saat awal bertemu dulu, Selene mengira ia akan menikahi pria yang berbahaya dan harus diwaspadai.
Pria dengan rambut pirang dan bermata biru itu terkenal dingin, to the point dan tidak suka basa-basi.. Orang-orang mengenal Leonard Romano sebagai pria yang hidup sesuai dengan nama yang diberikan padanya sejak lahir. Leonard, yang memiliki arti singa, dan juga simbol kekuatan, keberanian, dan kepemimpinan. Tidak salah... Tapi apakah kalian tahu jika singa itu masih satu keluarga dengan kucing? . . . Malam itu, dari dalam sebuah penthouse luas yang bernuansa monochrome seorang wanita berambut ash brown bergelombang sedang duduk santai di atas sofa berwarna abu-abu. Pendingin udara berdengung lembut, bercampur dengan aroma kopi yang baru saja diseduh gadis itu. Selene Romano dengan santai mengotak atik tablet yang berada di tangannya, sibuk menyelesaikan laporan penelitian yang belum ia selesaikan. Beberapa menit berlalu sampai pria yang katanya “berbahaya” itu muncul dari arah home office miliknya dan langsung bergerak menghalangi seluruh sisi nyaman sofa. “Leonard.” Tidak ada respon. Pria dengan tinggi 185 cm itu tak berkutik dan tetap berbaring tengkurap di sofa, kepalanya ditempatkan di atas paha Selene seperti kucing besar yang menemukan posisi ternyaman di dunia. Bahu lebarnya bergerak naik turun pelan mengikuti irama nafas yang mulai melembut. “Leo…” Selene menurunkan tablet di tangannya, meletakkannya dengan aman di meja rendah depan sofa berwarna abu yang ada di tempat tinggal mereka, lalu bergerak mengusap rambut pirang yang sedikit berantakan itu. “Leo, aku lagi kerja…” “Hm.” Pria itu hanya menggeram rendah dan masih tak memindahkan kepalanya, dan justru semakin mendekatkan wajahnya ke arah perut wanita bermata hazel itu. “Aku harus nyelesain laporan.” Leonard mendengus pelan dan malah menutup mata. “Kamu harus istirahat sebentar, moonlight.” Moonlight... Panggilan kesayangan yang diberikan Leonard hanya untuk Selene. Pria itu lanjut memeluk pinggang Selene tanpa membuka mata, menahannya tetap di tempat. “Matamu bakalan capek kalau menatap layar lama lama.” Selene mendengus. “Bukannya karena kamu mau manja?” “Itu bonusnya.” Selene menggeleng kecil. tanpa sadar, sebuah senyuman muncul di wajahnya dan dilanjutkan dengan tawa lembut. Benar-benar seperti kucing besar yang manja. Sulit dipercaya pria yang disegani dan ditakuti pesaing bisnis itu bisa bertingkah seperti ini. Kalau orang-orang yang biasa melihat Leonard di ruang rapat tahu bagaimana ia saat berada di dalam rumah, mungkin Selene akan dituduh sedang mengarang cerita. Siapa sangka pria yang dulu dijodohkan dengannya dengan alasan perjanjian bisnis bisa bertingkah semanis ini? Selene benar-benar merasa seperti wanita paling beruntung di dunia. Leonard membuka satu mata dan melirik istrinya. “Kau tahu gak kenapa akhir-akhir ini aku betah di rumah?” “Kenapa?” “Karena di rumah… sekarang ada kamu.” Selene terdiam sesaat. Tangannya berhenti bergerak di rambut Leonard. Belaian tangannya digantikan dengan sebuah kecupan di dahi pria itu. “Dasar gombal.” Leonard hanya menggesekkan hidungnya tipis ke perut datar wanita yang kini telah menjadi istrinya, dan kembali menutup mata seolah tidak mempunyai beban hidup sama sekali. "Aku serius, kalau bisa aku mau begini terus" "Jangan ngaco nanti perusahaan bisa bangkrut" "...Selene" Walau Selene menjawab dengan tegas, jemarinya kembali memainkan rambut pirang sang suami. "Tapi istrahat sejenak mungkin tidak apa-apa..." Selene ikut menutup matanya. Ia jadi ingat awal mula semua ini terjadi...“Sel.”“Selene.”“SELENE!”Panggilan terakhir itu membuat Selene sedikit tersentak.“Hah! Selene akhirnya menatap Fiona yang sedari tadi sudah memanggilnya beberapa kali semenjak dosen sudah keluar kelas. Saat ini kelas yang tadinya dipenuhi mahasiswa cuma tertinggal Selene, Fiona dan beberapa anak yang terlihat ingin melanjutkan tugas kelompok.“Are you okay? Kamu dari tadi kelihatan banyak pikiran”Selene menghela nafas sejenak. Memang benar, sejak makan malam semalam pikiran Selene langsung kemana-mana. Memang benar makan malam itu awalnya ditujukan untuk Leonard Romano agar bisa menemukan calon istrinya. Tapi tetap saja, Selene tidak menyangka di antara dirinya dan Rosetta, dirinya lah yang akan dipilih. Selene menggelengkan kepalanya untuk menjernihkan pikiran lalu menatap Fiona yang sedari tadi hanya terdiam menatap Selene dengan tatapan aneh.“Sel, what’s wrong?”‘What’s wrong? A lot!’Itu yang dipikirkan Selene tapi sekali lagi gadis itu hanya menghela nafas. “Ayo pergi du
“Fyuhhh katanya 30 menit malah lanjut hampir sejam-an”“Kau telat sih!”“Lah? Orang Prof. Adrian yang buat janji dadakan!”“Jangan berantem di depan sini…” Ucap Selene sambil menatap tiga teman setim-nya Pintu ruang dosen tertutup pelan di belakang Selene. Koridor kampus sudah sepi. “Kita ke resto ramen yang di simpang tiga depan yuk?” Ajak Fiona.“Boleh” kali ini Hana nyeletuk, dan Alex mengangguk.“Maaf guys… aku skip dulu ya? Aku ada janji” Jawab Selene dengan sedikit rasa bersalah.Untung saja teman temannya ini mengerti.“Kalau acaranya bagi-bagi warisan, aku minta jatah ya?” Celetuk Fiona dengan nada bercanda.Selene hanya terkekeh sambil melambaikan tangannya ke arah tim karya ilmiahnya, karena pamit terlebih dahulu karena ada janji penting. Gadis itu masih memegang catatan revisi saat langkahnya berhenti mendadak. Karena refleks melihat jam tangan.18:41.Makan malam Romano dijadwalkan jam 19:00. Dari kampus ke restoran saja sudah 20 menit dan itupun jika normal traffic, kal
Jendela kaca setinggi langit-langit membentang memenuhi satu sisi ruang kerja. Dari jendela yang membentang itu, pelabuhan utama kota terlihat seutuhnya. Dari atas situ, terlihat kesibukan pekerja serta peralatan peralatan berat dari Romano engineering corp.Kontainer satu persatu ditarik seperti bidak catur, pekerja berhelm tampak serupa titik-titik putih, serta percikan api las berkedip seperti kunang-kunang.Seorang pria dengan setelan hitam melekat sangat pas pada tubuh tinggi ramping. Mata biru itu menyapu pemandangan dari atas tower Romano, satu tangannya menggenggam mug berisi kopi.Pria itu, Leonard Romano CEO of Romano Engineering Corp.“Pak,” Robert, sekretaris pribadi Leonard membuka suara, “Para eksekutif masih mempertanyakan keputusan anda untuk melakukan pernikahan politik dengan Blackwood Corporation.”Leonard dengan tenang meminum kopinya.“Saya yang nikah kenapa mereka yang nolak?” Mendengar itu Robert berkata jujur.“Mereka ingin mendorong putri mereka untuk menjadi
Selene terdiam sejenak di depan beberapa potret yang terpampang di tembok kediaman keluarga Cromwell saat memasuki rumah mewah tersebut.Ada banyak potret di situ, dan hampir di setiap potret terdapat wajah Oliver Cromwell, kepala keluarga Cromwell dan CEO Cromwell corp saat ini.Selene berjalan menyusuri lorong tersebut dan melirik sebuah potret baru seorang wanita dengan riasan dan perhiasan yang terkesan mewah.Rietta Cromwell, Istri kedua Oliver.Disebelah potret itu terdapat potret seorang laki-laki berambut hitam, Ronan Cromwell. Anak pertama Rietta. Dibawahnya terdapat potret keluarga yang membuat Selene mendengus. karena potret itu hanya terdapat Oliver, Rietta, Ronan dan juga Rosetta, Adik tiri Selene.Adik tiri yang baru saja memungut sampah miliknya. Yah memang sama-sama sampah sih jadi cocok.Selene kembali berjalan dengan lebih cepat, tak sudi melihat potret keluar bahagia itu. seluruh tembok galeri itu dipenuhi oleh potret mereka.Namun dari sudut matanya, Selene melihat
"Ayo kita putus."Selene terpaku, ponsel dengan case berwarna lilac masih menempel di telinga, suara kafe berdengung samar di sekitarnya.Kalimat itu datang tanpa peringatan, membuat nafas Selene tercekat."Semua tentang kamu, kamu, kamu! Aku capek dengernya!"Lanjut suara di seberang, yang sampai pagi tadi masih ia sebut pacar."Terus terang... kamu gak nganggap aku pacar kan?"Detik itu, Selene terpaku, mata hazel-nya memanas dan pandangannya sedikit mengabur. Padahal lima menit sebelumnya, gadis itu masih tersenyum dengan penuh kebahagiaan.Gadis itu baru saja menerima email bahwa karya ilmiahnya terpilih untuk ajang kompetisi nasional, suatu hal yang ia kejar berbulan-bulan tanpa tidur yang cukup."Apa... maksudmu?"Padahal ia hanya ingin berbagi berita baik dengan orang yang seharusnya menjadi sandaran dan orang terdekatnya, Matteo Hickins, pacar yang sudah setahun lebih bersamanya.Sayang, dunia nyata tak seindah bayangannya."Kamu bahkan nggak sadar kalau kamu itu egois" ujar pr
Saat awal bertemu dulu, Selene mengira ia akan menikahi pria yang berbahaya dan harus diwaspadai. Pria dengan rambut pirang dan bermata biru itu terkenal dingin, to the point dan tidak suka basa-basi.. Orang-orang mengenal Leonard Romano sebagai pria yang hidup sesuai dengan nama yang diberikan padanya sejak lahir. Leonard, yang memiliki arti singa, dan juga simbol kekuatan, keberanian, dan kepemimpinan. Tidak salah... Tapi apakah kalian tahu jika singa itu masih satu keluarga dengan kucing? . . . Malam itu, dari dalam sebuah penthouse luas yang bernuansa monochrome seorang wanita berambut ash brown bergelombang sedang duduk santai di atas sofa berwarna abu-abu. Pendingin udara berdengung lembut, bercampur dengan aroma kopi yang baru saja diseduh gadis itu. Selene Romano dengan santai mengotak atik tablet yang berada di tangannya, sibuk menyelesaikan laporan penelitian yang belum ia selesaikan. Beberapa menit berlalu sampai pria yang katanya “berbahaya” itu muncul dari ar







