"Pulanglah! Siapkan kamar penuh parfum untukku!" titah Reon setelah kopi pahit itu ada di mejanya.
"Hah?! Maksudnya bagaimana?" heran Zara mendelik. Nampan masih digenggam jemarinya.
Reon mendesah lelah. Mata sayunya membuat Zara melengkungkan bibir ke bawah.
"Aku akan pulang nanti sore. Pelayanku, kau jangan kabur! Siapkan saja kamar yang harum nan cantik sepertimu," ujarnya mendayu sendu.
Napas Zara tercekat di tenggorokan.
'Ada apa lagi dengannya?!' teriak dalam hati.
Rumah besar Reon yang dihuni banyak pelayan. Saat ini Zara menjadi salah satunya.
Dia menguap sambil mengucek matanya dan berjalan menuju kamar. Mengerjap-ngerjap menyesuaikan pandangan.
"Huft! Aku lelah sekali! Dia benar-benar Raja Iblis! Tidak membiarkanku tidur, tapi menyuruh ini dan itu. Pasti enak kalau berbaring di kasur," gumamnya dengan bibir mengerucut.
"Ahahaha! Ternyata ini pelayan baru yang konon gadis tercantik di kota? Hah? Yang benar saja? Apa mata Tuan kita sudah rabun?"
Zara merasa diinterupsi. Dia menghentikan langkahnya dan menoleh ke sumber suara, yaitu dapur. Memicing karena pandangannya kurang jelas akibat mengantuk.
"Hmm? Siapa itu? Nenek tua?" katanya asal.
Orang itu tersentak.
"Hei, sembarangan! Beraninya mengataiku nenek tua! Aku Kepala Pelayan di sini. Azuma Rechal yang selalu sempurna. Kau dinilai lancang telah menunjukkan wajah lusuhmu itu, Pelayan baru!" orang bernama Azuma itu menunjuk Zara.
"Eh?" Zara diam dari kejauhan.
Mendekati wanita paruh baya sombong itu yang dikelilingi beberapa pelayan. Zara mendapatkan kesadarannya sehingga matanya melebar.
"Apa?! Kepala Pelayan?!" kagetnya mengerjap dua kali, "Hahaha, Kepala Pelayan dia bilang? Memangnya ini dunia fantasi di mana ada kerajaan yang punya Kepala Pelayan? Aduh, gelinya! Hahaha!" sambungnya sambil memegang perut.
Gelak tawa Zara menggema. Para pelayan membuat ekspresi buruk sampai menggeleng berkali-kali.
Ternyata Azuma sedang marah. Dia berkacak pinggang, tetapi Zara tetap tertawa.
"Diam!!!" Azuma berteriak.
Tawa Zara langsung berhenti.
"Kau tidak tau di mana posisimu dan bisa-bisanya lancang padaku?! Nona Zara, aku bisa merusak wajah cantik dan mata lebarmu itu sekarang juga jika aku mau! Jadi hormat dan patuhi aku! Stratamu lebih rendah dariku!" Azuma menunjukkan sisi gelapnya.
Apa yang dilakukan Zara? Dia berekspresi malas.
"Heh? Jadi kau ketua gengster, ya?" ujar Zara tanpa minat dan mengundang tawa para pelayan.
Azuma salah tingkah.
"Keren sekali! Kalau begitu terima kasih informasinya, tapi aku tidak butuh. Aku mau tidur. Sangat mengantuk!"
Zara melambaikan tangan dan kembali menguap sambil berjalan mencari kamarnya. Di waktu yang bersamaan, Azuma mengerahkan para pelayan untuk menyergap Zara.
"Eh, eh? Apa-apaan ini? Kenapa kalian menangkapku?" Zara meronta.
"Hahaha! Karena kemarin aku tidak menyambutmu dengan baik, maka izinkan aku memberi sambutan yang meriah. Nikmatilah!!" Azuma tertawa jahat.
Mulut dan mata Zara melebar.
"Lepaskan aku, Nenek sialan! Apa yang akan kau lakukan padaku?!" teriaknya tak didengar.
Para pelayan itu akan membawanya paksa ke kamar mandi. Kepala Zara sudah penuh dengan adegan buruk. Namun, seseorang datang merubah euforia.
"Siapa yang berani menyentuhnya?"
Gelegar suara bariton Reon menggema di lantai utama. Sontak Zara menoleh, Azuma terkejut, dan para pelayan melepaskan Zara.
Zara kehilangan keseimbangan. Bingung menatap Reon yang dengan gagahnya menuju ke arahnya.
"Reon?" Zara memanggil lirih nan heran.
Hingga Reon berada di sampingnya, binar matanya masih bertanya-tanya. Berbeda dengan Azuma dan pelayan lain yang sudah berkeringat dingin.
Mereka menunduk tak berani memandang Reon. Hanya bisa mencuri pandang dan takut.
"Jangan ada yang berani menyentuhnya!" kelakar Reon tegas sekaligus tetap tenang.
Azuma memantapkan diri untuk membantah.
"Tapi kenapa, Tuan?" kening Azuma berkerut tebal.
"Karena dia ... Pelayan Khususku." Reon tersenyum miring dan menarik kepala Zara untuk bersandar di bahunya.
Dalam imajinasi kepala Zara mendongak lemas tak sanggup. Semua orang tersentak dan tersipu.
'Hiyaaaa! Kenapa aku ada di pelukannya?!' teriak otak dan hati Zara.
Dia menurut begitu saja kala Reon membawanya naik ke lantai dua.
Di balik itu, Azuma mengepalkan tangan. Sebenarnya dia kesal karena Zara diperlakukan dengan istimewa.
"Tunggu! Kenapa kau pulang? Seharusnya nanti sore, 'kan?"
Refleks Zara mendorong Reon dan menjauhkan diri.
"Apa kamarku sudah penuh parfum?" tanya Reon santai.
Zara menghela napas berat. "Belum, Tuan. Mana sempat aku mengaturnya? Kepala Pelayanmu itu ...," perkataannya menggantung.
'Tidak, aku tidak boleh menjelekkan Bibi Azuma. Siapa tau dia bisa berguna nanti, hehe,' pikir Zara licik.
"Eee, maksudku Bibi Azuma sangat baik. Dia sibuk menyapaku sampai aku lupa tugasku. Aku minta maaf." ringis Zara bodoh.
"Baiklah!"
Jawaban Reon membuat Zara menghela napas panjang.
'Tidak kusangka akan bertemu Kepala Pelayan seperti Bibi Azuma. Kurasa dia seperti karakter penjilat. Pasti sering mencari muka di depan Reon,' pikir Zara.
Setibanya di kamar Reon, Zara diberi setumpuk kardus penuh kertas.
"Heh?! Apa ini?!"
"Jawaban dari pertanyaan di otakmu," jawab Reon dingin.
Guntur menggelegar tepat di atas kepala Zara.
'Bagaimana dia tau isi kepalaku? Apa dia berbakat jadi penyihir otak manusia?' pikir Zara kelam.
"CCTV, Bodoh! Kau menguping saat aku sedang bicara dengan Alexa secara terang-terangan. Tentu saja kamera pengintai mengawasimu," terang Reon mengejutkan Zara sampai mundur selangkah.
"Apa?!" teriaknya tak berguna.
Reon mendesah dan duduk di tepi ranjang.
"Sekarang, itulah jawabannya. Aku ingin kau membuangnya dan tidak terlihat lagi di bumi walau sebutir debu sekalipun." tatapan Reon beralih ke jendela.
"Ha-hah?! Tapi kenapa? Memangnya apa ini?!"
"Berisik! Buang saja dulu!" lirik Reon tajam.
'Hiyaaa, menakutkan!' teriak Zara dalam hati.
Walau wajahnya kesal, Zara tetap pergi ke tempat sampah belakang. Dia membakar semua kertas beserta kardus itu dan memastikan mereka habis menjadi debu.
Kemudian, kembali pada Reon dengan senyuman.
"Sudah selesai, Tuan!"
'Dengan begini apa kau senang?' geramnya tertahan.
"Ah, aku juga membawa abu mereka. Apa perlu aku tebar sebagai parfum pengganti ruanganmu?" senyum Zara semakin manis.
Dia menunjukkan sekantung plastik abu.
Reon terkejut.
Tanpa menunggu apapun, Zara menebar abu itu dan dalam sekejap kamar Reon dipenuhi hujan abu. Senyum manis hilang berganti sungutan amarah.
"Seenaknya saja kau memerintah tanpa mengasihani jiwa dan raga pelayan cantikmu ini! Tuan CEO yang kejam!" bentak Zara mengeluarkan isi hatinya.
Sebelah tangannya menepuk dada dan yang satunya masih memegang kantung plastik sisa abu. Namun, di tengah hujan abu dan ketajaman matanya, Zara bisa melihat Reon yang melongo terpesona.
"Indahnya!" gumam Reon jelas.
Seketika Zara membekap mulutnya.
"Mustahil! Dia ini orang macam apa?! Tidak bisa dihadapi dengan menurut atau memberontak! Bukannya marah, matanya justru berseri-seri!" oceh Zara yang hanya bisa dia dengar sendiri.
"Parfum busuk dari orang di Bandung semalam. Aromanya ... luar biasa!" Reon masih terhanyut dalam kilauan abu di udara.
Zara tersentak, "Apa maksudmu?" matanya masih menajam.
"Semua kertas itu adalah dokumen penting perjanjian antara perusahaanku dengan perusahaan orang yang menyuruhmu duduk di pangkuanku." terang Reon seraya sedikit tersenyum.
Zara jauh lebih tersentak, "Apa?"
"Benar, aku memutuskan perjanjian kerja samanya. Orang yang tidak bisa menghargai pelayanku walau serendah apapun dirimu tidak pantas menjadi mitra kerja seorang Reon Varezan Dailendra!" seru Reon menggema.
Jantung Zara bergemuruh hebat dan hangat.
"Eh, tunggu. Aku harus senang atau merasa terhina?" ucapnya heran setelah berpikir.
Terungkap sudah misteri percakapan Reon dengan Alexa. Tidak disangka bersangkutan dengan peristiwa semalam. Belum puas terlena dengan ucapan majikannya, Zara sudah dibuat kualahan lagi dengan berbagai tugas. "Aku ... harus membuang semua ini! Hiyaaa!" Zara membuang seprai dan gorden penuh semangat sampai bersin. Sebenarnya terlalu kesal, sehingga melampiaskannya pada semangat."Masa bodoh dengan tubuh yang hampir remuk! Mata berkunang-kunang pun bukan halangan bagiku! Lihat saja, Iblis sialan! Aku akan membuatmu terkesan dan kau akan bersedia membantuku, hahaha! Aku akan menjadikanmu bonekaku, maka apapun tugasmu pasti kuladeni! Gejolak gunung berapi sekarang ada di nadiku!" Berteriak layaknya monster dengan mata memerah sembari mencengkeram seprai.Reon menyuruhnya membersihkan hujan abu dan menghiasi kamarnya dengan aroma parfum terbarunya. Lalu, membuat karangan bunga dan menyiapkan hidangan utama. Sepertinya akan kedatangan tamu. Walau keringat bercucuran, Zara tidak berhenti
Jantung Zara masih berdegup kencang. 'Gawat! Ini tidak aman. Kenapa jantungku terus berdebar saat Reon ada di dekatku? Aku tidak mungkin terpesona sungguhan, 'kan?' pikirnya bingung. Meringis memegang dada. Reon sudah pergi, kini dia sendirian di kamar. Mendesah lesu sembari memandang semangkuk bubur hangat di meja. "Huft, tapi dia memang mempesona! Tidak salah jika dia sombong sedikit. Sudah merawatku dan ternyata sadar telah mempermainkanku."Matanya sedikit berbinar. Dia tersenyum ringan. "Yah, apapun itu yang jelas aku harus berterima kasih sekaligus mengajukan permintaan. Dia harus membantuku."Semangatnya kembali sampai menepuk tangannya. Demi memulihkan tenaga, dia rela memakan bubur buatan Azuma dengan sedikit kesal.Mengganti pakaian pelayan dengan yang baru. Sepertinya Zara mulai menyukai pakaian itu, terlebih lagi bagian bando putih. Rambutnya kini diikat menjadi satu. Namun, Reon sedang menemui tamu di ruang tamu. Pupus sudah harapan Zara. Dia bersembunyi di balik pin
"Tenang saja, Tuan! Dengan senang hati aku akan melayanimu. Aku sudah seperti robot tanpa jiwa yang tidak kenal lelah, haha." senyum palsu Zara sangat manis.Kamar adalah tempat yang berbahaya. Terlebih lagi Reon beraksi tampil seksi nan menawan di tepi ranjang dengan senyum dan kancing kemeja atas terbuka.'Tahan dirimu, Zara. Hiraukan saja dia,' dalam hati menekan perasaannya sekuat tenaga. "Ah, aku baru ingat ingin mengatakan ini. Tuan Reon, kau punya kepribadian ganda, ya? Berubah-ubah setiap saat seperti memiliki seribu wajah," lanjut Zara menyembunyikan kekesalannya, padahal otot kepalanya sudah menegang. Senyum Reon pun hilang. "Apa kau akan lari dariku?" tatapan sayu menurunkan ego-nya.Zara mencicit melepas ketegangan ototnya."Jangan membuat wajah sedih seperti itu! Aku tidak membuangmu, 'kan?!" Meskipun sudah teredam dengan keindahan kamar rahasia yang membuatnya syok, masih saja bisa terengah.Reon tidak mempermasalahkan teriakan Zara. Zara pun cemberut.'Sudah kuduga!
Bagai kisah pangeran dan tuan putri yang hilang, mereka kembali dipertemukan di dunia yang berbeda. "Eh?" kaget Zara setelah bertatapan dengan orang yang menabraknya."Eh?!!" orang itu jauh lebih terkejut. Keduanya saling tunjuk. "Bastian Charlie?!" pekik Zara heboh hingga ternganga."Zara?! Zara Azuri Frazanista?!" teriak laki-laki itu dengan tangan gemetar sampai mundur.Seketika Zara menarik telunjuk Bastian dan menggoyang-goyangkannya. "Ahaha, benar-benar Bastian teman sekolah dasar dulu rupanya? Wah, kau sudah besar dan tampan, ya? Tidak kusangka bisa bertemu denganmu di sini. Aku senang sekali!" seru Zara riang. Bastian panik segera menarik telunjuknya. Pipinya sudah merah padam."Ti-tidak mungkin! Kau pasti salah orang! Permisi!" hendak melarikan diri. "Eh, tidak bisa! Kau masih pemalu seperti dulu? Astaga, dasar memang tidak pernah berubah, haha!" Zara mengerling jahil. Napas Bastian tercekat, "Le-lepaskan aku!" Suaranya menjadi aneh membuat Zara meneleng heran. "Kau
"Tuan, maaf menunggu! Ini kopi manis untukmu!"Zara tersenyum menaruh kopi di meja, padahal Reon tidak meminta. Dia diacuhkan. "Ah, keringatmu menetes. Izinkan saya membersihkannya." Cekatan mengambil tisu dari saku celemek dan menyeka keringat di pelipis Reon. Sayangnya Reon melenggang pergi. "Eh?!" Zara kelepasan. Dia merengut dan berdecak. Mengejar Reon yang terburu-buru.Alexa sudah menunggu di lobi. Dia memberi salam ketika Reon datang. "Kunjungan ke laboratorium sudah dipersiapkan. Zack telah mengatur janji temu dengan desainer mancanegara tiga puluh menit lagi." ujar Alexa sembari mengikuti Reon. Reon hanya mengangguk. Mereka sangat cepat hingga tiba di mobil. Zara bingung dan setelah mengerti dia langsung membukakan pintu mobil."Silahkan masuk, Tuan!" Senyum Zara sangat manis. Terlalu manis sampai membuat Alexa tersipu. Namun, Reon menatapnya bengis. Panas terik seakan dibalut mendung hitam. Kharisma Reon merusaknya hingga senyum Zara menjadi pahit. Kembali lagi diab
Tiupan angin mengusik tiap helai rambut Zara. Bastian terbuai pesona. Dia baru menyadari kecantikan Zara dengan pakaian pelayan.Kemudian, Zara memberi tahu sedang melarikan diri dari penjara kamar Reon."Apa?! Jika kau kabur begini dia pasti marah!" Bastian takut mengingat kharisma Reon."Tidak juga. Dia halus padaku. Mungkin karena aku cantik," jawab Zara percaya diri."Hah! Senjatamu dari dulu selalu menggunakan wajahmu." Bastian menunduk lesu. "Dan juga otakku." Zara mengerling menunjuk kepalanya. 'Marahnya Reon dilampiaskan ke orang lain, bukan padaku. Selama ini dia hanya bermain denganku. Aku tidak takut lagi, tapi jadi merinding,' sambungnya dalam hati. Kegelisahan sementara itu hilang kala Bastian mengoceh tidak jelas. Isinya masih tidak menyangka Zara seorang pelayan. Zara telah menceritakan bahwa dia dicampakkan Ryo dan menjadi bawahan orang yang mengaku Raja Iblis.Zara memutar bola matanya jengah dan memandang sekeliling. "Tidak ada kabar setelah pesta itu. Semua ker
"Ah, nasibku memang terlalu buruk! Haruskah aku menerima hukumannya?" pandangan sayu bak putri yang menderita, "Karena aku terlalu cantik." sambungnya menunduk. Seluruh otot Forin mengejang. "Sungguh ini kejahatanku. Merebut lirikan CEO perusahaan parfum ternama hingga merekrutku menjadi pelayan pribadinya. Mata yang tajam nan teduh itu menyihirku untuk masuk ke pelukannya. Huaaa, sepertinya aku terkena virulen cinta! Dunianya bagaikan utopia yang sempurna! Aku rela terjerumus dalam kegelapan tanpa batas Tuan Reon. Apa yang diberikan Ryo tidak sebanding dengannya. Aku sudah teramat gila!"Zara semakin memperparah improvisasinya. Semua yang dia ucapkan seperti melodi.Forin tersentak dahsyat. "Mustahil! Apa ada orang sesempurna itu? Ini kisah pelayan dan Tuan Muda?!" kaget Forin membuat Zara menggeleng. "Bukan Tuan Muda, tapi Bos Besar! Kurasa aku jatuh cinta padanya!" Zara memicing seraya tersenyum miring. Hilang sudah pertahanan Forin. Dia berdecak tak lagi menahan diri."Wah,
"Terima kasih sudah menjaga Zara baik-baik." senyum penuh penekanan Reon menusuk jantung Bastian hingga Bastian koma. "Bastian? Bastian, kau kenapa? Bastian!!!" pekik Zara setelah menginjak kaki Alexa dan menghampiri Bastian. Dia mengguncangkan tubuh lelaki itu kuat. Kemudian, Bastian sadar dan pergi. Dia telah berjanji akan membantu Zara.Bukan hanya sebagai teman lama, tetapi dia tidak menyukai perubahan Ryo dengan kekasih barunya. Nasib Zara kembali di penjara. Menjadi pajangan layaknya boneka yang meronta di lemari kaca ruang tamu. "Lepaskan aku! Tuan, aku tau aku bersalah. Itu hanya jendela, kenapa kau marah besar?! Aku tidak bisa bernapas!"Zara menggedor-gedor lemari itu pelan lantaran takut memecahkannya. Gaya bicaranya kembali tidak formal."Tuan, sudah tiga jam lamanya. Dia bisa mati jika tidak dikeluarkan," dengan datar Alexa berkata demikian. "Lupakan saja!" Reon tetap fokus pada dokumen di meja kerjanya. "Ahahaha, kasihan sekali! Itu balasanmu karena sok kecantikan