Share

6. Kerapuhan Reon

Zara tidak menyangka kerapuhan juga terjadi pada Reon. Laki-laki itu benar-benar terlelap dalam waktu singkat. 

"Lihat, dia seperti Raja di kursi belakang. Aku doakan kau mimpi buruk dikejar hantu! Hah, kesalnya! Hanya bisa mengandalkan navigasi di handphone demi menemukan jalan pulang. Oh, benar juga! Bagaimana kalau aku buang saja dia di hutan? Lalu, aku akan menguasai rumahnya, hahaha! Aku jahat juga!" 

Zara terus melantur seraya mengikuti arah anak panah dalam navigasi. 

"Tutup mulutmu!" tekan Reon tanpa membuka mata. 

Suara bariton itu menyadarkan Zara. Seketika menginjak rem sampai berderit tanpa menepikan mobilnya. 

"Hah? Kau masih bangun?!" pekiknya menoleh ke belakang. 

Reon pun membuka matanya yang memicing dingin. Zara meringis ngilu. 

'Gawat! Dia mendengarku!' batinnya berteriak. 

"Zara! Ternyata ini yang terpendam di otakmu," desis Reon tajam tiada ampun.

Tatapannya seakan menguliti Zara. Pucat sudah wajah gadis itu tak bisa bergerak. Malam pun kembali berubah lebih gelap. 

"A-apa? Aku hanya bercanda, haha. Kau tidak akan marah, 'kan?" gugup Zara bingung. 

'Sial! Kupikir dia sudah tidur, jadi aku keceplosan bicara,' cicitnya dalam hati. 

Mendadak Reon mendekatkan wajahnya.

Sontak Zara memekik. Aroma mobil berubah penuh akan parfum Reon yang kuat menusuk indra penciuman. 

"Kalau begitu, kau saja yang kubuang." Reon menyeringai. 

Zara melotot sekaligus tidak percaya. Dia pikir Reon tidak akan melakukannya, tetapi laki-laki itu membuka pintu mobil dengan remot otomatis.

Zara kembali memekik. 

"Hah?! Ba-bagaimana bisa? Wah, mobil yang keren!" 

Celingukan melihat pintu satu dengan pintu lain dengan takjub, sampai tidak memperhatikan Reon yang sudah berpindah posisi menjadi di sampingnya. 

Lalu, Reon mendorongnya hingga jatuh ke jalan raya. 

"Aw! Astaga!" kaget Zara kesakitan.

Meringis karena sikunya lecet, juga menatap Reon marah. Tidak peduli dengan rasa sakitnya, dia berdiri seiring Reon menutup pintu mobil memperlihatkan ekspresi dingin untuk terakhir kali. 

"Kejam sekali kau jadi orang! Reon! Tunggu, jangan pergi! Aku belum selesai bicara!" teriak Zara lebih dari marah, tetapi Reon telah menjalankan mobilnya.

Hilang sudah orang yang membuatnya sakit kepala. Zara menggeleng tak kuasa sembari mengusap sikunya yang sakit. 

Tatapannya masih lurus ke ujung jalan raya. 

"Ck! Dia membuangku sungguhan. Temperamennya buruk sekali. Jika tau begini, harusnya kudorong dia duluan," desisnya kesal. 

Terpaksa harus berjalan kaki. Tentu Zara tahu dia tidak akan bisa tiba di Jakarta dalam semalam yang telah mengikis. 

Pandangannya menunduk ke aspal hitam. Tidak terasa kakinya perlahan sakit. Sudah ada setengah jam dia berjalan. 

'Kembali lagi ... aku dibuang sembarangan. Jangan dikira aku akan sedih. Reon, dosamu bertambah satu lagi padaku. Aku akan membalasmu nanti. Awas saja, si sombong itu pasti akan patuh dan meminta maaf,' geramnya membatin.

Namun, kaki itu sudah tidak larat. Dia lemas hampir jatuh untuk ke dua kalinya. Sayangnya, mobil mewah super canggih itu kembali lagi.

Cahayanya menabrak Zara yang menutupi wajahnya kesilauan. Zara tercengang setelah mobil itu berhenti di depannya.

"Apa?! Dia ... kembali lagi?!" pekiknya lantang.

Rasa heran membuat Zara tergerak mengetuk pintu sangat terburu-buru sampai pintu di dekat kemudi berhasil terbuka menampilkan hitamnya rambut dan bola mata Reon.

Zara sudah membuka mulutnya ingin bicara, tetapi Reon memotongnya terlebih dahulu.

"Ah, aku lupa. Kau masih harus membuang sampah milikku. Jadi, aku memungutmu kembali."

Suara berat itu bergemuruh di dada Zara. Tentu saja gadis itu kembali marah.

"Mimpi apa aku sampai punya majikan tidak waras sepertimu?! Hei, Tuan Reon yang terhormat! Bisa tidak jika mengasihani orang itu menggunakan kata-kata yang lembut dan pantas?! Aku bukan sampah yang harus membuang sampah! Satu hal lagi, kakiku hampir putus berjalan di sepanjang jalan raya begini!" 

Zara menunjuk kakinya berkali-kali. Napasnya sudah memburu sejak kedatangan Reon.

'Orang ini sengaja mempermainkan jantungku apa? Kali ini sudah sangat kelewatan. Aku harus bertindak!' pikirnya. 

"Masuklah, Pelayan!" tegas Reon memerintah.

Ketegangan di wajah Zara menghilang mendengar suara Reon yang berubah tenang nan berat. 

"Eh?" 

'Kupikir dia akan marah. Bukankah aku sudah tidak sopan lagi padanya?' heran Zara dalam hati. 

mengerjap pelan, ingat dia dihukum karena sudah berkata tidak sopan dan sekarang dibuat bingung lagi dengan kondisi laki-laki itu.

"Aku ingin tidur sebentar. Kau kendalikan mobilnya. Cepatlah!" perintah Reon lagi. 

Zara terkesiap, "Ah! Baik!" 

Segera menggantikan posisi Reon di kursi kemudi dan Reon pindah ke belakang. Matanya kembali terlelap. Zara yang melongo menatapnya pun tak sengaja bersemu merah. 

"Aku sangat lelah. Apa kau mau menemaniku tidur? Aku tidak bisa tidur jika dilihat terus olehmu," ucap Reon hangat nan pelan.

Zara tersentak dan tidak lagi memperhatikan Reon. Mendadak amarahnya hilang sementara. 

"Baiklah, mari kita pulang, Tuan!" lirih Zara sembari menginjak pedal dan tersenyum tipis.

Kembali lagi mobil itu menguasai jalan raya. Kerutan tipis di keningnya sering muncul ketika melihat Reon dari cermin di atasnya. 

'Dia sangat kelelahan,' pikirnya. 

Berujung Zara mengemudikan mobil itu hingga pagi datang dan tiba di rumah istana Reon. Sekarang Zara sangat-sangat letih. Kurang tidur membuat tubuhnya lemas seperti agar-agar. 

~~~

"Astaga! Dia gadis brutal! Lihat, wajahku yang tampan jadi biru!" Zack menyeka pipinya dengan kain hangat karena memar dipukul Alexa kemarin. 

Zara menguap untuk kesekian kalinya. Dia di pantry kantor membuat kopi atas perintah Reon. 

Benar, dia harus bekerja walaupun semalaman tidak tidur sama sekali. 

"Hmm? Kau bilang sesuatu?" kata Zara lemah sembari mengaduk kopi. 

Zack yang berdiri di sampingnya pun meneleng prihatin.

"Hei, kau baik-baik saja? Kurasa kau harus tidur." menunjuk kantung mata Zara yang menghitam. 

Zara menoleh dengan mata sipit.

"Memangnya Tuan gila itu membiarkanku tidur?" menguap lagi sembari memukul bibirnya pelan.

Zack menggeleng, "Kasihan sekali nasibmu. Siapa suruh cantik-cantik mau jadi pelayannya? Dia itu banyak tingkah."

Zara mencebikkan bibirnya dan memandang cangkir kopi dengan tatapan kosong. 

'Kalau bukan karena balas dendam aku mana mau?' balasnya dalam hati. 

Membiarkan Zack di pantry, dengan langkah gontai dia menuju ruangan CEO untuk mengantar kopi pahit pesanan Reon. 

Namun, tidak sengaja mendengar sesuatu saat hendak mengetuk pintu. 

"Apa sudah selesai?" 

Zara terbelalak dalam diam. 

'Itu suara Reon,' batinnya. 

Nampaknya cukup serius. Merasa tertarik akhirnya dia mendekatkan telinganya ke pintu. 

"Sudah, Tuan. Dia telah diam." 

Netra Zara melebar lagi. 

'Itu suara Alexa,' ujarnya dalam hati. 

"Sisanya, bungkam dia sampai lupa cara bicara," tukas Reon tajam. 

Merinding bulu kuduk Zara, tetapi hanya sesaat. Kemudian, alisnya bertaut serius. 

'Sepertinya mereka bukan membicarakan pekerjaan. Lalu, apa?' pikir Zara heran. 

Nada bicara Reon menghantuinya. Sangat dalam layaknya kehidupan yang kelam. Dia pun memandang pintu dari atas hingga bawah berniat untuk masuk dan mengakhiri percakapan mereka. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status