Harap maklum kalau banyak typo. Benar-benar on the spot tanpa edit. ^^
Happy reading, gaes. Yang punya IG bisa follow IG ku @yuli_f_riyadi atau tiktok @yuliriyadi. Biasanya aku up spoiler novel-novel on goingku di sana. Thanks.
_____________________
"Serius lo?!" Mata Clara hampir saja keluar mendengar kabar dari Dania soal Alex yang ternyata pemilik asli perusahaan tempat mereka bekerja.
"Gue baru masuk ngasih tau lo, Dan." Viona menimpali. "Gue juga tahu dari mas Robbi."
Clara menoleh. "Lo udah tau juga, Vi? Jadi, cuma gue nih yang kudet." Clara menjatuhkan kepalanya ke meja seolah hal yang teman-temannya sampaikan sesuatu yang sangat penting. Eh memang penting ding. Setidaknya Clara tahu siapa pemimpin sebenarnya sekarang ini.
"Terus wanita bernama Laras itu siapa dong?" tanya Clara.
"Dia itu pimpinan manajemen di sini doang. Jabatannya ada di atas Mas Robbi," sahut Viona.
Clara me
"Anda bisa mendengar denyut jantungnya?"Dania mengangguk haru mendengar pertanyaan dokter itu."Astaga, itu serius denyut jantung orok?" Viona tampak terkejut."Ya iyalah, lo pikir apa?" timpal Clara.Saat ini mereka bertiga sedang ada di ruang pemeriksaan poli kandungan untuk memastikan kehamilan Dania. Faktanya Dania benar-benar hamil dan usia kehamilannya sudah menginjak enam Minggu."Ibu sebaiknya banyak istirahat, ya. Saya akan memberikan vitamin untuk trimester pertama. Makan apa aja jangan ada pantangan yang penting tidak berlebihan."Dania mengangguk saja. Dia sudah tidak sabar memberi kabar baik ini kepada Alvin. Suaminya itu pasti akan senang mendengarnya."Akhirnya yang dulu nikah ogah-ogahan malah sekarang udah hamil aja," canda Clara begitu mereka keluar dari ruang pemeriksaan."Gue bilang juga apa. Yang selalu ada pasti akan menang. Cinta karena terbiasa. Udah nggak
Dania tahu kesalahannya memang fatal. Tidak ada seorang pun yang ingin pasangannya berkhianat. Namun, Dania melakukannya. Jika sudah seperti ini, dia benar-benar menyesal. Harusnya memang dari awal pernikahan dia memutuskan hubungan dengan Alex, meskipun saat itu masih berat. Mana dia tahu kalau pada akhirnya Dania malah berbalik jatuh cinta kepada Alvin? Ini di luar ekspektasinya. Dania pikir pernikahan terpaksa ini tidak akan menimbulkan perasaan apa pun."Kamu membohongiku. Aku pikir kamu benar-benar sudah menerimaku. Aku kira senyum yang selalu kamu berikan itu tulus. Aku beneran tertipu." Mata Alvin memerah, otot-otot lehernya menonjol menahan gumpalan emosi. Dia berjongkok dan mendekati Dania yang tergugu. Wanita itu masih terus menangis tanpa mau menjawab perkataan Alvin."Apa yang aku berikan selama ini kurang cukup? Apa yang dia berikan sama kamu yang aku nggak bisa memberikannya?"Dania hanya bisa menggeleng dengan air mata yang
"Apa terjadi sesuatu?" tanya Clara begitu mobil sudah berjalan meninggalkan parkir gedung perkantorannya.Sudah Dania duga, Clara pasti akan menanyakan hal ini. Dania menghela napas panjang. Dia tidak ingin air matanya jatuh."Dan? Lo nggak baik-baik aja. Gue tau. C'mon, kita udah lama berteman. Apa yang terjadi? Alvin nyakitin lo?" Clara masih mendesak. Menuntut Dania membuka mulut.Inilah sebabnya dia menghindari kedua sahabatnya, karena Dania tahu dirinya tidak pandai menutupi perasaannya. Bahkan hanya karena Clara bertanya seperti itu saja, dadanya kembali bergemuruh, matanya membayang, dan hatinya merasakan sesak itu kembali. Dania benar-benar tidak mau menangis di depan Clara. Tapi, air mata sialan ini makin mendesak keluar.Dania bisa mendengar helaan napas Clara yang sedang konsen menyetir ketika akhirnya satu tetes air mata berhasil lolos dari kelopak matanya.Clara membelokkan kemudinya ke salah satu kafe. Ji
Viona meletakkan satu cup cendol ke meja Dania. Dari kemarin Dania ngidam minuman segar yang banyak digemari orang Indonesia itu."Cendol!" seru Dania tampak berbinar.Viona tersenyum lebar. "Demi bumil nih gue rela antri panjang buat dapetin es cendol yang lagi viral itu."Dania memasang wajah sok cute, dan merentang kedua tangan. "Unch, peyuuuk."Viona menggeleng lantas memeluk Dania yang kini perutnya sudah tampak membuncit."Makasih, ya, Vi," ucap Dania senang. Meski tidak ada Alvin di sisinya. Dia bersyukur masih ada kedua sahabatnya yang masih perhatian padanya."Gue nggak mau anak lo nanti ileran." Viona melepas pelukan Dania.Dania kembali melirik cendol di atas meja. Wanita itu kemudian meraihnya. "Gue minum ya, Vi.""Nggak, lo tonton aja. Biar awet."Dania terkekeh. Lantas menusuk tutup plastik cendol tersebut dengan sedotan berukuran besar. Sensasi segar dan mani
Dania dikejutkan dengan kehadiran Alex di kantornya. Dia tahu pria itu bisa datang kapan saja sesuka hati. Namun, entah mengapa dirinya tidak menyukai kedatangan Alex yang tiba-tiba. Pria itu tersenyum seraya menghampiri mejanya."Sayang, aku bawakan sesuatu untuk kamu." Alex meletakkan mini tote bag ke atas meja Dania.Kenapa? Kenapa pria itu masih menyebut Dania dengan panggilan sayang. Dulu mungkin Dania sangat senang jika Alex memanggilnya seperti itu, tapi tidak dengan sekarang. Kondisinya beda.Dania melirik tote bag tersebut. Ada apa lagi Alex menemuinya? Bukannya dia sudah berbahagia dengan janda itu?"Ada apa kamu ke sini?" tanya Dania datar. Tangannya masih sibuk mengecek dokumen yang sedang dia pegang.Alex tersenyum. Senyum yang masih terlihat manis di mata Dania. Ya, mata telanjangnya masih bisa memindai ketampanan pria itu."Aku kangen sama kamu." Alex tidak bohong, dia benar-benar merindukan
Tawaran Alex agar Dania mau menikah dengannya terus terngiang. Meski Dania tidak bisa menjawab apa-apa, tetapi hatinya sedikit terusik. Sudah hampir enam bulan suaminya pergi. Tinggal beberapa bulan anaknya akan lahir. Namun, kabar dari Alvin tidak pernah dia terima."Alvin, sebenarnya kamu di mana? Aku minta maaf."Kembali air matanya merembes. Tidak ada yang tahu kepiluan Dania setiap malam. Hanya doa yang bisa dia lakukan, berharap di mana pun Alvin berada, lelaki itu akan baik-baik saja.Dania pikir hanya hari itu saja Alex datang menemuinya. Namun, hari berikutnya dan berikutnya pria itu selalu menyambangi kantornya. Dania mulai bosan mengusir mantan pacarnya itu. Namun, pemilik perusahaan tempatnya bekerja itu tak pernah berhenti datang. Jika bukan sosoknya yang datang, maka Alex akan mengirimkan makanan untuk Dania.Seperti siang ini. Dania meletakkan sebuah kotak makan tepat di kedua sahabatnya."Makan gih, Cla,"
Dania menghela napas panjang beberapa kali ketika lagi-lagi Alex datang menjenguknya di rumah sakit. Kali ini pria itu membawa sekotak kue balok cokelat lumer. Ini sudah hari kelima Dania berada di rumah sakit. Setiap malam Clara dan Viona bergantian menjaganya. Dan, Alex biasanya akan datang menjelang makan siang tiba."Lihat, Sayang, apa yang aku bawa." Alex membuka kotak itu. Menunjukkan kue cokelat berbentuk balok kecil-kecil dengan lelehan cokelat yang melumer di tengahnya. Terlihat menggiurkan. "Baby pasti suka. Kamu coba, ya." Alex masih saja bersikap baik dan manis kendati Dania tidak pernah bersikap sebaliknya. Dia mengambil satu potong kue dan menyodorkannya pada Dania.Dania menatap kue itu sesaat sebelum menatap pria di hadapannya yang kini tengah tersenyum manis. Senyum yang tak pernah lekang oleh waktu. Ketampanan Alex memang luar biasa, apa lagi saat tersenyum seperti itu. Dulu Dania selalu bergetar ketika Alex bersikap manis seperti ini. Nam
Dania baru saja mengisi aplikasi pengajuan cuti ketika perutnya merasakan nyeri. Sebenarnya tadi pagi dia sempat melihat ada bercak darah di celana dalamnya. Namun, dia tidak terlalu khawatir karena tidak ada reaksi apa pun pada perutnya. Hanya sesekali merasa kencang di perut bagian bawahnya. Dania meraba perutnya. Apakah sekarang sudah waktunya? Menurut dokter, hari perkiraan lahirnya masih dua minggu lagi. Dania menggeleng. Mungkin ini hanya kontraksi palsu.Dania bergegas membereskan meja kerjanya. Dia harus cepat sampai rumah agar bisa segera istirahat. Clara sedang bertemu klien di luar, sementara Viona menemani Pak Robbi meeting. Jadi, Dania terpaksa pulang sendiri.Nyeri pada perutnya makin sering terjadi. Hanya jeda beberapa menit lantas rasa sakit itu muncul lagi. Dania makin yakin kalau ini bukanlah kontraksi palsu.Dia memeluk perutnya erat-erat ketika sedang menunggu lift terbuka. Matanya memicing menikmati gelombang cinta yang tim